Kalakay Jasinga
Kalakay Jasinga..hanyalah sebuah komunitas kecil yang peduli akan sejarah, budaya, musik tradisional
TEMPAT PENGOLAHAN GETAH KARET DI JASINGA
Bangunan tempat mengolah getah karet
berada di sebelah kanan bangunan kantor
PT. Perkebunan Cileles, berjarak 300 meter.
Bangunan tempat mengolah getah karet berupa
dua buah bangunan berdenah empat persegi
panjang, berupa bangunan tembok permanen, atap
berbentuk pelana ditutup dengan lembaran seng.
Tiap-tiap bangunan memiliki dua buah cerobong
berbentuk persegi menjulang tinggi ke atas,
dibuat dari tembok berlepa. Dibandingkan dengan
bangunan lainnya, bangunan tersebut merupakan
satu-satunya bangunan yang memiliki cerobong
asap (Foto 10). Terdapatnya cerobong-cerobong
asap pada bangunan tersebut nampaknya menjadi
ciri, bahwa bangunan tersebut adalah sebuah
bangunan yang berfungsi sebagai pembakaran.
Kondisi bangunan tempat pengolahan getah karet
saat ini telah rusak tinggal puing-puing dan sudah
tidak dipergunakan lagi sejak tahun 1995.
Sumber :
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 32 No. 1, Juni 2014 : 57
Terima kasih kepada pengikut terbaru saya! Senang Anda bergabung! Ilal Abdilah, Sin Sin, Bang Elank
PERLAWANAN RATU BAGUS BUANG TERHADAP KOMPENI HINGGA AKHIR HAYATNYA MENURUT CATATAN LUAR
Pada bulan Juni hingga Oktober 1752, ketika perlawanan terhadap Kesultanan Banten bentukan Kompeni, mundur dan melarikan diri melintasi Priangan ke Jawa Tengah. Di bulan Juni 1752, tentara VOC melanjutkan serangannya. Ratu Bagus Buang dan Kiai Tapa, yang telah meninggalkan wilayah barat Jawa setelah kekalahan perang di Pandegrang pada akhir tahun Juli, kemudian mundur ke wilayah Priangan. Setelah kegagalan penyerangan melawan melawan tentara VOC di Bandung pada bulan Agustus, para pejuang semakin mundur ke Banyumas pada bulan September. Disini, mereka mendapatkan perlawanan dari Bupati Banyumas yang bekerja sama dengan Kompeni, sehingga didorong lebih jauh ke Bagelen, dimana mereka mencoba bergabung dengan pejuang pejuang yang dipimpin Pangeran Arya Mangkubumi yang berperang melawan keponakannya, yaitu Susuhunan Pakubuwana III dari Istana Surakarta Kesultanan Mataram.
Dua tahun sebelumnya, awal mula perlawanan Ratu Bagus Buang diawali ketika Sultan Zaenul Arifin tidak mampu melepaskan diri dari pengaruh Ratu Syarifah Fatimah, janda seorang letnan Melayu di Batavia yang dinikahi dan dijadikan permaisurinya. Ratu Bagus Buang sendiri adalah keponakan dari Sultan Zaenul Arifin, dan anak dari Pangeran Putra (Panembahan II) atau Pangeran Gusti. Setelah dibatalkan sebagai putra Mahkota, atas suruhan Ratu Syarifah Fatimah, Pangeran Gusti disuruh pergi ke Batavia dan ditengah perjalanan ditangkap tentara VOC dan diasingkan ke Sailan pada Tahun 1747.
Di Batavia Ratu Bagus Buang juga dikenal dengan nama etnis Mauwushi Wang. Dia juga memilih menyebut dirinya Sultan Abun bassar Muhammad Yusuf Achmed Adil Arlik Fidin, yang secara tegas menunjukkan sebagai penguasa kesultanan Banten. Ratu Bagus Buang bergabung dengan Kiai Tapa ke pegunungan dan membuat rencana mengumpulkan tentara untuk membalas dendam, dan menyerang Kesultanan Banten.
Ketika Ratu Bagus Buang mendengar bahwa Van Imhoff (Governor general) telah mati saat itu, yaitu pada 1 November 1750 dia segera mengumpulkan tentara dan memulai pemberontakan di tahun itu. Sentimen Islam yang masih melekat muncul kembali perang Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang terhadap Kompeni antara tahun 1750 hingga 1755 Ini pertentangan yang terus berlanjut menunjukkan upaya sekuritisasi Sultan Tirtayasa belum berhasil.
Ratu Bagus Buang bergabung bersama pendahulunya yaitu Kiai Tapa di Gunung Munara. Merekrut tentara pribumi secara besar-besaran, dan berangkat melawan kesultanan Banten bentukan VOC. Kekuatannya sangat besar! Setiap sudut Banten berada dalam keributan yang terus menerus. Terjadilah pemberontakan atau perang antara Banten dan masyarakat Banten yang dipimpin oleh Ratu Bagus Buang. Tercatat bahwa Ratu Bagus Buang sangat berani dan keras kepala. Semua desa-desa kecil dipelosok telah menjadi kekuasaannya. Semua ini terjadi karena Van Imhoff pada masa hidupnya merugikan rakyat Tiongkok, dan setelah kematiannya ia juga merugikan rakyat Banten.
Karena informasi tentang perlawanan terhadap Kompeni mulai menyusut setelah tanggal 30 Oktober 1752, diyakini bahwa perlawanan kepada Kompeni telah berakhir pada saat itu. Hal ini jelas tidak terjadi, karena kedua tokoh penting tersebut, yaitu Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang, muncul kembali masing-masing pada Tahun 1754 dan 1755. Pada bulan September 1754, tiba-tiba Kiai Tapa muncul dari Banyumas dan maju melalui wilayah Priangan ke Serang dengan sekelompok kecil pengikut. Meskipun dia berusaha memobilisasi orang disana, hal ini terbukti sia-sia dan dia ditangkap oleh pasukan sultan. Satu bulan kemudian dia melarikan diri dan menghilang. Meskipun Kiai Tapa lolos setelah ditangkap, Ratu Bagus Buang muncul dalam kelompok kecil di Gulajur di kawasan pegunungan kesultanan pada bulan Januari 1755, setelah kembali dari Jawa Tengah tempat ia tinggal selama ini. Dia pergi ke Prinsen Eiland (Pulau Panaitan), dimana dia terdeteksi dan dibunuh oleh tentara sultan pada Tanggal 4 Februari 1755. Setelah itu, Kiai tapa menghilang dari sejarah.
Dalam catatan Melayu, tentara sultan yang dimaksud kemungkinan adalah Nakhoda Muda. Pada saat Nakhoda Muda dipaksa untuk menyerah kepada Ratu Bagus Buang, Nakhoda Muda memutuskan untuk tidak menyerah, dan malah berjanji kesetiaannya kepada Sultan dan meminta bantuan Sultan. Sultan mengirimi mereka dua kapal, dan Ratu Bagus Buang melarikan diri ke pegunungan untuk menyelamatkan nyawanya. Kisah pertempuran Nakhoda Muda dan Ratu Bagus Buang tercatat dalam naskah Melayu yaitu Hikayat Nakhoda Muda. Namun karena isi dari naskah tersebut lebih kepada keberpihakan kepada Nakhoda Muda dan Kompeni, sepertinya naskah tersebut tidak begitu diminati.
Sumber :
https://kalakayjasinga.blogspot.com/2023/11/perlawanan-ratu-bagus-buang-terhadap.html?m=1
Pertumbuhan Perkebunan Karet Kolonial Hindia Belanda di Bogor
Melalui penelusuran foto-foto lama diketahui bahwa jenis perkebunan di Bogor masa Hindia Belanda akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 bervariasi, yakni terdiri dari perkebunan karet, teh, dan rosela (Foto 2).
Perkebunan-perkebunan yang terdapat pada foto-foto lama tersebut diduga saat ini telah mengalami perubahan, ada yang punah misalnya perkebunan rosela, dan ada p**a yang berlanjut hingga saat ini yakni perkebunan teh dan karet. Meskipun Bogor memiliki berbagai jenis perkebunan, namun pembahasan dalam tulisan ini dibatasi pada peninggalan perkebunan karet yang jejak-jejaknya terdapat di Kecamatan Darmaga, Leuwisadeng, dan Jasinga. Darmaga berada di tepi atau pinggiran Kota Madya Bogor. Adapun Jasinga berada di Bogor bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brasil, Amerika Selatan. Tinggi pohon karet mencapai 30 m, dapat tumbuh baik di dataran rendah sampai dengan 1000m diatas permukaan laut. Pohon karet dibudidayakan untuk diambil getahnya, setelah berumur 7 tahun (Sukirno 2004: 171). Budidaya tanaman karet di Indonesia dalam bentuk perkebunan dimulai tahun 1890-an yang berada di Bogor. Budidaya tanaman karet tersebut muncul kemudian sesudah budidaya tanaman teh dan kopi. Awalnya melalui percobaan budidaya tanaman di Kebun Raya (Botanical Garden) Bogor. Penelitian dan eksperimen tentang tanaman karet dilakukan oleh lembaga atau badan yakni Algemeen Landbouw Syndikaat (ALS) (Barlow 1988: 278).
Perkebunan karet yang terdapat di Darmaga dan Jasinga, Bogor, tidak dapat dilepaskan dari nama Van Motman, yakni nama sebuah keluarga Belanda, yang awalnya bekerja sebagai pedagang dan pegawai gudang VOC
di Batavia sekitar tahun 1789. Gerrit Willem Casimir van Motman adalah nama seorang keturunan dari keluarga van Motman, dia membeli tanah di wilayah Darmaga sekitar tahun 1813, hingga ia menguasai tanah dan menjadi tuan tanah (landlord), pengusaha perkebunan di Bogor bagian barat, misalnya di daerah Semplak, Kedung Badak, Jasinga, Jambu, Nanggung, Bolang, Djasinga, Pondok Gedeh. Gerrit Willem Casimir van Motman meninggal dunia di Bogor
pada tahun 1821, perkebunan-perkebunan yang dia miliki diwariskan kepada anak-anaknya. Bersamaan dengan maraknya budidaya tanaman karet pada tahun 1890-an, maka keturunan dari van Motman juga mengusahakan perkebunan karet yang berada di Darmaga dan Jasinga. Anak pertama Gerrit Willem Casimir van Motman memperoleh tanah di daerah Jasinga, sedangkan anak keduanya yaitu Jacob Gerrit Theodoor
van Motman menjadi tuan tanah di wilayah Darmaga sejak 1816-1890 (Tim Penelitian 2010, mahandisyaonata.blogspot.com, diunduh 25 April 2014).
Ketika masa penguasaan Belanda berakhir, perkebunan karet menjadi milik pemerintah Republik Indonesia. Masa kemerdekaan tahun 1950-an perkebunan karet di Darmaga dan Jasinga, diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia (dinasionalisasi), lambat laun kemudian menjadi milik perusahaan perkebunan
swasta misalnya P.T. Perkebunan Cileles dan PT. Jasinga Estate.
Sumber :
POLA PEMUKIMAN KAWASAN PERKEBUNAN KARET MASA HINDIA BELANDA DI BOGOR Hal 51 - 53
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 32 No. 1, Juni 2014 : 1-76
SITUS GUNUNG DANGKA
Situs Gunung Dangka terletak di puncak Gunung Dangka, Kecamatan Cilangkahan. Bentuk batur punden dengan sebuah arca dan lingga semu (batu sirit) di atasnya. Batur punden tersebut merupakan sebuah kabuyutan yang dipercaya sebagai tempat ngahyang, tempat "jiwa menuju surga". Hutan Gunung Dangka merupakan "hutan tutupan" yang tidak boleh diolah dan terlarang bagi orang luar, untuk mencapai tempat ini harus menyebrangi sungai Ciberang kemudian melintasi hutan dan perbukitan dengan kemiringan yang cukup tajam. Lokasi situs Gunung Dangka, Rigg menyamakan bentuk bangunan itu dengan temuan sejenis di Pasific dan Madagaskar, hingga Situs Arca Domas (Leuwi Damar), Lebak Cibedug (Citorek), Kosala (Cipanas) dan Gunung Dangka (Cilangkahan) merupakan kabuyutan yang saling berkesinambungan.
Sumber : hendisuhendi2012.wordpress
Dok. Balai Arkeologi, Bandung 2005, Dokumentasi Tim Peneliti Sejarah Kab. Lebak 2006
LANDHUIS DJASINGA
Landhuis adalah rumah Landlord (tuan tanah) Belanda. Pertama kali dimiliki oleh Gerrit Willem Casimir van Motman, tuan tanah pertama pengusaha perkebunan teh dan kopi sejak tahun 1789. Pada tahun 1813, Motman membeli lahan sekaligus sebagai tuan tanah di Darmaga dan Jasinga. Sampai akhirnya pada tahun 1821, Motman meninggal di Darmaga dan dimakamkan di Jasinga. Tuan tanah ini mewariskan perkebunan yang sangat luas kepada dua anaknya; meliputi daerah sekitar Bogor, Darmaga, Jasinga, Rumpin, Jambu, Semplak, Cikandir, Kedung Badak, Pondok Gedeh dan lain lagi. Anak pertamanya memperoleh tanah di Jasinga, sedangkan yang kedua, Jacob Gerrit Tehodoor van Motman menjadi tuan tanah di Darmaga tahun 1816-1890.
https://mnaufalh.wordpress.com/2012/11/27/history-of-landhuis/
http://poestahadepok.blogspot.com/2019/09/sejarah-tangerang-35-sejarah-cigudeg.html
Bis Jurusan Jasinga - Bogor - Jakarta yang terkena tilang petugas DLLAJR karena mangkal mencari penumpang sembarangan
Sumber : Kompas, 23-01-1969 koleksi surat kabar lama Perpustakaan Nasional RI
PAMERAN DI BATAVIA JONATHAN RIGG MEMAMERKAN BATU KUBUR DARI JASINGA
Pada Tahun 1853, diadakan Grand Exhibition Of Batavia pada Tanggal 31 Oktober tahun itu. Pameran ini memamerkan berbagai hasil alam dan keunikan karya tangan benda-benda dari seluruh pelosok Hindia-Belanda dan merupakan pameran yang paling populer saat itu. Fungsinya yaitu untuk memutuskan produk produk mana saja yang layak dikembangkan dimasa depan, untuk penelitian-penelitian, untuk perkembangan perindustrian, mempelajari kerajinan dan alat alat pertanian dan sebagainya.
Satu satunya yang ditampilkan di pameran itu, dari Jasinga yaitu 4 batu kubur tua, yang dipotong dari jenis batu pasir yang berwarna gelap. Batu ini kenal dengan Batu Haruyang yang hanya bisa ditemukan di Kampung Muncang Jasinga. Batu kubur ini sangat populer pada masa itu bukan hanya di Jasinga saja, namun juga di wilayah sekitarnya terutama di Buitenzorg Estate.
Ringkasan ringkasan pameran dicetak dalam bahasa Belanda, Jawa, Mandarin dan Melayu. Pameran ini digagas oleh anggota Naturalist Assosiation of The Netherlands Indies yang dibentuk pada Tahun 1850.
Sumber : Grand Exhibition Of Batavia in 1853, Rigg
73 MANDALA ATAU KABUYUTAN DI TATAR SUNDA
Mungkin salah satunya ada di kota anda!
Kabuyutan atau Kamandalaan di tatar Sunda
Menurut Undang A Darsa, pada zaman sistem pemerintahan kerajaan, lembaga formal pendidikan atau pabrik orang-orang cerdas itu salah satunya adalah mandala. Dengan kata lain, salah satu pengertian mandala adalah lembaga formal pendidikan di Sunda pada masa sistem kerajaan. Dalam kronik lontar Sunda Kuno (abad XV-XVI Masehi) tercatat ada 73 mandala di Tatar Sunda, dari Ujung Kulon sampai batas Timur Kerajaan Sunda, Cipamali.[3]
Inilah Mandala-mandala (Lembaga Pusat Pendidikan Formal pada masa Sistem Pemerintahan Kerajaan) di wilayah Kerajaan Sunda yang tercatat dalam salah satu naskah kuno. Mari kita ditelusuri jejak-jejaknya.
Mandala Gunung Kidul,
Mandala Hujung Kulon, BANTEN
Mandala Purwalingga, PURBALINGGA
Mandala Agrabinta, CIANJUR SELATAN
Mandala Purwanagara,
Mandala Bhumi Sagandu,
Mandala Sabhara,
Mandala Nusa Sabay,
Mandala Cupunagara, SUBANG
Mandala Paladu,
Mandala Kosala, LEBAK BANTEN
Mandala Rajalegon,
Mandala Indraprahasta, CIREBON GIRANG
Mandala Manukrawa,
Mandala Malabar,
Mandala Sindangjero,
Mandala Purwakreta,
Mandala Wanagiri, Palimanan, CIREBON
Mandala Rajadesa, CIAMIS
Mandala Purwagaluh,
Mandala Cangkuang, GARUT
Mandala Sagara Kidul, SUKABUMI
Mandala Kubanggiri,
Mandala Cupugiri, SUBANG
Mandala Alengka,
Mandala Manikprawata,
Mandala Salakagading,
Mandala Pasirbatang, PURWOKERTO
Mandala Bitunggiri, Talaga MAJALENGKA
Mandala Tanjungkalapa,
Mandala Sumurwangi, UJUNG KULON
Mandala Kalapagirang,
Mandala Kalapalarang,
Mandala Tanjung Camara,
Mandala Sagarapasir,
Mandala Rangkas,
Mandala Puradalem,
Mandala Linggadewata,
Mandala Wanadatar
Mandala Wanajati,
Mandala Jatiageung,
Mandala Komandan Abdiraja,
Mandala Sundapura, BEKASI
Mandala Rajatapura,
Mandala Kalapadua,
Mandala Pasirmuara, CIAMPEA BOGOR
Mandala Purwagading,
Mandala Muarajati, CIREBON
Mandala Pasirsagara, BEKASI
Mandala Raksapura,
Mandala Jasinga, JASINGA BOGOR
Mandala Raja Purnawijaya Pradesa,
Mandala Sumurwangi, UJUNG KULON
Mandala Tejakalapa,
Mandala Girilarang,
Mandala Mandalaherang,
Mandala Kalapajajar,
Mandala Cibinong,
Mandala Sundapasir,
Mandala Sunda Sambawa, RANCAMAYA BOGOR
Mandala Kandangwesi, Garut
Mandala Pasirluhur,
Mandala Wahanten Girang,
Mandala Parajati,
Mandala Singhapura, CIREBON
Mandala Wanakusumah,
Mandala Salakadomas, PULASARI BANTEN
Mandala Cirebon Larang, KOTA CIREBON
Mandala Purwa Talaga, Talaga, MAJALENGKA
Mandala Jayagiri,
Mandala Sindangkasih, MAJALENGKA
Mandala Purwa Sanggarung, dan
Mandala Jatianom, BREBES
Mandala Sindangwangi,Majalengka
Sumber : ^ "Dr. Drs. Undang Ahmad Darsa, M.Hum., "Local Wisdom Tidak Begitu Bermanfaat Tanpa Local Genius" - Universitas Padjadjaran". Universitas Padjadjaran. Diakses tanggal 2018-03-21.
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Kabuyutan
KITAB SWAWARCINTA
TEMPAT PATAPAAN
KABUYUTAN JASINGA
Dalam Kitab Naskah Sunda Kuno (NSK) Sanghyang Swawarcinta yang tersimpan di Kabuyutan yang disucikan yaitu, Kabuyutan Ciburuy dan Kabuyutan Koleang, Jasinga Bogor, bahwa tempat pertapaan di Jamburaya yang namanya Puncak Niskala yang sekelilingnya dipagari batu, ditaburi manik asra yang disadur dengan emas. Terlihat gemerlap warna warni dari kejauhan.
Terdapat bunga-bungaan yang beraneka ragam seperti bunga Kusuma, hanjuang merah, hanjuang putih, hanjuang lungsir, kayu puring, mandakaki, jambu Danti, Wera tumpang, bunga tanjung, jelag, mayara padat, bunga Widuri, seruni Keling, delima, teratai, Puspa Lembang, Puspa gading, melati, dongdoman dan lainnya.
Bunga yang harum dijadikan hiasan untuk ikat kepala, bunga yang wangi diselipkan diantara daun telinga dan rambut.
Batur ta di jamburaya,
ngarann(a) punycak niskala,
dibalay[a] sakuli(li)ngna,
diawuran (ma)nik a[s]sra,
dibaur deung adur omas,
diselang disegé sipat,
ditilik ti kajauhan,
caré(n)tam heuleut-heuleutna.
Tajurna sarba kusumah,
kusumah ngaraning kembang,
handong bang deung ha(n)dong putih,
handong lungsir kayu puri(ng),
mandakaki jambu danti,
wéra tumpang wéra lancar,
kembang bulan kembang tanjung,
jelag deung manyara parat,
tatali sekar widuri,
taloki saru(ni) keling,
dalima[n] sekar pupungon,
pacar deung kembang damaka,
taraté deung maya soré,
beureum kembang reumbeuy-reu(m)beuy,
siyang kembang puspa lémbang,
deungeun kembang puspa gading,malati kembang dongdoman, kembang tu(n)ju(ng) bungawari, kembang susun kembang menur, kembang ngapaladarah, kembang ta hanteu nu rampés,
kucawali héngan hiji,
panugrahan ti niskala,
sangkan waya ka sakala,
pangwastu ka sang prabu,
utama di karajaan,
lamunna dipaké
ngawastu raga sarira,
nu ruum dipicucu(n)duk,
nu wangi dipisusumping,
nu malahar dipiburat,
kembang haneut dipipeureuh, nu rampés dipicacané
Sumber : NSK Swawarcinta teks dan terjemahan
Carita pantun atau pun pantun
mantra juga dibacakan oleh juru pantun dengan menggunakan angklung, seperti
dalam sebuah upacara penghormatan kepada padi atau Dewi Sri Pohaci, semisal
pantun Langga Sari Tua. Sedangkan dua carita pantun yang dianggap sakral
adalah carita pantun Lutung Kasarung dan carita pantun Ciung Wanara, di
mana Urang Baduy menganggap dua carita pantun tersebut berkaitan dengan
ilmu-ilmu khusus, dan mereka lebih mengenal carita pantun Lutung Kasarung
tersebut sebagai Lakon Paksikeling, semisal yang berbunyi berikut:
Japun! Awaking kiwari // Deuk make pasang pasaduan, // Pasaduan guru.
Ahung! // Pak sampun! // Majar ahung tujuh b***n // Ahung deui, ahung deui!
// Ahung manglunga, // Ahung manglingeu, // Ahung mangdegdeg, // Ahung
manglindu. // Paksi kangkayang // Basaning angka, // Hayam beureum putih
kukang, // Anjing belang sina tawe, // Mapay paksi ka hilirkeun, // Rempuh
bayu ti galunggung, // Mapag bala ti Jasinga, // Sasakala Indra Baya. //
Ambuing sira mangumbang, // Bapaing terus mangambung, // Pangjungjungkeun,
// Panglawungkeun // Sora awaking. // Ka luhur ka nu di manggung, // Ka nu
wenang mucuk ngibun, // Ka atina sukma langlaung, // Gurit leungit cakra
mega, // Wekas tuang ka hineban, // Korejat milepas manten. // Reuwas
teuing ku impian, // Ngimpi ngadu picis di langit, // Totolan di
awang-awang, // Ditujah tuang tilepan, // Diwaca henteu kawaca, // Taya
panca aksarana. // Tujahkeun // Ka lautna, // Ka harusna, // Ka sagara
leuleuy, // Ka sagara ireng, // Ka sagara lolopangan.
Sumber : [email protected]/msg31998.html" rel="ugc" target="_blank">https://www.mail-archive.com/[email protected]/msg31998.html
Mang Ayus Bilik Jasinga Sosialisasikan Karinding ke TEAMLO Band
- Festifal Budaya 2023, Puncak Bogor (20/8/2023)
Performance Karinding Bilik Jasinga dalam acara Festival Budaya 2023 yang diselenggarakan Disbudpar Kab Bogor di Landasan Paralayang Cisarua Puncak Bogor (20/8/2023)
Sampurasun Baraya sadayana, mumpung masih suasana Indonesia Merdeka, admin rek nunjukeun foto Kawedanaan Jasinga basa Harita. Suganan Bae Aya NU merhatikeun tuluy dilestarikeun. Wilujeung wayah kieu Baraya sadayana ... 🙏🇲🇨🇲🇨 Merdeka
BATARA JASINGA
Menurut kosmogoni Kanekes/Baduy, bumi ini semula berwujud kental dan bening (Sunda:ngenclong). Pada suatu titik mulailah mengeras sebesar sayap nyamuk. Setelah itu menyusul bagian bagian yang lain mengeras p**a. Titik awal bumi mulai mengeras itulah yang disebut masyarakat Baduy Sasaka Pusaka Buana. Nama yang lazim digunakan oleh mereka adalah Arca Domas atau Pada Ageung. Menurut mitologinya ditempat itu p**a diturunkan 7 orang Batara oleh NU Ngersakeun (Yang Maha Kuasa), yang kelak keturunannya akan memerintah di 7 daerah, yaitu di Parahyangan, Karang, Jampang, Sajira (Tangerang), Jasinga, Bombang dan Banten.
Sumber : Studi Tentang Religi Masyarakat Baduy Di Desa Kanekes Prov. Banten 2007
RIWAYAT HIDUP R. IPIK GANDAMANA (BUPATI KABUPATEN BOGOR PERTAMA) DI JASINGA
Pada tahun 1946 R. Ipik Gandamana diangkat menjadi Patih Bogor, saat itu wilayah Bogor dalam kondisi mencekam, menegangkan karena kemarahan pihak sekutu terhadap maraknya pembentukan pasukan-pasukan dari rakyat Indonesia.
Tidak banyak yang mengetahui siapa sebenarnya orang nomor satu di kabupaten Bogor pada saat itu hingga ia menjadi Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah R.I.
Dalam sebuah buku Mimbar Penerangan Tahun 1959 R. Ipik Gandamana tercantum sebagai Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah kabinet kerja Presiden R.I. pertama, juga tercantum Kepala Kepolisian Negara, R.H. Soekanto Tjokrodiatmojo yang kita kenal dia lahir di Jasinga yang mana pada saat itu ayahnya menjabat sebagai Wakil Wedana Jasinga.
R. IIpik Gandamana lahir di Karawang pada Tanggal 30 November 1906, pendidikan E.L.S. MULO, 1 tahun dan OSVIA A dan B. Pengalamannya sejak 16 Agustus 1926, didunia kepamongprajaan. Mula mula sebagai Aib pada kantor A.R. di Bogor. Kemudian M.P. di Cikijing dan Liangjulang (Majalengka). Selanjutnya Mentri kabupaten di Jakarta, lalu adjun sekertaris dan sekertaris II di kantor kabupaten Ciamis, Sumedang dan Tasikmalaya.
Zaman pendudukan Jepang diangkat menjadi camat Cibeureum (Tasikmalaya). Pada permulaan revolusi menjadi Wedana di Ujungberung Bandung, kemudian diangkat menjadi Patih Bogor.
Waktu Clash I dijadikan Belanda sebagai "Onguustig element" dan diusir ke daerah pedalaman. Membentuk kembali pemerintahan kabupaten Bogor R.I. yang berkedudukan di Jasinga. Setelahnya diangkat menjadi Bupati Bogor R.I.
Waktu Clash II berpindah kedudukan ke desa Malasari Leuwiliang, untuk kemudian ditetapkan jadi kepala staf sipil dari K.D.M (Komando Distrik Militer R.I.) yang bertempat di Cigunung Sukabumi.
Setelah pengakuan kedaulatan menjadi residen Bogor. Pada Tahun 1951, dipindahkan menjadi Residen Priangan di Bandung dan pada Tanggal 1 Juli 1957 diangkat menjadi gubernur provinsi Jawa Barat.
Untuk pengalamannya di partai, menjadi pengurus "Jong Java", setelah masuk ke dunia kepamongprajaan pengurus Aib dan P.P.B.B (serikat pekerja pamongpraja).
Beliau juga menerbitkan buku buku diantaranya "Tugas Melawat Ke Negeri Dollar" berisi catatan-catatan tentang Ketata negaraan dan tata usaha pemerintahan di Amerika Serikat. Beliau memiliki 4 anak dan pada Tanggal 10 Juli 1959 dia dilantik sebagai Mentri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
Sumber : Mimbar Priangan 1959
DEMANG KAWEDANAAN DJASINGA
Pada Tahun 1819, Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan Staatsblad Nomor 16 Tahun 1819 membentuk 20 residentie atau keresidenan di Pulau Jawa. Keresidenan ini ruang lingkupnya terbagi menjadi regentschap atau kabupaten, yang kembali menjadi distrik atau kawedanaan (ini yang sekarang menjadi kecamatan).
Kabupaten Bogor meliputi Kawedanaan Buitenzorg, Kawedanaan Cibinong, Kawedanaan Parung, Kawedanaan Jonggol, Kawedanaan Jasinga, dan Kawedanaan Leuwiliang.
Pendopo Kawedanaan Jasinga dibangun pada Tahun 1911 dan direnovasi pada Tahun 1972 dipakai sebagai kantor pemerintahan darurat Kabupaten Bogor pada 20 Desember 1948 oleh Bupati Bogor yaitu Ipik Gandamana sebelum berpindah ke Desa Malasari, Kecamatan Nanggung.
Kawedanaan Jasinga meliputi Kecamatan Cigudeg, Kecamatan Tenjo, Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Nanggung, dan Kecamatan Sukajaya.
Beberapa pengangkatan Demang atau wedana oleh Hindia Belanda yang kami ketahui, yaitu :
Menjabat sekitar Tahun 1839, Demang Pati Jaga Sura
Pada Tahun 1847, Demang Raden Padma Widjaja
Pada Tahun 1851, Demang Raden Nata Wireja
Pada 26 Agustus 1857, Demang Raden Nata Widjaja
Pada 4 Juli 1880, Demang Mas Djassiman
Menjabat sekitar Tahun 1888, Demang Raden Kartanegara
Pada 07 Desember 1901, Demang Raden Soeria Nata Madenda
Pada 1 Mei 1908, Demang Raden Soeta Dilaga
Pada 27 Juli 1910, Demang Mas Karto Dimedjo
Pada 22 November 1915, Demang Mas Winatapoera
Pada 26 Maret 1927, Demang Mas Soeta Disastra
Pada 16 Juni 1937, Demang Raden Mas Panji Soemitro Ario Dinoto
Sumber :
Wikipedia
1908, Kronik Kebangkitan Indonesia
Gewestelijk Bestuur
Almanak Voor Nedelandsch, Indie 1941
Almanak 1847
Dutch East Indies
Almanak Van Nedelandsch 1870
Almanak Voor Nedelandsch - Indies 1881
PERLAWANAN KIAI TAPA, RATU BAGUS BUANG DAN RATU SITI TERHADAP KOMPENI
Pada masa pemerintahan Sultan Arifin (1750) timbul kerusuhan dan perlawanan terhadap Belanda, karena dianggap berbahaya, Belanda mengangkat Pangeran Gusti sebagai pengganti Sultan Haji. Tetapi langkah itu tidak membuat keadaan mereda, bahkan bertambah rusuh. Kiai Tapa (Penghulu Agung Mustofa) dan Tubagus Buang (Ratu Bagus Burham) yang didukung kaum ulama dan rakyat bersatu melakukan perlawanan dan pengacauan di daerah Jasinga dan Priangan.
Sebelumnya, Tahun 1735 Sultan Syifa Zainu Al Arifin ditangkap dan dibuang kompeni ke Ambon, setelah membantu Ratu Siti bersama Kiai Tapa atau Penghulu Agung Mustofa.
Perlawanan Kiai Tapa semakin bertambah besar ketika Ratu Siti (Seorang istri Sultan yang diasingkan), dan Ratu Bagus Buang (Putra dari Panembahan Pangeran Putra yang mengungsi ke Batavia) bergabung. Rakyat percaya bahwa dia belum meninggal dan memimpin pemberontakan, sehingga menambah semangat pemberontakan untuk memobilisasi kekuatan kaum perlawanan. Ratu Bagus Buang diangkat sebagai Sultan dengan gelar Sultan Ahmad Adil dan kawin dengan Ratu Siti guna memperkuat legitimasinya atas tahta Banten, untuk memperlemah kedudukan Belanda, Kiai Tapa merusak penggilingan-penggilingan milik Belanda.
Melihat posisi pemberontak semakin mantap, VOC melakukan serangan besar-besaran, sehingga perlawanan terpaksa mundur. Pertahanan mereka satu persatu jatuh ke tangan VOC (Juli 1751), akhirnya pasukan Kiai Tapa bertahan di Gunung Karang. Dalam pertempuran di Cibodas pada Tanggal 17 Agustus 1751 barisan pemberontak mengalami kekalahan besar, sedangkan Kiai Tapa berhasil menyelamatkan diri ke Selatan.
Pada akhir Tahun 1751, keadaan pemberontak semakin lemah, lebih lebih setelah Raden Bagus Buang menyerah karena sakit.
Sumber :
Wajah Pariwisata Jawa Barat 1986
Catatan Kepahlawanan Yang Anti Kolonial Nan Tak Kunjung Padam 1994
Perjuangan Rakyat Banten Menuju Provinsi 2001
Sejarah Indonesia Madya Abad XVI - XIX 2006
BIOGRAFI JONATHAN RIGG 1809-1871 #5:
Sejumlah Tulisan di Jurnal Ilmiah
Jonathan Rigg memiliki banyak minat. Ia menulis sepuluh artikel berkaitan dengan geologi, perjalanan, etnografi, epigrafi, dan pameran dalam beragam jurnal ilmiah.
Tulisan pertama Jonathan Rigg bertajuk “Sketch of the Geology of Jasinga” (VBG XVII, 1839), dengan titimangsa Jasinga, 27 November 1837. Tulisan tersebut berkaitan dengan kegeologian Jasinga. Mula-mula, Jonathan memberikan latar belakang penyelidikannya, yakni laporan Mr. Horner yang menemukan granit di sepanjang Sungai Cimadur dan Ciara, selatan Banten (“The report, that Mr. HORNER had, early in 1836, discovered Granite in the rivers Chimadur and Chiara, on the South coast of Bantam, suggested the idea, that that rock might also exist among the defiles of the mountains, South of Jasinga, notwithstanding that the Gunung Kendang intervenes and rises to the height of at least 5,000 feet above the Sea”).
Oleh karena itu, pada 16 Juli 1837, Jonathan Rigg tertarik untuk menemukan situs granit. Ia mulai menelusuri Kampung Cisusu, di barat daya Gunung Gede, lalu menjejaki ke arah hulu Sungai Cimangeunteung hingga ke hulu Sungai Cisarua, yang mengalir ke samping Gunung Gede. Lalu ke Cirempag.
Bahkan di dekat Kampung Muncang, ia menemukan dua taring (fosil) hewan bergenus Sus, tetapi bukan dari jenis babi hutan yang saat itu ada di hutan (“In these lower black strata, near Kampong Munchang, were discovered two tusks appearing to belong to some animal of the genus Sus, but too fine for any of the swine tribe, now existing in the forests”).
Sumber Atep Kurnia
Baca selengkapnya di :
https://bandungbergerak.id/article/detail/15105/biografi-jonathan-rigg-1809-1871-5-sejumlah-tulisan-di-jurnal-ilmiah
PUNDEN BERUNDAK DI GUNUNG GEDE JASINGA PANGRADIN
Punden berundak atau teras berundak adalah struktur tata ruang bangunan yang berupa teras atau trap berganda yang mengarah pada satu titik dengan tiap teras semakin tinggi posisinya. Struktur ini kerap ditemukan pada situs kepurbakalaan di Nusantara, sehingga dianggap sebagai salah satu ciri kebudayaan asli Nusantara.
Pada saat Brumund melakukan penelitian peninggalan megalit di Gunung Padang, Cianjur pada Tahun 1868, pada tahun yang sama dia juga menemukan punden berundak di Jasinga yaitu di sekitar Gunung Gede Jasinga Bogor (tidak disebutkan secara rinci letak punden itu), yang sekarang bernama Gunung Pangradin.
Pada abad ke-19 Masehi, penelitian tentang megalitik di Jawa Barat telah dilakukan dalam cakupan yang lebih luas lagi, dengan melakukan deskripsi dan klarifikasi untuk mengetahui latar belakang sejarah di Banten, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Kuningan, Bandung, Garut, Majalengka, Subang, Purwakarta dan Ciamis. Disebutkan juga bahwa telah dilakukan penelitian mengenai punden berundak di Sajira, punden berundak di Lebak, punden berundak di Gunung Salak dan juga penemuan arca megalit di Tenjo (1894), dan penemuan dolmen di Galuga (1905).
Sumber : Truman Simajuntak
Naskah Sunda Kuno
Di Kabuyutan Koleang Jasinga
Dari Kabuyutan Koleang antara lain ditemukan NSK Kropak 1095 (Langgeng Jati), 1097 (Carita Jati Mula), 1099 (Pakéeun Raga), 1101 (Sasana Sang Pandita), 1102 (Para Putera Rama dan Rahwana), 1103 (Serat Jati Niskala), 1104 (Primbon), jeung Kropak 105. Ti Cisanti, Bandung, aya Kropak 620 (Tutur Bwana), 621 (Sanghyang Sasana Maha), 622 (Warugan Lemah), 623 (Bimaswarga), 624 (Sanghyang Siksa Kandang Karesian), 625 (Sri Ajnyana), dan Kropak 626 (Sanghyang Swawar Cinta).
Click here to claim your Sponsored Listing.
Videos (show all)
Category
Contact the organization
Address
Bogor
16670
Jalan Riau II No 3, Kelurahan Baranang Siang, Kecamatan Bogor Timur, Kota Madya Bogor
Bogor
PMKRI merupakan organisasi kemasyarakatan mahasiswa yang orientasi seluruh kegiatannya disemangati k
Bogor
Wadah bagi upaya Mewujudkan Mimpi-Mimpi Warga tentang Sungai Ciliwung. Mimpi akan sungai yang indah, berair bening dan sejuk. Dihias rindang pepohonan dan pokok bambu di tepiannya....
Bogor
Please contact me, if somebody needs KEBAYA, MAKE UP ARTIST, WEDDING ORGANIZER, for your WEDDING DAY, or ANOTHERS EVENT... HOUSE of KEBAYA by Nataliayaya. ( MADE TO ORDER ONLY & UN...
Perumahan Muslim Bukit Azzikra Sentul, Sentul Selatan
Bogor, 16810
"Agenda Rutin":#Ahad I: ZIKIR AKBAR brsm Ustadz Arifin Ilham (jam 7 -10 pagi)#Ahad Ke 2, 4 dan 5:TAUSIYAH SHUBUH#Kamis ke-2: Pengajian Muslimah#Setiap malam ahad:QIYAMULLAIL BERJAM...
Villa Ciomas Indah Lingk. Rasamala. Rafael Ciomas
Bogor
Kami anak-anak Misioner Kami sobat-sobat Tuhan Yesus Berdoa Berderma itulah hidupku Berkorban kesaksian so pasti.. Ayolah kawan kita bersama mailah membangun dunia baru..
Jalan Pahlawan Gang Mesjid Karang Asem Timur RT/RW 01/04 Citeureup
Bogor, 16810
Berdiri sejak 1998 di Citeureup Bogor bergerak di bidang Da'wah, Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan
Komp. Baranangsiang III Blok A No. 1
Bogor, 16144
AAC INDONESIA The First Indonesian Superhero Cosplay Team
Jln. Pahlawan
Bogor, 16132
Kekuatan Hukum2 Tuhan bukan terletak pada kemampuan kita untuk mentaatinya, tapi ada dibalik kebenaran "Mengapa kita tidak mentaatinya? krn kita selalu ingin menguasaiNya"
Jalan Meranti, Kampus IPB Darmaga
Bogor, 16680
Merupakan website resmi departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Semua orang dapat mengakses situs i
Bogor
Bogor, 13240
Born 21 April! follow on twitter @Sboztwo214 | More info: CP: 5AEEE29A ✅