Tanya jawab islami.
halaman ini membahas masalah hukum² agama islam
Menanggapi statement yang sedang hangat-hangatnya saat ini. Seseorang yang dikenal dengan TGH. Mizan Qudsiah, Lc, MA. Terkait pernyataan beliau yang mengharamkan wisata religi ke kuburan dengan landasan hadis:
لا تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد، المسجد الحرام ومسجدي هذا والمسجد الأقصى
"Janganlah kalian melakukan perjalanan berat, kecuali untuk ke 3 masjid: Masjid Haram (Makkah), Masjid ini (Nabawy Madinah) dan Masjid Aqsha (Palestina)."
Di sini saya tidak akan singgung masalah ujaran beliau yang diselisih pahami lantaran videonya di cut. Konstentrasi saya lebih kepada beberapa point khusus dalam kajian beliau utamanya landasan beliau yang mengharamkan kegiatan wisata religi ziarah kubur dengan hadis di atas.
Pertama, perlu diketahui bahwa interpretasi atau tafsiran dari para ulama dalam memahami sisi tekstual hadis ini beragam. Tetapi pendapat yang shahih sebagaimana yang dikemukakan oleh Al Imam Ibnu Hajar al Asqalani di dalam karangan fenomenal beliau berjudul Fathul Bari pada kitab fadlisshalati fi masjidi makkata wal madinah pada bab fadlisshalati fi masjidi makkata wal madinah menyatakan:
والصحيح عند إمام الحرمين وغيره من الشافعية أنه لا يحرم وأجابوا عن الحديث بأجوبة منها أن المراد أن الفضيلة التامة إنما هي في شد الرحال إلى هذه المساجد بخلاف غيرها
"Dan pendapat yang shahih adalah menurut imam Haramain dan selain beliau dari kalangan ulama' Syafi'iyah bahwa melakukan perjalanan ke selain masjid yang 3 tidak di haramkan. Mereka menjawab tentang hadis tersebut dengan beberapa jawaban. Di antaranya bahwa maksud hadis ini adalah bahwa fadhilah yang sempurna terletak pada melakukan perjalanan ke masjid-masjid ini berbeda halnya dengan masjid selainnya." (Baca: Imam Ibnu Hajar al Asqalani, Fathul Bary, juz 2, hal. 75)
Artinya dari sisi kontekstual hadis ini tengah membicarakan keutamaan melakukan perjalanan ke masjid yang 3 ini dalam artian masjid yang lain bukannya tidak boleh hanya saja tidak lebih utama.
Ini juga dapat dibuktikan dari hadis riwayat Imam Ahmad dengan teks:
لا ينبغي للمصلي أن يشد رحاله إلى مسجد تبتغى فيه الصلاة غير المسجد الحرام والمسجد الأقصى ومسجدي
Pada intinya beliau menggunakan kalimat "لا ينبغي للمصلي" (tidak seharusnya bagi orang yang shalat). Yang dikomentari oleh Imam Ibnu Hajar Al Haitami dengan:
وهو لفظ ظاهر في غير تحريم
"Ia adalah lafaz yang zahirnya menunjukkan arti tidak mengharamkan"
Kedua, hadis tersebut membicarakan tentang mengunjungi masjid dan menganalogikan perjalanan ke masjid dengan ziarah kubur kurang tepat. Dalam kitab Al-'Arfus Syazy karangan Syaikh Mahmud Syakir menyatakan:
أن المراد حكم المساجد فقط وأنه لا تشد الرِّحال إلى مسجد من المساجد للصلاة فيه غير هذه الثلاثة، وأما قصد غير المساجد لزيارة صالح، أو قريب، أو طلب علم، أو تجارة، أو نزهة؛ فلا يدخل في النهي
"Bahwa maksudnya adalah hukum masjid-masjid saja, bahwasanya tidak boleh melakukan perjalanan ke masjid dari beberapa masjid untuk melakukan shalat padanya selain masjid yang 3. Dan adapun menuju selain masjid-masjid tersebut untuk ziarah kepada orang shalih, kerabat, atau untuk menuntut ilmu, untuk niaga, maka tidak termasuk dalam larangan." (Baca: Syaikh Mahmud Syakir, al Arfussyazy, juz 1, hal. 382)
Ketiga, menyatakan bahwa kita ke kubur Selaparang, Loang Balok, dll. termasuk dalam istilah "تشد الرحال" juga kurang tepat. Terlebih bagi kita masyarakat lombok yang terhitung dekat. Andaikata yang dekat juga termasuk dalam istilah ini, maka secara otomatis para sahabat akan dilarang untuk melakukan perjalanan ke Masjid Quba' guna mengejar pahala shalat yang setara dengan Umrah. Kenyataannya justru dianjurkan. Dalam hadis dijelaskan:
من أتى مسجد قباء وصلى فيه كان كأجر العمرة
"Barang siapa mendatangi Masjid Quba' dan shalat padanya, maka pahalanya seperti melakukan umrah."
Keempat, terkait dengan hukum menziarahi kubur para wali, membicarakannya kita akan masuk kepada ranah perdebatan yang menjadi polemik sampai sekarang antara kaum yang dikenal dengan Ahlussunah wal Jama'ah dan Wahaby (atau sekarang mereka menyebut diri mereka dengan salafi). Dan untuk hukumnya amat panjang untuk di bahas di sini.
Sekelumit motivasi dari Syaikh Ibn Haj Al Maliki untuk menziarahi makam orang yang kita kenal shalih:
إن زيارة قبور الصالحين محبوبة لأجل التبرك مع الاعتبار فإن بركة الصالحين جارية بعد مماتهم كما كانت في حياتهم
"Bahwa menziarahi kuburan orang-orang shalih hukumnya bagus untuk memeperoleh berkah dan pelajaran. Karena sesungguhnya barokah orang shalih tetap mengalir setelah mereka mati sebagaimana barokah tersebut ada ketika mereka masih hidup." (Baca: Syaijh Ibn Haj al Maliki, al Madkhal, juz 1, hal. 255).
Wallahu a'lam bisshawab
Link video lengkap beliau https://www.facebook.com/MizanQudsyiah/videos/843426563129583/
Ustadz abdul somad
LIMA MALAM DO'A CEPAT TERKABUL
https://youtu.be/ev__XkNUF6k
Ada lima malam dimana do'a cepat terkabulkan ngaji channel SN
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته..
SEKEDAR MENJADI MOTIVASI AGAR LEBIH BERSEMANGAT DALAM BERIBADAH
DAN SUPAYA WUDHU KITA TIDAK DILAKUKAN DENGAN TEGESA-GESA SEHINGGA MELUPAKAN SUNAH-SUNAHNYA
Wudhu merupakan salah satu ibadah yang wajib dilakukan bagi seseorang yang hendak melaksanakan shalat, thawaf, maupun menyentuh mushaf Al-Qur’an. Di dalam kitab Lubbabul Hadis bab keenam, imam As-Suyuthi (w. 911) menuliskan sepuluh hadis tentang fadhilah atau keutamaan wudhu yang perlu kita perhatikan sebagaimana berikut.
Hadis Pertama:
قال النبي صلى الله عليه وسلم: {مَنْ تَوَضَّأ لِلصَّلاَةِ فَأحْسَنَ الْوُضُوْءَ، ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ فَإنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أمُّهُ}.
Nabi saw. bersabda, “Siapa yang berwudhu untuk shalat, lalu ia memperbaiki wudhunya (dengan memperhatikan syarat, fardhu, dan adabnya), kemudian ia melaksanakan shalat, maka ia akan keluar dari kesalahannya seperti hari dimana ia dilahirkan ibunya.” Imam Nawawi Al-Bantani di dalam kitab Tanqihul Qaul Al-Hatsits ketika mensyarahi hadis tersebut kelihatannya belum menemukan hadis tersebut berada di kitab apa dan siapa periwayatnya. Penulis juga belum menemukannya setelah melacaknya. Hanya saja imam Nawawi tetap memberikan syarahnya dengan menerangkan bahwa maksud kesalahan-kesalahan yang diampuni dalam hadis tersebut adalah dosa-dosa yang kecil saja.
Hadis Kedua:
وقال النبي صلى الله عليه وسلم: {مَنْ تَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ وَصَلَّى كَفَّرَ اللهُ ذُنُوْبَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلاَةِ الْأْخْرَى الَّتِيْ تَلِيْهَا}.
Nabi saw. bersabda, “Siapa yang berwudhu untuk shalat dan melaksanakan shalat, maka Allah akan melebur dosa-dosanya (yang kecil) antara shalat itu dengan shalat yang lainnya.” Sama halnya dengan hadis pertama, imam Nawawi pun juga kelihatannya tidak menemukan perawi hadis tersebut.
Hadis Ketiga:
وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ نَامَ عَلَى وُضُوْءٍ فَأَدْرَكَهُ الْمَوْتُ فِيْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ فَهُوَ عِنْدَ اللهِ شَهِيْدٌ}.
Nabi saw. bersabda, “Siapa yang tidur dalam keadaan berwudhu, lalu kematian menemuinya di malam itu, maka ia termasuk syahid di sisi Allah.” Imam Nawawi di dalam kitab Tanqihul Qaul pun juga belum dapat melacak keberadaan sanad hadis ini.
Hadis Keempat:
وقال صلى الله عليه وسلم: {النَّائِمُ الطَّاهِرُ كَالصَّائِمِ الْقَائِمِ}
Nabi saw. bersabda, “Orang yang tidur dalam keadaan suci maka ia seperti orang yang berpuasa yang melaksanakan shalat malam (dalam hal mendapatkan pahala, meskipun berbeda kadarnya).” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Al-Hakim At-Tirmidzi dari shahabat Umar bin Harits dengan sanad yang dhaif.
Hadis Kelima:
وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ تَوَضَّأَ عَلَى طُهْرٍ كُتِبَ لَهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ}.
Nabi saw. bersabda, “Siapa yang berwudhu dalam keadaan masih suci, maka ditulis baginya sepuluh kebaikan.” Hadis in diriwayatkan oleh imam Abu Daud, imam At-Tirmidzi, dan imam Ibnu Majah dari shahabat Ibnu Umar. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa sanadnya dhaif. Imam Nawawi Al-Bantani menjelaskan bahwa maksud dari berwudhu masih dalam keadaan bersuci adalah tajdidul wudhu’ atau memperbarui wudhu. Yakni seseorang yang telah berwudhu kemudian shalat fardhu atau sunnah dengan wudhunya belum batal, kemudian ketika ia akan melaksanakan shalat ia berwudhu lagi. Berbeda jika ia masih suci, namun ia belum melaksanakan shalat (untuk wudhunya tadi), lalu datang waktu shalat, maka ia tidak disunnahkan untuk memperbarui wudhunya.
Hadis Keenam:
وقال صلى الله عليه وسلم: {لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوْءَ لَهُ، وَلاَ وُضُوْءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ}
Nabi saw. bersabda, “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak memiliki wudhu, dan tidak sempurna wudhunya bagi orang yang tidak menyebut nama Allah atasnya.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad, imam Abu Daud, imam Ibnu Majah, dan imam Al-Hakim dari shahabat Abu Hurairah. Dan diriwayatkan oleh imam Ibnu Majah dari shahabat Sa’id bin Zaid.
Hadis Ketujuh:
وقال صلى الله عليه وسلم: {الوُضُوْءُ شَطْرُ الإِيْمَانِ}
Nabi saw. bersabda, “Wudhu adalah bagian dari iman.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ibnu Abi Syaibah dari shahabat Hassan bin ‘Athiyyah. Imam Nawawi Al-Bantani di dalam kitab Tanqihul Qaul Al-Hatsits menjelaskan bahwa terdapat riwayat lain menggunakan redaksi “At-Thuhuru syathrul iman” kesucian adalah bagian dari iman. Wudhu dan bersuci adalah bagian dari iman adalah disebabkan karena iman itu dapat menyucikan najis di dalam batin (hatinya manusia), sedangkan wudhu itu dapat menyucikan najis bagian dhahir/luar.
Hadis Kedelapan:
وقال صلى الله عليه وسلم: {صِبْغَةُ الْوُضُوْءِ مَرَّةٌ، فَمَنْ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ كَانَ لَهُ كِفْلاَنِ مِنَ الْأَجْرِ، وَمَنْ تَوَضَّأَ ثَلاَثاً فَهُوَ وُضُوْءُ الْأنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِيْ}
Nabi saw. bersabda, “Asal wudhu adalah sekali (basuhan), siapa yang berwudhu dua kali (basuhan) maka baginya dua kali lipat pahala, dan siapa yang berwudhu tiga kali (basuhan) maka itulah wudhunya para nabi sebelumku.” Sayangnya imam Nawawi di dalam kitab Tanqihul Qaul Al-Hatsits pun tidak menyebutkan riwayat sanad hadis tersebut (begitu p**a penulis belum menemukan takhrij hadis ini).
Hadis Kesembilan:
وقال صلى الله عليه وسلم: {لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ أحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ}
Nabi saw. bersabda, “Allah tidak akan menerima shalat salah satu dari kalian jika ia berhadas sampai ia berwudhu.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari, imam Muslim, imam Abu Daud, imam At-Tirmidzi, dan imam Ibnu Majah dari shahabat Abu Hurairah. Imam Nawawi Al-Bantani ketika mensyarahi hadis ini menjelaskan bahwa maksud tidak diterima adalah tidak sah karena pada dasarnya diterima (atau tidaknya suatu ibadah) merupakan suatu buah dari ketaatan. Jadi makna qabul/ diterima tersebut adalah makna majazi. Sedangkan makna qabul secara haqiqi adalah sebagaimana hadis “Man ataa ‘Arraafan lam tuqbal lahu shalatun/ siapa yang mendatangi paranormal/dukun, maka shalatnya tidak diterima.” Sehingga, meskipun ia (yang mendatangi dukun tersebut) shalatnya sudah memenuhi syarat, wajib, dan rukun shalat, namun karena ia s**a mendatangi dukun, maka shalatnya tidak akan diterima oleh Allah swt.
Hadis Kesepuluh:
وقَالَ صلى الله عليه وسلم: {الْوُضُوْءُ عَلَى الْوُضُوْءِ نُوْرٌ عَلَى نُوْرٍ}.
Nabi saw. bersabda, “Wudhu atas wudhu lainnya adalah cahaya atas cahaya lainnya.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Razin di dalam kitab Musnadnya. Maksud hadis ini adalah memperbarui wudhu termasuk kebaikan di atas kebaikan yang lainnya.
Setelah mengetahui ini semua masihkah kita tergesa² dalam berwudhu..???
Hukum Meminjam Karpet Masjid untuk Acara Pernikahan
Meminjam karpet, atau barang lainnya, untuk keperluan pribadi seperti acara nikahan, walimahan, dan lainnya, hukumnya tidak boleh. Bahkan sebagian ulama dengan tegas mengatakan bahwa meminjam karpet masjid untuk keperluan di luar masjid adalah haram meskipun sudah meminta izin pada pengurus masjid. Pengurus masjid hanya berhak menjaga barang-barang masjid, bukan meminjamkannya apalagi menjualnya.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Zainudin al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in berikut;
وَلاَ يَجُوْزُ اسْتِعْمَالُ حُصُرِ الْمَسْجِدِ وَلاَ فِرَاشِهِ فِيْ غَيْرِ فَرْشِهِ مُطْلَقًا سَوَاءٌ كَانَتْ لِحَاجَةٍ أَمْ لاَ
“Tidak boleh menggunakan alat-alat masjid dan karpet masjid di luar tempatnya secara mutlak, baik karena ada kebutuhan atau tidak.”
Di dalam kitab al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra disebutkan, bahwa menggelar karpet masjid di masjid lain juga tidak diperbolehkan, apalagi menggelarnya di acara pernikahan, walimahan yang dilakukan di luar masjid.
وَلاَ يَجُوزُ اسْتِعْمَالُ حُصُرِ الْمَسْجِدِ وَلاَ فِرَاشِهِ فِي غَيْرِ فَرْشِهِ مُطْلَقًا سَوَاءً أَكَانَ لِحَاجَةٍ أَمْ لاَ وَاسْتِعْمَالُهَا فِي اْلأَعْرَاسِ مِنْ أَقْبَحِ الْمُنْكَرَاتِ الَّتِيْ يَجِبُ عَلَى كُلِّ أَحَدٍ إِنْكَارُهَا وَقَدْ شَدَّدَ الْعُلَمَاءُ النَّكِيْرَ عَلَى مَنْ يَفْرِشُهَا بِاْلأَعْرَاسِ وَاْلأَفْرَاحِ وَقَالُوْا يَحْرُمُ فَرْشُهَا وَلَوْ فِيْ مَسْجِدٍ آخَرَ
“Tidak diperbolehkan menggunakan alat-alat masjid dan karpetnya di tempat selain tempatnya secara mutlak, baik karena ada kebutuhan atau tidak. Dan menggunakan karpet masjid di acara nikahan termasuk perbuatan yang sangat mungkar yang wajib diingkari oleh siapa pun. Bahkan ulama sangat mengingkari kepada orang yang menggelar karpet masjid di acara nikahan dan acara untuk senang-senang. Mereka berkata, ‘Haram menggelar karpet masjid di masjid yang lain.’”
Barang masjid, termasuk karpet, merupakan barang wakaf yang tidak boleh digunakan untuk keperluan di luar masjid. Karena itu, jika ada acara nikahan, atau tahlilan tapi di luar masjid, maka tidak menggunakan atau meminjam karpet masjid dan barang-barang lainnya.
والله أعلم
https://youtu.be/jbmYV2WH-5o
mari mengaji bersama
dosa zina bisa dihapus? dan hukum mengecat rambut by Bu yahya
bentuk surat izin umrah
السلام عليكم ورحمةالله وبراكاته
semoga kita semua selalu dlm bimbingan allah swt.
baiklah sahabatku yg dimuliakan Allah harapan saya dengan terbuatnya halaman ini mudah²an kita semua bisa saling membantu dlm memberikan bimbingan masalah hukum terutama hukum masalah agama islam...yg insyaallah kami siap membantu para sobat jika para sobat butuh bantuan..
oleh krna itu jikalau ada pertanyaan bisa lansung confirmasi ke halaman ini l..
insyaallah klu kami bisa kami akan lansung menjawabnya.....
sekian dulu semogak kita semua selalu sehat amiin ya robal alamin
Click here to claim your Sponsored Listing.
Videos (show all)
Website
Address
Jubail
Jubail, 35514
Overseas Pakistani Passport and NICOP online renewal. ہماری سروس سے آپ اپنا پاس?