GUSTI - Gerakan Ummat Sistem Transformasi Indonesia

Gerakan Ummat Sistem Transformasi Indonesia sebagai media pendidikan sosial-politik-ekonomi.

05/23/2024

WAISAK (Wisata Agung menuju Ilahi yang Sempurna dalam Agama Kebijaksanaan)

Dalam jalinan waktu yang lembut penuh warna, perayaan WAISAK bersinar bagai permata di hati umat Buddha di seluruh dunia. Seperti embun di pagi yang menerangi dedaunan, WAISAK memancarkan cahaya yang membimbing jiwa-jiwa yang mencari pencerahan. WAISAK sebagai "Wisata Agung menuju Ilahi yang Sempurna dalam Agama Kebijaksanaan" menjadi pelita yang menerangi jalan pemeluk Buddha menuju inti ajaran, seperti matahari menyapa cakrawala dengan hangatnya.

Siddharta Gautama, sang Buddha, dalam keheningan malam yang tenang, mengajarkan bahwa jalan menuju pencerahan terletak pada kebijaksanaan, meditasi, dan etika. WAISAK yang merangkum kelahiran, pencerahan, dan parinirvana Buddha, adalah cerminan dari ajaran yang mendalam. Setiap langkah dalam perjalanan itu, seperti jejak kaki di pasir, membawa mereka lebih dekat pada kedamaian batin dan pemahaman yang hakiki tentnag kehidupan.

WAISAK sebagai Wisata Agung
JALANAN (Jejak Langkah Manusia), seperti yang ditunjukkan Siddharta Gautama dalam perjalanan spritualnya, adalah sebuah epik yang megah, penuh dengan renungan dan pengorbanan. Ia meninggalkan kenyamanan istana untuk menemukan kebenaran di tengah penderitaan dunia. Di saat banyak orang mengejar istana megah memborong keluarganya.

Dalam perjalanan ini, WAISAK mengundang penganutnya melepaskan belenggu kenyamanan duniawi dan mendekap kebenaran hakiki. Seperti angin yang menyapu padang, mereka diajak untuk merenung, berpuasa, dan bermeditasi, mengarahkan pikiran ke arah pencerahan yang sejati.

Menuju Ilahi yang Sempurna
Ilahi yang sempurna bukanlah bintang yang jauh di angkasa, melainkan keadaan batin yang bebas dari penderitaan dan keinginan. Dalam ajaran Buddha, Nirvana adalah oase di tengah gurun kehidupan, tempat di mana kedamaian abadi ditemukan. WAISAK adalah waktu untuk merayakan pencapaian Siddharta Gautama dalam mencapai Nirvana, suatu keadaan di mana penderitaan tak lagi menggelayuti batin. Ini adalah pengingat lembut bahwa setiap dari kita memiliki potensi untuk mencapai pencerahan melalui usaha yang tekun dan hati yang disiplin.

Agama Kebijaksanaan
Agama Buddha, bagai sungai yang mengalir tenang, menekankan kebijaksanaan sebagai fondasinya. Kebijaksanaan ini bukan sekedar teori, melainkan praktik hidup yang diterapkan setiap hari. WAISAK mengajarkan penganutnya untuk mencari kebijaksanaan dalam setiap tindakan, memerhatikan dampaknya pada diri sendiri dan orang lain. Dalam setiap ritual dan perayaan, mereka diajak untuk merenungkan ajaran Buddha dan menerapkannya dalam kehidupan nyata, seperti mentari yang memberikan cahayanya tanpa meminta imbalan. Dalam setiap doa dan meditasi, penganutnya merasakan kehadiran Buddha, mengingatkannya bahwa pencerahan bukanlah tujuan akhir, melainkan perjalanan terus menerus mencapai agama penyerahan diri atau kepasrahan absolut pada sang Kuasa.

Perayaan ini adalah pengingat bahwa setiap langkah yang diambil dalam perjalanan hidup, manusia memiliki potensi menuju pencerahan melalui jalan kebijaksanaan yang sejati dan kedamaian abadi.

05/20/2024

BUDI UTOMO (Bangkitnya Upaya Demokrasi Indonesia untuk Tanah Orang Merdeka yang Otentik)

20 Mei 1908 adalah peristiwa gerakan yang tidak hanya menjadi pionir kebangkitan nasional tetapi juga melambangkan upaya pertama suku bangsa-suku banga di nusantara ini dalam menyuarakan kemerdekaan.

Organisasi Budi Utomo lahir, dan dengan kehadirannya, era baru pun dimulai. Untuk memahami dampak sejati kehadiran Budi Utomo, kita harus melihat lebih dalam ketimbang sekedar tanggal dan tokoh-tokoh utama saja, atau seremoni formal belaka saja. Kita perlu memahaminya dalam konteks sosial dan budaya yang melatarbelakangi gerakan ini dan bagaimana Budi Utomo mengubah arus sejarah melalui upaya demi Indonesia yang otentik, atau dalam konteks kekinian 'upaya demokrasi Indonesia yang otentik'.

Revolusi Hati Nurani
Budi Utomo tidak muncul dari kehampaan. Ia adalah produk dari keresahan dan kesadaran kolektif dari ketidakadilan yang mengakar dalam masyarakat kolonial. Masa itu, rakyat nusantara, yang hidup di bawah penindasan kolonial, mulai menyadari pentingnya persatuan dan identitas nasional. Budi Utomo, yang berarti "Usaha Mulia" dalam bahasa Jawa, menandai awal dari kebangkitan nasional--sebuah gerakan yang bukan hanya mencari kemerdekaan poliitk, tetapi juga pencarian jati diri satu bangsa. Dalam setiap langkahnya, Budi Utomo berupaya menciptakan suatu bangsa yang merdeka, dalam pemikiran, tindakan, dan semangat. Ini merupakan Revolusi Hati Nurani yang sejati. Bukan revolusi abal-abal seperti yang pernah digaungkan dalam satu dasawarsa terakhir, revolusi mental.

Menembus Keterbatasan
Keberanian Budi Utomo terletak pada kemampuannya menembus batas-batas yang selama ini dianggap tidak terjamah. Didirikan oleh sekelompok mahasiswa yang berpikiran kritis, organisasi ini berhasil memobilisasi intelektual dan pemuda dari berbagai kalangan. Ini contoh nyata bagaimana pendidikan dan kesadaran kolektid dapat menjadi katalisator perubahan sosial.
Meskipun masa itu, kebanyakan rakyat menderita kelaparan, namun Budi Utomo tidak mengeluarkan gagasan untuk memberikan makan siang gratis, tetapi melalui pendidikan.

Bahkan lebih dari sekedar gerakan intelektual, Budi Utomo adalah simbol dari harapan baru. Kita melihat kekuatan dari sebuah upaya bersama untuk mencapai tujuan yang lebih besar dari kepentingan pribadi, termasuk kepentingan keluarga. Budi Utomo menunjukkan bahwa semangat gotong royong adalah kunci perubahan sosial yang nyata hanya bisa terjadi jika ada persatuan yang kuat dan tujuan yang jelas.

Otentisitas sebagai Kekuatan
Aspek menonjol Budi Utomo adalah keotentisitasnya. Dalam setiap langkah strateginya, ia berusaha untuk tetap setap pada nilai0nilai moralitas yang berakar dalam budaya nusantara. Ini bukan sekedar perlawanan terhadap penjajah, tetapi juga sebuah perayaan terhadap keunikan dan kekayaan budaya nusantara untuk terjalin membangun satu kekuatan bangsa. Ia menekankan pentingnya pendidikan dan pengembagan diri, Budi Utomo berhasil membangun fondasi yang kuat untuk generasi mendatang.

Warisan yang Berkelanjutan
Warusan Budi Utomo tidak berhenti pada pencapaian kemerdekaan saja. Nilai-nilai yang diusungnya--pendidikan, persatuan, dan otentisitas--terus menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya hingga generasi kekinian (semestinya). Dalam dunia semakin global dan kompleks, pelajaran dari Budi Utomo tetap relevan.

Ia mengajarkan bahwa 'Upaya Demi Demokrasi yang merdeka dan otentik' adalah perjalanan panjang yang memerlukan keberanian, kebijaksanaan, dan kesatuan. Ini adalah warisan yang harus kita jaga dan lanjutkan, untuk memastikan bahwa semangat kebangkitan nasional tetap hidup dalam setiap langkah kita menuju masa depan. Ia bukalah seremoni formal yang diperingati setiap tahun, melainkan nilai-nilai kemerdekaan otentik, termasuk mencapai kemerdekaan sejati dalam kehidupan berdemokrasi.

Pelajaran berharga bagi kita semua, bahwa dalam setiap tantangan dan rintangan, selalu ada jalan untuk bangkit dan berjuang demi tana air tercinta. Perlajaran ini begitu penting saat ini, di mana negeri ini tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Kita adalah pewaris dari semangat juang Budi Utomo, dan tanggung jawab kita adalah memastikan bahwa upaya tersebut tidak pernah pudar, tetapi terus menginspirasi generasi mendatang.

03/13/2024

BADAR (Badr Al Daulah Ar Rahman)

Dalam padang pasir Hijaz, mereka berdiri,
Pasukan kecil yang tak tergoyakan keyakinannya.
Dihantam badai panas, diuji waktu,
Mereka menegakkan panji-panji iman dengan
Menanti datangnya pertempuran yang amat berat.

Dari jauh datang musuh gelombang debu terbentuk,
Suku Quraisy bangkit, angkuh dan kuat.
Namun di dalam diri, pasukan kecil sigap,
Melawan bukan hanya musu, tapi diri yang merajai.

Bagi mereka, Badar lebih dari sekedar peperangan,
Lebih dari sekadar tarung fisik yang menggelegak.
Badar adalah lambang perjuangan batin,
Melawan hawa nafsu, menguji kekuatan iman yang dalam.

Di bulan Ramadhan, kita bertekad kuat,
Berpuasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga.
Tetapi mengendalikan diri, manaklukkan hawa nafsu,
Sebagai perang yang lebih dahsyat dari perang Badar yang bergema.

Berkat puasa, kita merasakan kekuatan yang terpendam,
Menemukan ketenangan di tengah medan yang ramai.
Dengan iman yang teguh, kita melangkah maju,
menjadi teladan bagi diri kita, dalam perang batin yang abadi.

(Mengenang peristiwa Perang Badar, 13 Maret 624 Masehi, 1400 tahun lalu)
https://aksiografi.com/beranda-aksi/perang-badar-kemenangan-keberanian-yang-membentuk-sejarah-awal-islam/

02/24/2024

PEMAKZULAN ((Pemeriksaan Ekslusif atas Manipulasi dan Aktivitas Korupsi, Zona Urusan Legislatif dan Negarawan)

Pemilihan presiden di Indonesia merupakan momen krusial yang menguji kedewasaan demokrasi dan keberlanjutan institusi. Namun, dalam suasana politik yang diwarnai manipulasi dan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan massif, menjaga integritas demokrasi menjadi tantangan nyata para politisi partai.

Sanggupkah?

02/23/2024

BERAS (Bahan Energi Rendah Asupan Serat)

Di bawah langit yang terang,
Di bawah matahari yang membara,
Terhampar sawah-sawah luas,
Namun harga beras semakin meroket naik.

BERAS, bukan hanya nama,
Tetapi cerminan perjuangan sehari-hari,
Bagi yang berjibaku di bawah terik matahari,
Bagi yang mencari nafkah dari sawah subur.

Namun, di antara gemerlap kekayaan alam,
Terpendam penderitaan yang tak terucap,
Harga beras yang melambung tinggi,
Merangkak naik tanpa ampun.

Beras, pilar makanan bagi rakyat,
Tapi kini terasa semakin menjauh,
Dari genggaman mereka yang lelah,
Membelah sawah, mengais matahari.

Penguasa, kini kumohon dengar,
Seruan hati rakyat yang tercekik,
Jangan biarkan harga beras terus melonjak,
Mendekatkan kelaparan kepada mereka yang terpinggir.

Bukanlah impian yang besar,
Harga beras yang terjangkau,
Hanya seulas harapan akan terpenuhi,
Bagi mereka yang bersusah payah di ladang-ladang.

Biarlah BERAS menjadi akronim,
Bukan hanya nama sejuta makna,
Tetapi juga panggilan bagi keadilan,
Harga yang layak untuk setiap hidup manusia.

02/19/2024

Hitung CEPAT (Cermat, Efisien, Praktis, Akurat, dan Tepat)

Pemilihan Presiden di Indonesia selalu menjadi momen penting yang dinantikan oleh seluruh rakyat. Namun, semangat demokrasi seringkali dibayangi oleh ketidakpastian terkait validitas dan akurasi hasil quick count (hitung CEPAT). Konsep hitung cepat sendiri memang awalnya dikembangkan sebagai alternatif dalam pengawasan pemilu dan menghindari manipulasi hasil pemilihan oleh penguasa di era tahun 1970an.

Pertama kali diterapkan di Kosta Rika (1970) oleh lembaga survei bekerjasama dengan organisasi masyarakat sipil dengan menggunakan jaringan relawan dalam mengumpulkan data dari TPS. Jejaringan relawan masyarakat sipil menjadi kebutuhan untuk mengatasi anggaran besar. Begitu juga di El Salvador (1984), Meksiko (1988) dan Indonesia (1999), Quick Count hadir untuk melakukan pengawasan pemilu dari kecurangan-kecurangan yang dilakukan para penguasa.

Berbeda semangat di awal penerapannya, kini Hitung Cepat yang harapannya dapat memberikan gambaran awal yang cepat dan akurat tentang hasil pemilihan, namun realitasnya seringkali kompleks dan menimbulkan keraguan.

Pertama-tama, sementara hitung cepat dimaksudkan untuk menjadi alat yang cermat, efisien, praktis, akurat, dan tepat, dalam praktiknya, terdapat potensi kesalahan dan ketidakpastian yang signifikan. Meskipun menggunakan metode statistik yang canggih, quick count masih rentan terhadap berbagai faktor seperti kesalahan pengambilan sampel, ketidaktepatan dalam pemilihan TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang mewakili, serta faktor-faktor teknis lainnya yang dapat memengaruhi hasil.

Selanjutnya, efisiensi yang diharapkan dari hitung cepat terkadang berdampak pada kehilangan akurasi. Proses yang cepat dan tekanan waktu untuk memberikan hasil seringkali memaksa lembaga quick count untuk mengorbankan kedalaman analisis dan validitas sampel. Hal ini dapat mengakibatkan perbedaan yang signifikan antara hasil quick count dan real count yang dilakukan secara resmi.

Belum lagi, jika Hitung CEPAT itu menjadi pesanan para kuasa yang akan mengendalikan pemilu dengan tujuan agar hasil Real Count dapat disesuaikan dengan angka-angka survei dan qouic qount sebelumnya.

Baik survei maupun quick count, penerapannya membutuhkan anggaran besar. Satu-satunya yang dapat memenuhi anggaran besar itu, tentu, saja pada kuasa Uang. Itu mudah terdeteksi dengan mengamati dinamika lapangan serta adanya upaya kecurangan sistematis, terstruktur, dan masif dari kekuasaan.

Harapanya untuk memberikan hasil yang akurat, hitung cepat tapi kadang-kadang menimbulkan ketidakpastian yang dapat memicu konflik dan ketegangan di masyarakat. Ketika hasil quick count berbeda secara signifikan dengan hasil resmi, terutama jika perbedaannya tipis, hal ini dapat menciptakan keraguan dan ketidakpercayaan terhadap proses demokratis secara keseluruhan.
Satu-satunya mengatasi cara itu dengan memberikan tekanan pada penyelenggara Pemilu. Kalaupun itu akhirnya gagal karena, lagi-lagi, adanya kendali kuasa, maka hasilnya bukan integirtas melainkan disintegritas.
Produk Pemilu yang melahirkan disintegritas, jika terus terjadi, dapat mengarah pada disintegrasi. Sungguh disayangkan.

02/19/2024

SURVEI (Sistematisasi Usaha Riset dan Verifikasi Informasi)

SURVEI, atau Sistematisasi Usaha Riset dan Verifikasi Informasi, tersembunyi bukan hanya data, tetapi juga ketidakpastian yang sering terabaikan. Ketika kita renungkan lebih dalam, kita menemukan bahwa survei tidak selalu memberikan gambaran yang lengkap atau akurat tentang realitas, apalagi dalam konteks politik. Sebelum perhelatan pemungutan suara rakyat, kita sudah terpapar dengan angka-angka survei politik.
Kita perlu memperhitungkan keterbatasan metodologi survei. Pengambilan sampel yang tidak memadai atau penggunaan pertanyaan yang ambigu dapat menghasilkan hasil yang menyesatkan. Dalam hingar bingar angka, kita sering kehilangan nuansa yang diperlukan untuk memahami kompleksitas situasi. Apalagi terkait dengan keputusan seseorang dalam memilih yang membutuhkan begitu banyak basis pengetahuan untuk mengurainya, tidak cukup hanya dalam beberapa pertanyaan-pertanyaan turunan.
Namun, lebih dari sekadar masalah teknis, kita harus menghadapi realitas bahwa survei sering dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Dalam arena politik, misalnya, survei sering digunakan sebagai alat untuk memengaruhi opini publik, bukan sekadar mencerminkannya. Hasil survei yang diolah secara selektif atau disajikan dengan bias dapat merusak keseluruhan proses demokrasi. Apalagi kebutuhan anggaran survei politik mengeluarkan angka besar. Tentu saja, mereka yang punya kuasa uang mampu membayar hasil survei sesuai kebutuhannya. Itu masalahnya.
Karena itu, kita perlu memperlakukan survei dengan skeptisisme yang sehat. Sebagai konsumen informasi, kita harus bertanya: siapa yang membiayai survei ini? Apa motif di baliknya? Hanya dengan cara ini kita dapat mengeksplorasi kebenaran yang lebih dalam, di balik lapisan-lapisan angka yang tampaknya konklusif.
Dalam era di mana kita diselimuti oleh tsunami data, penting untuk mengembangkan naluri kritis kita. Survei, seperti segala bentuk informasi, hanya memberikan potongan dari puzzle yang lebih besar. Jangan biarkan diri kita terjebak dalam angka-angka yang berkilauan. Ambillah langkah mundur, lalu renungkan: Apa yang sebenarnya tersirat di balik statistic itu? Agar kita masih bisa berdiri tegak menjaga kewarasan dalam berbangsa dan bernegara.
Belum cukup dengan survei, kita lalu dijejali angka-angka Quick Count yang nilainya hampir sama dengan tebaran-tebaran survei sebelumnya. Tentu saja Quick Count itu menunjukkan kecepatan angka untuk memuaskan pesanan pemenangnya. Jadi kita dimanipulasi lagi dengan metode Hitung CEPAT (Cermat, Efisien, Praktis, Akurat dan Tepat) yang dibaliknya sudah tidak menunjukkan itu karena kuasa uang pun mampu memesannya dengan CEPAT.

02/08/2024

PERANG (Penghancuran Eksistensi Rezim Autokrasi melalui Nasionalisme Gemilang)

Di antara gemuruh dan keheningan, terjalinlah kisah sebuah perlawanan tak terlupakan. Sebuah perjuangan yang melampaui batas-batas keberanian dan menggugah hati ratusan ribu jiwa.
Bangsa ini hadir melalui perang fisik dengan menggunakan persenjataan tradisional dan mesin dari berbagai suku bangsa-suku bangsa di nusantara. Lalu bersepakat menuju masyarakat Adil dan Makmur yang dituangkan dalam konstitusi.

Dalam perjalanan bangsa merdeka menuju tatanan yang adil-makmu, perang fisik tidak lagi terjadi. Yang ada hanya penindasan, kekerasan, pelecehan dari para penguasa. Dinamika politik terus berlangsung di era demokrasi, saling berebut kekuasaan.
Namun narasi PERANG akan berkobar ketika benih rezim autokrasi mulai tampak di alam demokrasi. Meski berbeda dengan perang kemerdekaan, perang kali ini adalah PERANG dalam upaya Penghancuran Eksistensi Rezim Autokrasi melalui Nasionalisme yang Gemilang.

Meski berbeda namun semangatnya tetap sama: kekuatan kolektif, api kebebasan, seruan kekuatan untuk melawan ketidakadilan yang merajalela. Perang dalam demokrasi adalah perang ide dan nilai-nilai. Momentum itu berlangsung dalam Pemilihan Presiden.
Pemilihan Presiden menjadi medan pertempuran yang menentukan arah politik sebuah negara. Ketika ada satu kelompok yang berupaya menghadirkan rezim autokrasi, maka keberanian rakyat untuk menggunakan hak pilih mereka sebagai senjata untuk menggulingkan rezim yang otoriter dan mendukung pemimpin yang dianggap mewakili aspirasi dan kepentingan konstitusi: Adil dan Makmur untuk Indonesia (AMIN).

Jika ini terjadi dan pasti terjadi, pengamat mungkin bertanya: “Bagaimana mungkin sebuah rezim autokrasi yang begitu kokoh dapat runtuh oleh semangat nasionalisme yang menggelora?” Jawabannya terletak pada kekuatan kolektif, pada api yang membara di dalam setiap jiwa yang haus akan kebebasan. Dalam setiap sudut kota, dalam setiap desa terpencil, terdengar nyaring seruan untuk menyatukan kekuatan, untuk melawan ketidakadilan yang merajalela.

Di balik layar, pemimpin-pemimpin berani dan pemberani merancang strategi rahasia. Mereka tak kenal lelah dalam membangun koalisi dan menggerakkan massa. Namun, kekuatan terbesar bukanlah terletak pada senjata atau taktik militer yang canggih, melainkan pada kekuatan cerita. Mereka menginspirasi dengan kisah-kisah kepahlawanan dan pengorbanan, menyemangati rakyat untuk berdiri bersama dalam PERANG yang akan dating, 14 Februari 2024.

Saat lonceng perang berkumandang, bukan suara tembakan yang menggema, melainkan nyanyian kebebasan yang memecah kesunyian malam. Rakyat berbondong-bondong mengisi jalanan, bersatu dalam tekad yang bulat untuk mengakhiri tirani yang telah merampas kemerdekaan mereka selama bertahun-tahun. Mereka tak gentar menghadapi ancaman dan intimidasi rezim.

Nasionalisme Gemilang yang membara di dalam dada mereka telah memberi mereka keberanian untuk berdiri tegak, siap menempuh segala risiko demi masa depan yang lebih baik.

Di tengah kekacauan dan kebingungan, cahaya harapan terbit di ufuk. Rezim autokrasi yang begitu kokoh, mulai terguncang oleh gelombang protes yang tak terbendung dari berbagai kampus. Para pemimpin rezim itu terkejut oleh kekuatan nasionalisme yang muncul begitu tiba-tiba. Mereka menyadari bahwa mereka tak bisa lagi mengabaikan suara-suara rakyat yang bersatu dalam tekad yang bulat.

Dan pada suatu hari yang cerah, PERANG itu akan mencapai puncaknya. Massa yang dipimpin oleh semangat nasionalisme tak tertandingi mengepung bilik-bilik suara hanya berbekal paku untuk menusuk kertas suara.

Akhirnya, akan terdengarlah suara kemenangan. Rezim autokrasi yang begitu kuat itu runtuh, dihancurkan oleh kekuatan nasionalisme yang bersatu. Dan dari reruntuhan itu, bangkitlah sebuah semangat bernegara, yang berdiri atas prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan. PERANG: Penghancuran Eksistensi Rezim Autokrasi melalui Nasionalisme Gemilang akan menorehkan sejarah yang tak akan pernah dilupakan, mengilhami generasi-generasi mendatang untuk selalu berani berdiri dan berjuang untuk yang benar.

02/07/2024

AMIN (Adil Makmur untuk Indonesia)

02/07/2024

Jika PETISI (Protes Energik Terhadap Isu Sosial-politik Indonesia) dari para Guru Besar terabaikan, maka PETAKA (Protes Ekstrim yang Terbentuk Akibat Krisis Amanah) yang datang dari segala penjuru.

02/07/2024

KAGET (Ketika Ada Gejolak Emosi Terkejut)

Kaget dalam dunia medis biasa disebut syok, yaitu syok psikologis dan fisiologis. Keduanya terkait langsung personal pasien, bersifat individu. Dokter, dalam mendiagnosis pasien, selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik pribadi saja. Itu bisa juga dikategorikan sebagai syok individual.
Dokter belum mampu atau terbiasa mengaitkan hal yang lebih umum dan atau dampak perkembangan digital seperti media sosial. Dulunya, memang, berita hanya datang dari mulut ke mulut dari orang terdekat saja. Sekarang informasi itu bisa hadir serentak dalam genggaman setiap orang.
Ya, dimaklumi karena dokter hanya terbiasa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah lama berlaku. Tidak satu pun dokter bertanya mendalam, “berita apa dan dari mana yang membuat Anda kaget?”, “Apakah berita naiknya harga sembako membuat Anda mengalami trauma atau stress?” Saya yakin tidak ada satu pun dokter akan mengajukan pertanyaan itu. Apalagi menanyakan berita tentang melenggangnya Gibran sebagai Cawapres sebagai penyebab pasiennya syok. Dokter pasti di anggap gila.
Selain syok individual, maka, mungkin, bisa kita membuat kategori baru yaitu syok nasional. Peristiwa politik yang diberitakan secara serentak yang membuat semua lapisan masyarakat syok.
Tidak ada yang dapat memprediksi kapan akan terjadi sesuatu yang membuat kita terkejut. Begitu saja, tanpa aba-aba, hidup kita sering kali dihadapkan pada momen-momen yang membuat hati berdegup kencang dan pikiran terkejut.
KAGET adalah pengalaman yang universal. Setiap orang, dari berbagai latar belakang dan budaya, pernah merasakannya. Baik petani, pengusaha, akademisi, bahkan politisi sekalipun. Kadang-kadang, itu muncul dalam bentuk berita mendadak yang mengguncangkan, kabar baik yang tak terduga, atau bahkan dalam bentuk kejadian kecil sehari-hari yang tiba-tiba menyapu kita dari kenyamanan, atau sebaliknya.
Media berita itu, saat ini, sudah berkembang pesat. Dulu, berita itu hanya melalui dari mulut ke mulut dari orang terdekat kita. Zaman now, berita itu hadir dalam genggaman kita semua, serentak membaca, mendengar, melihat, dan lalu merasakan hal yang sama. Ya, itu mengakibatkan syok secara nasional.
Namun, di balik gelombang emosi yang melanda saat kita merasa kaget, terdapat sebuah kesempatan untuk belajar dan berkembang. KAGET memaksa kita untuk menghadapi ketidakpastian dan mengasah kemampuan adaptasi kita. Bagaimanapun tak terduga situasinya, kita harus mampu bergerak maju.
Namun, KAGET bukanlah semata tentang respons instan kita terhadap kejutan. Ini juga mencakup kemampuan kita untuk merespons dengan bijaksana, memahami apa yang memicu reaksi kita, dan memperluas wawasan kita terhadap dunia di sekitar kita. Di tengah gejolak emosi, terdapat kesempatan untuk introspeksi yang mendalam.
Selain itu, KAGET mengingatkan kita akan kerapuhan hidup. Kita cenderung hidup dalam ilusi kontrol dan prediktabilitas, tetapi kejadian yang tak terduga seperti syok mematahkan ilusi tersebut. Ini adalah pengingat bahwa kita sebenarnya tidak memiliki kendali penuh atas kehidupan kita, dan bahwa kejutan-kejutan itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan kita.
Dalam keadaan yang penuh dengan perubahan dan ketidakpastian seperti sekarang, KAGET lebih relevan daripada sebelumnya. Pandemi global, perubahan iklim, dan pergeseran sosial-politik yang cepat membuat kita terus-menerus dihadapkan pada ketidakpastian. Namun, melalui KAGET, kita dapat membangun ketahanan emosional dan mental yang memungkinkan kita untuk tetap berdiri tegak di tengah badai.
Sedangkan kaget nasional adalah peristiwa yang terjadi menyangkut hidup hajat orang banyak demi masa depannya. Misalnya ketika GIBRAN melenggang menjadi Calon Wakil Presiden melalui koalisi EMAS (Eksploitasi Mineral dan Sumberdaya) setelah mendapatkan kepastian hukum dari pamanya dan kepastian wadah politik keluarga melalui adiknya.
Semua orang kaget. Kabar buruk ini mengguncangkan perasaan terlebih ketika presiden menyampaikan pesan bernada intimidasi bahwa Presiden dapat berkampanye sambil memperlihatkan lembaran-lembaran pasal hukum di saat anaknya sebagai capres dan ketua partai.
Megawaty yang paling kaget karena merasa dikhianati dan terkalahkan karena ia hanya mampu mengantar anaknya sebagai ketua DPR. SBY juga kaget tapi yang terlihat hanya perasaan malu karena meninggalkan koalisi sesaat anaknya tidak dipinang lalu menyeberang dengan retorik mengharapkan pinangan, lalu kandas. Hanya Prabowo, sama sekali, tidak kaget karena, mungkin, ia bagian dari kesepakatan empat mata di atas kereta yang kemudian dikenang sebagai pengkhianatan ummat bagi pendukungnya masa itu.
Dunia kampus terkejut. Para Guru Besar mengambil sikap melalui PETISI (Protes Energetik Terhadap Isu Sosial-politik Indonesia). Tapi semua ini belum mewakili sebagai contoh KAGET Nasional, dampaknya masih sebatas hipotensi demokrasi yang mengganggu jalannya aliran demokrasi secara merata, yang dapat menyebabkan gangguan ginjal dan sistem saraf yang belum mengakibatkan Kematian Demokrasi. Akan ada satu peristiwa KAGET Nasional yang akan menyebabkan KEMATIAN DEMOKRASI akibat terhambatnya aliran demokrasi ke organ vital demokrasi: 1) Parlemen sebagai simbol sistem demokrasi representatif tidak mampu menjaga keseimbangan kekuasaan; 2) Pemilihan Umum tidak menghasilkan legitimasi pemerintahan terpilih; 3) Terganggunya sistem peradilan akibat intervensi politik dalam proses peradilan, dan 4) terancamnya kebebasan pers dan kebebasan berekspresi sehingga terhambatnya pertukaran ide dan informasi yang vital dalam demokrasi, serta 5) terjadinya intervensi partisipasi publik dalam menentukan pilihan secara merdeka.
Kelima organ vital demokrasi sudah terjadi dan masih terus berlangsung. Tapi belum ada tanda-tanda kematian demokrasi yang mendadak. Kondisi ini masih bisa terobati dengan mendatangi dokter untuk berkonsultasi. Tapi penyakit syok nasional ini, bukan dokter sebagai konsultannya, tapi para anggota terhormat parlemen yang harus digedor pintunya seperti mereka mengedor pintu-pintu warga saat memohon suara. Cukup sampaikan dan tanyakan: “Saya syok mendengar harga sembako naik, saya syok mendengar gas naik, saya syok, saya syok, dan saya syok karena Anda beserta partaimu tidak peduli dengan keadaan kami.”
Tentu itu tidak akan menghasilkan apa-apa seperti sebelum-sebelumnya. Mereka dengan berbagai dalil meyakini semua ini akan berlalu. Tapi lupa satu hal: ini akan mengakibatkan peristiwa Syok Nasional pada pemilu berikutnya, bukan tahun ini.
Pemilu 2024 hanya melahirkan kejutan-kejutan sebagai puncak (titik klimaks) perjuangan warga negara dalam berdemokrasi sekaligus sebagai alat penguji keberpihakan negara. Jika organ vital masih terjadi gangguan dalam menyalurkan SUARA (Sarana Utama Amanah Rakyat), dan memproduksi hasil kecurangan pemilu, maka itu penanda akan datangnya kejutan besar dalam satu peristiwa yang mengakibatkan MATINYA DEMOKRASI pada pemilu selanjutnya.
Semua rumah tertutup rapat-rapat di hari pencoblosan. Semua orang pergi berlibur, atau semua orang mengabaikan bilik suara. Peristiwa ini bukan BOIKOT Pemilu karena bukan bentuk gerakan yang terorganisir yang dipicu oleh kelas menengah, tapi ini adalah suatu bentuk kesadaran naluri massal yang, mungkin, mereka akan sebut dan memperingatinya sebagai HARI KEMATIAN DEMOKRASI.
Syaratnya hanya satu, saat ibu-ibu rumah tangga berhasil mengepulkan asap dapurnya demi keberlangsungan hidup anak-anaknya melalui media sosial. Fenomena mak-mak dan bunda-bunda yang mengambil alih facebook, instagram, dan tiktok sebagai media mendapatkan uang sebagai penanda utama.

02/06/2024

GIBRAN: Gerbong Impersonifikasi, Berlapis Rencana Autokrasi Nefast

Hanya dalam hitungan hari, Mahkamah Konstitussi Diterpa Badai yang belum pernah ada sebelumnya. Tekanan gerbong impersonifikasi, yang telah berhasil membuat mitos kebaikan bertahun-tahun, berhasil menjebol etika konstitusi. Upaya samaran dan tiruan wong deso yang masuk dalam gorong-gorong telah membius jutaan manusia lalu keluar dengan jubah kerajaan. Samaran itu akhirnya terbongkar. Upaya mengakumulasi kekuasaan absolut tiga periode dan perpanjangan masa yang gagal diteruskan melalui Gerbong Impersonifikasi, Berlapis Rencana Autokrasi Nefast (GIBRAN).
Praktek samaran atau kepura-puraan pun merasuk dalam satu koalisi EMAS (Eksploitasi Mineral dan Sumberdaya). Para ketua partai menerima GIBRAN dengan berbagai dalil kepura-puraan karena ada rencana besar untuk mengeksploitasi. Mereka, mungkin, tidak tahu kalau itu autokrasi, atau mungkin karena tersandra. Mungkin juga karena mereka ingin menjadi pihak yang dimenangkan dengan segudang janji dari seseorang yang ingin memproklamirkan sebagai raja nusantara.
Berbagai peristiwa politik itu akhirnya kita dapat memahaminya dengan menggunakan istilah GIBRAN. Istilah lain tidak dapat merangkum semua peristiwa politik sejak terbongkarnya mitos kebaikan sebagai .
Gerbong impersonifikasi, dalam konteks ini, mencerminkan upaya untuk menyamar dan meniru identitas dalam konteks politik. Ini menciptakan suasana yang tidak sehat di dalam arena pemilihan umum, di mana transparansi dan integritas menjadi taruhan tinggi.
Berlapis rencana autokrasi mengindikasikan adanya praktik impersonifikasi ini terdapat agenda otoriter yang bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi. Autokrasi, pasti, merusak prinsip dasar partisipasi dan kebebasan yang menjadi pilar utama demokrasi. Sejarah mencatat autokrasi ini berpotensi merusak proses demokrasi karena berkonsekuensi negatif dari praktik ini (nefast).
Nefast atau nefarius dari bahasa Latin yang memiliki akar kata yang sama yaitu "nefastus." Kata ini digunakan untuk menyatakan sesuatu yang jahat, tercela, atau keji dalam konteks moral atau hukum. Penggunaan "Nefarius" menunjukkan tingkat kejahatan atau kelaliman yang tinggi dan seringkali merujuk pada tindakan atau individu yang terlibat dalam praktik-praktik yang tidak bermoral atau tidak etis.
Kata ini digunakan untuk mendeskripsikan tindakan atau perilaku yang dianggap melanggar norma-norma moral atau hukum yang berlaku pada saat itu. Dalam struktur hukum Romawi kuno, tindakan-tindakan yang dianggap "Nefarius" sering kali dikenakan sanksi atau hukuman yang serius.

Dalam konteks modern, "Nefarius" masih digunakan untuk menilai tindakan atau perilaku yang dianggap sangat jahat atau amoral. Kata ini mungkin digunakan untuk mendeskripsikan tindakan kriminal, kecurangan, atau pelanggaran etika yang mencolok. Penggunaan "Nefarius" membawa konotasi bahwa tindakan tersebut melewati batas norma moral dan hukum yang berlaku, dan seringkali dapat menimbulkan kecaman atau konsekuensi hukum.
Jika konsekuensi hukum tidak berlaku maka yang akan berlaku adalah kecaman. Meskipun kecaman tapi dampaknya jauh lebih parah. Membatalkan apa yang terjadi bahkan dapat meruntuhkan apa pun yang berdiri tegak lurus. Mungkin saat ini, kecaman masih dari dunia kampus yang dipelopori guru besar dan mahasiswa. Tapi suatu saat kecamatan itu datang dari rumah-rumah menuju jendela dunia: Medi Sosial.

Want your organization to be the top-listed Government Service in Compton?
Click here to claim your Sponsored Listing.

Telephone

Address

Jl. Dg. Tata Lama No. 18, Kelurahan Mangasa, Kecamatan Tamalate
Compton, CA
90221

Other Political Organizations in Compton (show all)
Candidate for City of Compton Council District 3 Candidate for City of Compton Council District 3
Compton

"We Are Compton" Welcome, my fellow Comptonite. I am Harrieth Robinson-Blue Candidate for the City of Compton City Council District 3.

Seminario de teoría política y gobierno Seminario de teoría política y gobierno
Facultad De Ciencias Políticas Y Sociales, UAEMEX
Compton

Seminario impartido por el Dr. José Florencio Fernández Santillán, investigador del Tecnológico de Monterrey y SNI nivel III, con apoyo en la coordinación de varios profesores de l...

Revolt, Freedom and Passion Revolt, Freedom and Passion
Compton, 90221

We need Change and we are bringing it.

The Official 2013  Alita Godwin Re-Election Campaign The Official 2013 Alita Godwin Re-Election Campaign
205 S Willowbrook Avenue
Compton, 90220

√OTE Experience—√OTE Knowledge—√OTE Trust √ote Alita Godwin, Compton City Clerk

Prophet Walker Prophet Walker
365 W Compton Boulevard
Compton, 90220