Mustanir Online
Menyediakan dan menjual buku-buku Islam pilihan. Berbagi tulisan pemikir islam kontemporer yang bersumber dari penulis dari berbagai sumber.
Admin: Eko Heru Prayitno. Info dan pemesanan buku silahkan Whatsapp ke:
https://wa.me/6287878147997
SELAMATKAN AKALMU DENGAN BERPIKIR BENAR
Penulis: Syaikh Abdul Aziz Marzuq Ath-Tharifi
Akal adalah anugerah Allah swt yang diberikan kepada manusia, agar dengannya bisa memikirkan mana yang haq dan mana yang batil; mana yang sesuai fitrah dan mana yang merusak; dan mana yang bisa dinalar dan mana yang harus diimani karena keterbatasaan dan kelemahannya. Islam tidak meminggirkan peranan akal dalam kehidupan, tetapi mengaturnya di bawah bimbingan wahyu, agar akal tersebut selamat dari kesesatan.
Buku ini berusaha mendudukan peran akal sebagaimana mestinya, dan membongkar kesesatan-kesesatan yang dihasilkan dari pemikiran menyimpang. Syaikh Ath-Tharifi membongkar kelemahan-kelemahan dari pemikiran-pemikiran keliru yang saat ini marak di dunia Islam, termasuk di Indonesia.
Dengan bahasa yang mudah dan pendekatan dari berbagai aspek; sejarah, filosofi, karakteristik, dan tinjauan Al-Quran dan As-Sunnah, Syaikh Ath-Tharifi menjelaskan tentang pemikiran-pemikiran menyimpang yang banyak menggerogoti akidah kaum muslimin. Tak jarang dengan paham tersebut banyak umat Islam yang jatuh kedalam kemurtadan, karena berusaha mendekontruksi wahyu dan syariat Islam dengan mendewakan akal.
-----------------------------
SELAMATKAN AKALMU DENGAN BERPIKIR BENAR
Penulis : Syaikh Abdul Aziz Marzuq Ath-Tharifi
Ukuran: 15,5 x 24 cm
Tebal: 278 Halaman
Berat: 400 gr
Sampul: Soft Cover
Harga: 88.000,-
Pemesanan silahkan Whatsapp ke:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
UTANG REPUBLIK PADA ISLAM
Perjuangan Para Tokoh Islam dalam Menjaga NKRI
Penulis: Lukman Hakiem
Kemerdekaan Republik Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, adalah “atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Kalimat ini memiliki beberapa makna, diantaranya: Pertama, bangsa Indonesia dalam menggapai kemerdekannya tak lepas dari pertolongan Allah S.W.T. Kedua, turunnya rahmat dan pertolongan Allah itu tak bisa dilepaskan dari peran orang-orang yang dekat kepada Allah dan berjuang merebut kemerdekaan Tanah Air dari segala bentuk penjajahan. Doktrin melawan segala bentuk penjajahan ini diwujudkan dengan perlawanan para kyai dan santri untuk mengusir penjajah dari negeri ini.
Jika kita menyebut “Utang Republik pada Islam” tentu bukan berarti menihilkan peran kelompok agama-agama lainnya. Tetapi, fakta sejarah tak bisa dipungkiri, para kyai dan tokoh-tokoh Islam memiliki saham yang besar dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahankan negeri ini. Bisa dibilang, negeri ini merdeka dari pengorbanan darah, keringat, dan air mata mereka. Sederet tokoh besar umat Islam di negeri ini, yang memiliki jasa dan peran penting dalam kemerdekaan misalnya; Haji Omar Said Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahid Hasyim, Mohammad Natsir, Abdul Kahar Mudzakkir, Ki Bagus Hadikusumo, Mohammad Roem, dan lain-lain. Nama-nama mereka tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah perjuangan negeri ini.
Pesan penting dari buku ini adalah upaya merawat ingatan bangsa Indonesia, bahwa jangan sekali-kali melupakan jasa para ulama. Perjuangan mereka adalah fakta sejarah yang tak bisa dipungkiri. Mereka berjuang agar negeri ini menjadi “baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur” (negeri yang dilimpahi kebaikan dan ampunan Tuhan), dengan tegaknya keadilan dan kesejahteraan sosial secara merata. Karena itu, sayang jika buku ini tak Anda miliki!
----------------------------------
UTANG REPUBLIK PADA ISLAM
Perjuangan Para Tokoh Islam dalam Menjaga NKRI
Penulis : Lukman Hakiem
Sampul: Soft Cover
Isi: 396 Halaman
Berat: 450 Gram
Ukuran: 15,5 x 24 cm
Harga: Rp 115.000,-
Pemesanan silahkan Whatsapp ke:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
PROMO: Fiqih Islam Wa Adillatuhu
Harga diskon Rp. 2.400.000,- (harga normal Rp. 2.950.000) dan GRATIS ONGKOS KIRIM. Berat paket 15 Kg.
Buku ini membahas aturan-aturan syariah islamiyah yang disandarkan kepada dalil-dalil yang shahih baik dari Al-Qur’an, As-Sunnah, maupun akal. Oleh sebab itu, kitab ini tidak hanya membahasa fiqih sunnah saja atau membahasa fiqih berasaskan logika semata.
Selain itu, karya ini juga mempunyai keistimewaan dalam hal mencangkup materi-materi fiqih dari semua mazhab, dengan disertai proses penyimp**an hukum (istinbaath al-ahkaam) dari sumber-sumber hukum islam baik yang naqli umum maupun aqli (Al-Qur’an, As-Sunnah, dan juga ijtihad akal yang didasarkan kepada prinsip umum dan semangat tasyri’ yang otentik).
Pembahasan buku ini juga menekankan kepada metode perbandingan antara pendapat-pendapat menurut imam empat mazhab (imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali).
Terdiri dari 10 jilid. Semoga karya Profesor Wahbah az-Zuhaili, ulama asal Suriah, ini dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya kepada umat islam, khususnya bagi anda sekalian, para pembaca yang dirahmati Allah swt.
____________
PROMO Fiqih Islam Wa Adillatuhu
Penulis: Prof. Dr. Wahbah Az-zuhaili
Harga diskon Rp. 2.400.000,- (harga normal Rp. 2.950.000) dan GRATIS ONGKOS KIRIM. Berat paket 15 Kg.
Pemesanan silahkan Whatsapp ke:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
PKI Yang Selalu Membuat Kacau Negeri Ini
Seiring dengan bergulirnya demokrasi terpimpin tahun 1959, pelan tapi pasti Partai Komunis Indonesia (PKI) akhirnya memang mampu menjadi partai politik yang ditakuti lawan. Apalagi PKI kian agresif melakukan build up mental simpatisan, sekaligus memperhebat persatuan dan aksi massa mengganyang kapitalis birokrat, pencoleng dan koruptor melawan tuan tuan tanah jahat dan imperialism AS. Lebih hebat lagi PKI akhirnya berani menyerang Badan Pendukung Sukarnoisme (BPS). Padahal seorang anggota BPS, wartawan dan tokoh kemerdekaan Sayuti Malik, misalnya justru berusaha menggali lagi ajaran Soekarnoisme dalam rangkaian tulisan di beberapa surat kabar. PKI ternyata tidak senang karena BPS dianggap anti PKI. Anehnya BPS akhirnya dilarang justru atas perintah Soekarno. Menteri Penerangan Achmadi pun mencabut izin terbit 21 harian dan mingguan yang menjadi anggota BPS.
Jika BPS yang pro Soekarno saja akhirnya dibredel akibat tuduhan anti PKI, maka kelompok anti PKI yang tidak pro Soekarno tentu mengalami peristiwa lebih tragis, seperti dialami Masyumi.
Rezim demokrasi terpimpin menggelorakan politik anti Barat dan logika revolusioner. Hanya saja realitas politik itu akhirnya menjadi sangat sangat problematic ketika saat itu PKI disatulinikan dengan membangun jargon-jargon kebencian kepada sesame anak bangsa, khususnya kepada kaum agama. Target pertama dari agitasi PKI terhadap kelompok yang disebut kontra revolusi itu adalah kaum santri dari partai-partai yang mewakilinya, seperti: Partai Masyumi, Partai Nahdhatul Ulama, Partai Sarikat Islam Indonesia dan Partai Persatuan Tarbiah Islam.
Semula konsentrasi PKI diarahkan pada Masyumi, sebab partai ini kebetulan juga berseberangan dengan Soekarno, sehingga lebih mudah jadi sasaran tembak. PKI mempopulerkan sebutan Masyumi sebagai golongan kepala batu yang berbahaya. Oleh Soekarno Masyumi dinilai kontra revolusi dan oleh sebab itu partai ini dibubarkan berdasar Keppres No. 200/1960, pada 17 Agustus 1960.
Setelah Masyumi dikorbankan demi revolusi, maka satu musuh terbesar telah tumbang, sehingga peta politik utama tinggal memperhadapkan PKI vs NU. Bagi NU, situasi ini sangat mengkhawatirkan karena harus sendiri menghadapi PKI meskipun sedikit dibantu partai kecil semisal PSII dan Perti. Padahal kondisi pasca bubarnya Masyumi telah membuka peluang bagi PKI untuk berperan besar dalam pemerintahan. Artinya masuknya PKI dalam Kabinet sudah tak terbendung lagi. Teebukti dalam Kabinet Kerja II 1962, DN Aidit menjadi Wakil Ketua MPRS dan Lukman sebagai Wakil Ketua DPRGR dengan kedudukan sebagai menteri. PKI pun makin intensif mengadakan berbagai pertemuan besar, memobilisasi massa sekaligus show of force, memanaskan kampanye politik melalui berbagai slogan, serta memilitansi simpatisan dengan menjadikan Genjer-Genjer sebagai lagu andalannya.
Buku Politik Kaum Santri dan Abangan, Refleksi Historis Perseteruan NU-PKI karya peneliti LIPI Dhurorudin Mashad (Pustaka Al Kautsar) ini memang menarik untuk ditelaah. Dhurorudin banyak menampilkan fakta-fakta sejarah yang patut disimak oleh generasi muda saat ini. “Peristiwa sejarah itu kini terulang kembali,”kata peneliti itu dalam bedah bukunya kemarin (11/8). Ia menyatakan bahwa dulu PKI memusuhi agama, kini kaum agama juga dimusuhi. Dulu Masyumi dianggap kepala batu, sekarang kelompok Islam dianggap radikal.
Jadi, setelah Masyumi bubar, fokus penyerangan PKI diarahkan pada NU. Hal ini bukan saja dilakukan pengurus level local, tetapi bahkan oleh pemimpin PKI level puncak. Dewan Pertimbangan Agung misalnya, lembaga yang idealnya diisi figur yang telah matang secara emosi, namun Ketua CC PKI DN Aidit justru menggunakannya sebagai forum untuk menyerang lawan politiknya. Seperti dilakukannya kepada Menteri Agama asal NU, Kiai Syaifuddin Zuhri yang digugat karena mengharamkan umat Islam memakan daging tikus.
PKI Setelah 1948
Pemberontakan PKI Madiun memang berhasil digagalkan (diumumkan resmi melalui RRI, 30 September 1948), namun partai ini tidak dilarang bahkan akhirnya diberikan amnesti. Hanya pimpinan teras PKI yang ditangkap, diadili dan sebagian dibunuh. Setelah keadaan dipulihkan, pengejaran terhadap PKI dihentikan, karena beberapa alas an:
a. Kekuatan PKI telah sedemikian menyebar meliputi Jawa Timur dan Jawa Tengah, sehingga meskipun PKI hanya menguasai keadaan sekitar 13 hari (revolusi Madiun), namun korban nyawa dan harta luar biasa besar
b. Negara juga dihadapkan pada Agresi Belanda ke II, sehingga tentara perlu menghemat tenaga untuk menghadapi Belanda
c. Untuk menjaga keutuhan pas**an dan persatuan, pemerintah mengambil sikap tak melakukan pengejaran secara tuntas. Pemerintah justru menawarkan amnesti bagi para pemberontak yang mau kembali ke pangkuan NKRI.
Melalui kebijakan lunak Presiden Soekarno itu, PKI akhirnya melakukan konsolidasi kembali setelah terpuruk. Setelah merasa diri kuat dan menjadi partai pemenang keempat dalam Pemilu 1955, PKI bahkan berani membuat propaganda pembalikan fakta terkait tragedy Madiun 1948. CC PKI membuat banyak tulisan yang isinya membantah keterlibatan dalam pemberontakan Madiun. Seperti : Tulisan Suripno berjudul Buku Putih tentang Peristiwa Madiun, Menggugat Peristiwa Madiun, Konfrontasi Peristiwa Madiun 1948. Naskah itu ditambah dengan berbagai buku lain dari CC PKI oleh DN Aidit, yaitu buku putih PKI: Peristiwa Madiun 1948 dengan Peristiwa Sumatera 1956. Melalui buku yang ditulis tahun 1957 itu, secara provokatif Aidit menantang pemerintah untuk maju ke pengadilan. Ia bahkan menuduk balik bahwa PKI lah yang menjadi korban peristiwa Madiun.
Aidit menulis,”Kapan saja Hatta ingin peristiwa Madiun dibawa ke pengadilan, kami dari PKI selamanya bersedia menghadapinya. Kami yakin bahwa jika soal ini dibawa ke pengadilan bukan kami yang akan menjadi terdakwa (tersangka), tetapi kamilah pendakwa (penuntut). Kamilah yang akan tampil ke depan sebagai pendakwa atas nama Amir Syarifudin, atas nama Suripno, Maruto Darusman, Dr Woreno, Dr Rustam, Harjono, Djokosjono, Sukarno, Sutrisno…yang menjadi korban keganasan satu pemerintah yang dipimpin borjuis MInangkabau, Muhammad Hatta.
1948…Sesudah penculikan dan pembunuhan di Solo yang diatur dari Yogya (ibukota), keadaan di Madiun menjadi sangat tegang sehingga terjadilah pertempuran antara pas**an Angkatan Darat yang pro dan anti penculikan di Solo…Dalam keadaan kacau demikian ini Residen Kepala Daerah tidak ada di Madiun, Wakil Residen tidak mengambil tindakan apa-apa sedang Wali Kota sedang sakit. Untuk mengatasi keadaan ini, maka Front Demokrasi Rakyat dimana PKI termasuk di dalamnya, mendesak supaya Kawan Supardi, Wakil Walikota Madiun bertindak sementara sebagai pejabat Residen selama Residen Madiun belum kembali. Nah, tindakan mengangkat Walikota menjadi Residen Sementara inilah yang dinamakan pemerintah Hatta, tindakan merobohkan Pemerintah Republik Indonesia, tindakan mengadakan kudeta dan tindakan mendirikan Pemerintah Soviet.”
Aidit memang ingin cuci tangan. Ia menutup mata terhadap tindakan-tindakan PKI yang sadis kepada para kiai dan birokrat di berbagai daerah Jawa Timur. Para santri di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur saat itu merasakan bagaimana kekejaman dan teror PKI di berbagai pesantren.
Banyak langkah-langkah PKI yang tidak berperikemanusiaan pada negeri ini. Sehingga tidak heran pada 30 September 1965, PKI membunuh para jenderal dan melakukan pemberontakan pada pemerintah yang sah. Langkah-langkah PKI di negeri ini perlu diwaspadai. Karena saat ini banyak pengikut baru PKI yang mulai membuat ulah di negeri ini. Mulai dari mempertentangkan Islam dan Pancasila, memunculkan isu khilafah atau negara Islam, menangkap para ulama dan aktivis Islam dan lain-lain. Ingatlah, sejarah senantiasa berulang. Wallahu azizun hakim. II Nuim Hidayat, anggota MIUMI dan MUI Depok
------------------------------
POLITIK KAUM SANTRI dan ABANGAN: Refleksi Historis Perseteruan NU-PKI
Penulus: Dhurorudin Mashad (Peneliti Senior LIPI)
Sampul: Soft Cover
Isi: 272 Halaman
Berat: 300 Gram
Ukuran: 15,5 x 24,5 cm
Harga: Rp 95.000,-
Pemesanan silahkan Whatsapp ke:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
MUHAMMAD SANG GURU: Meneladani Metode dan Karakteristik Rasulullah saw dalam Mengajar.
Penulis: Abdul Fattah Abu Ghuddah
Buku Rasulullah Sang Guru ini merupakan buku yang sangat bermanfaat bagi pengajar, pelajar, maupun kaum muslimin pada umumnya. Di dalamnya berisi pengarahan, pendidikan, dan pengajaran yang semuanya bersumber dari hadits-hadits Nabi terkait karakter dan metode beliau dalam mengajar. Buku ini terbagi menjadi dua pembahasan. Pertama, terkait kepribadian, jati diri, dan karakteristik beliau yang mulia, serta perilaku beliau yang bijiaksana dalam mengajar umatnya. Kedua, menjabarkan metode-metode pengajaran serta efektivitas nasihat dan pengarahan beliau.
Di antara metode pengajaran beliau adalah :
- Mengajar melalui perilaku yang baik dan budi pekerti yang luhur
- Metode dialog dan tanya jawab
- Bertanya untuk menguji kecerdasan para murid
- Metode analogi, penyerupaan, dan perumpamaan
- Memanfaatkan ilustrasi visual
- Menggunakan candaan dan humor sebagai sarana mengajar
- Mengulangi perkataan tiga kali untuk menekankan substansi pengajaran
- Memberikan motivasi dan ancaman
- Membawakan kisah dan berita orang-orang terdahulu
- Mengajar dengan tulisan
- dan masih banyak metode lainnya
Beberapa metode di atas hanyalah contoh dari 40 metode pengajaran Rasulullah yang dipaparkan oleh penulis dalam buku ini. Semoga Allah menjadikan buku ini sebagai amal jariyah bagi penulisnya dan membawa manfaat bagi para pembacanya. Semoga kita bisa meneladani karakter Rasulullah dalam mengajarkan kebenaran dan menempuh metode beliau di dalamnya.
----------------------------
MUHAMMAD SANG GURU
Penulis: Abdul Fattah Abu Ghuddah
Ukuran: 15 x 23 cm
Isi: 332 Halaman
Berat: 500 gram
Sampul: Soft Cover
Harga: Rp. 96.000,-
Pemesanan silahkan Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
*PROMO BUKU KHUSUS TENTANG SYI'AH:*
1. *Hitam di Balik Putih Bantahan terhadap Buku Putih Madzhab Syi`ah*
Penulis: Amin Muchtar
Sampul: Soft cover. Isi: 320 halaman. Ukuran: 14 x 20 Cm. Berat 400 gr.
Harga normal Rp. 116.000,- *menjadi Rp. 84.000,-*
2. *201 Tanya Jawab Syi`ah*
Penulis: Prof Dr. Mohammad Baharun, SH. MA.
Sampul: Soft cover. Isi: 196 halaman. Berat: 200 gr. Ukuran: 12 x 18 cm.
Harga normal: Rp. 75.000,- *menjadi Rp. 49.000,-*
3. *Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi`ah di Indonesia*
Penyusun: TIM MUI
Sampul: soft cover. Isi: 138 halaman. Berat: 200 gr. Ukuran: 12 x 18 Cm.
Harga normal: Rp. 63.000,- *menjadi Rp. 46.000,-*
Pemesanan silahkan Whatsapp ke:
https://wa.me/6287878147997
Syukran..
ISLAM, KOMUNIS DAN PANCASILA
Oleh: Dr. Adian Husaini
Sejarah perjalanan kehidupan bernegara di Indonesia mencatat satu babak tentang perebutan memaknai Pancasila antar berbagai kelompok ideologi di Indonesia. Pergulatan pemikiran itu secara intensif pernah terjadi dalam Majlis Konstituante, dimana kekuatan Islam dan sekulerisme kembali terlibat dalam perdebatan tentang Dasar Negara Indonesia. Kekuatan komunis pernah menggunakan Pancasila untuk memuluskan penerapan ideologi komunisme di Indonesia.
Mantan Wakil Kepala BIN, As'ad Said Ali, menulis dalam bukunya, Negara Pancasila, (hlm. 170-171), bahwa munculnya semangat para tokoh Islam untuk memperjuangkan Islam sebagai dasar negara, dalam Majelis Konstituante, antara lain juga didorong oleh masuknya kekuatan komunis (melalui Partai Komunis Indonesia/PKI) ke dalam blok pendukung Pancasila.
"Kalangan Islam langsung curiga. Muncul kekhawatiran Pancasila akan dipolitisasi oleh kelompok-kelompok komunis untuk selanjutnya diminimalisasi dimensi religiusitasnya. Kekhawatiran tersebut semakin mengkristal karena adanya peluang perubahan konstitusi sehubungan UUDS mengamanatkan perlunya dibentuk Majelis Konstituante yang bertugas merumuskan UUD yang definitif," tulis As'ad dalam bukunya tersebut.
Dalam pidatonya di Majelis Konstituante tanggal 13 November 1957, tokoh Islam Kasman Singodimedjo banyak mengkritisi pandangan dan sikap PKI terhadap Pancasila. Kasman menilai PKI hanya membonceng Pancasila untuk kemudian diubah sesuai paham dan ideologi komunisme. Ketika itu PKI bermaksud mengubah sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi "kebebasan beragama". Termasuk dalam cakupan "kebebasan beragama" adalah "kebebasan untuk tidak beragama."
Mr. Kasman Singodimedjo adalah Jaksa Agung RI 1945-1946 dan Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1950). Ia juga dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah. Dalam Sidang Konstituante itu mengingatkan: "Saudara ketua, sama-sama tokh kita mengetahui bahwa soko guru dari Pancasila itu adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sama-sama kita mengetahui bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu justru telah mempunyai peraturan-peraturan yang tentu-tentu bagi umat manusia yang lazimnya dinamakan agama. Saudara ketua, sama-sama kita tahu, bahwa PKI dan komunis pada umum nya dan pada dasarnya justru anti Tuhan dan anti-Agama!." (Lihat buku Hidup Itu Berjuang, Kasman Singodimedjo 75 Tahun, hlm. 480-481).
Masuknya kaum komunis ke dalam blok pembela Pancasila kemudian dipandang oleh kubu Islam sebagai upaya membelokkan Pancasila dari prinsip dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagai contoh, pada 20 Mei 1957, tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) Ir. Sakirman mendukung pandangan Fraksi Katolik yang menyatakan, bahwa "Rakyat Indonesia terdiri dari berbagai-bagai golongan dengan berbagai-bagai kepercayaan atau keyakinan masing-masing bersifat universal."
Karena itu Sakirman menyeru kepada golongan Islam: "Betapa pun universal, praktis dan objektifnya Islam, tetapi karena Islam hanya merupakan salah satu dari sekian banyak kepercayaan dan keyakinan, yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka Pancasila sebagai apa yang dinamakan oleh Partai Kristen Indonesia (Parkindo) suatu "grootste gemene deler" yang mempertemukan keyakinan dan kepercayaan kita semua, akan tetapi lebih praktis lebih objektif dan lebih universal dari pada Islam."
Dalam Sidang Konstituante tanggal 2 Desember 1957, Kasman mengkritik ucapan Nyoto dari PKI pada Sidang Konstituante 28 November 1957 yang menyatakan: "Pancasila itu bersegi banyak dan berpihak ke mana-mana." Kasman berkomentar: "Itu artinya, dan menurut kehendak dan tafsiran PKI, bahwa Pancasila itu dapat dan boleh saja bersegi ateis dan politeis, pun dapat/ boleh saja berpihak ke syaitan dan neraka." Begitulah sikap para tokoh Islam dalam sidang Konstituante yang memang merupakan forum untuk merumuskan dasar negara yang baru. Tapi, ketika forum itu di bubarkan dan dikeluarkan Dekrit pada 5 Juli 1959, Kasman dan para tokoh Islam lain nya, menerimanya karena telah sah secara konstitusional. (Hidup Itu Berjuang, Kasman Singodimedjo 75 Tahun, hlm. 536-540).
Dalam bukunya, Renungan dari Tahanan, Kasman menulis: "… seluruh rakyat Indonesia, termasuk seluruh umat Islam yang meliputi mayoritas mutlak dari rakyat Indonesia itu kini harus mengindahkan Dekrit Presiden itu sepenuh-penuhnya." (Lihat, Kasman Singodimedjo, Renungan dari Tahanan, (Jakarta: Tintamas, 1967), hlm. 34).
Memang, Ir. Sakirman pernah berpidato dalam Majlis Kontituante dengan menyebutkan adanya rumusan sila kelima yang diajukan B**g Karno pada 1 Juni 1945, yang berbeda dengan rumusan risalah sidang BPUPK, yaitu (5) "Ke-Tuhanan yang berkebudayaan atau Ke-Tuhanan yang berbudi luhur atau Ke-Tuhanan yang hormat menghormati satu sama lain." Sakirman juga mengakui, bahwa PKI memang menginginkan agar sila Ketuhanan Yang Maha Esa diganti dengan sila "Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan Hidup." (Pidato Ir. Sakirman dikutip dari buku Pancasila dan Islam: Perdebatan antar Parpol dalam Penyusunan Dasar Negara di Dewan Konstituante, editor: Erwien Kusuma dan Khairul (Jakarta: BAUR Publishing, 2008), hlm. 275.
Fakta komunisme
Tajamnya perbedaan antara Islam dan Komunisme, tidak menyurutkan usaha untuk menyatukan kekuatan agama dan komunisme. Tapi, sejarah kemudian mencatat, upaya penyatuan antara kelompok Nasionalis, Agama, dan Komunis, di bawah payung Pancasila mengalami kegagalan.
Golongan Islam melakukan perlawanan habis-habisan melawan komunisme. Dalam Muktamar Ulama se-Indonesia tanggal 8- 11 September 1957 di Palembang, para ulama memutuskan: (1) Ideologi/ajaran Komunisme adalah kufur hukumnya, dan haram bagi umat Islam menganutnya, (2)
Bagi orang yang menganut ideologi/ajaran Komunisme dengan keyakinan dan kesadaran, maka kafirlah dia dan tiada sah menikah dan menikahkan orang Islam, tiada pusaka-mempusakai dan haram hukumnya jenazahnya diselenggarakan secara Islam, (3) Bagi orang yang memasuki organisasi/Partai yang berideologi komunisme (PKI, Sobsi, Pemuda Rakyat dll; tidak dengan keyakinan dan kesadaran, sesatlah dia dan wajib bagi umat Islam menyeru mereka meninggalkan organisasi dan partai tersebut, (4) Walaupun Republik Indonesia belum menjadi negara Islam, namun haram hukumnya bagi umat Islam mengangkat/ memilih kepala negara yang berideologi Komunisme, (5) Memperingatkan kepada pemerintah RI agar bersikap waspada terhadap gerakan aksi subversif asing yang membantu perjuangan kaum Komunis/ Atheis Indonesia, (6) Mendesak kepada Presiden RI untuk mengeluarkan dekrit menyatakan PKI dan mantel organisasinya sebagai partai terlarang di Indonesia. (Lihat buku Muktamar Ulama se-Indonesia di Palembang tanggal 8-11 September 1957, yang disusun oleh H. Husin Abdul Mu'in, (Palembang: Panitia Kongres Alim Ulama Seluruh Indonesia, 1957).
Dalam sambutannya untuk Muktamar tersebut, mantan wakil Presiden RI Mohammad Hatta mengingatkan kepada para ulama, bahwa perkembangan Komunisme di Indonesia, terutama dihasilkan melalui kerja keras mereka dan kondisi kemiskinan rakyat. "Kemajuan PKI tidak disebabkan oleh kegiatan orang-orang komunis mengembangkan ideologi yang belum di mengerti oleh rakyat, melainkan dengan kegiatannya bekerja dalam kalangan rakyat serta janji-janjinya akan membagikan tanah dan memperbaiki hidup rakyat yang miskin… Apabila kaum Ulama kita tidak menilai masalah kemasyarakatan ini dengan ukuran yang tepat, Muktamar tidak akan dapat menyusun rencana yang tepat terhadap gerakan Atheisme," kata Hatta dalam sambutannya. Hatta mengajak agar Ulama berusaha menegakkan keadilan Islam. Kata Hatta lagi, "Apabila berlaku keadilan Islam di Indonesia, maka dengan sendirinya Komunisme akan lenyap dari bumi Indonesia.
Apabila berlaku keadilan Islam di bumi kita ini, tidak ada yang akan dituntut oleh Komunisme. Keadilan Islam adalah keadilan yang setinggi-tingginya, keadilan Ilahi. Keadilan Islam menumbuhkan rasa damai, rasa bahagia dan sejahtera."
Perjuangan melawan komunisme, dalam sejarah perjuangan umat Islam, bisa dikatakan sudah mendarah daging di berbagai penjuru dunia. Sebab, kekejaman komunisme di berbagai belahan dunia sudah terbukti. Di Indonesia, salah seorang sastrawan terkemuka yang aktif melawan komunisme, sejak zaman Orde Lama sampai zaman kini adalah Taufik Ismail. Berbagai buku yang menjelaskan bahaya dan kegagalan komunisme ditulis oleh Taufik Ismail, termasuk buku-buku saku yang disebarluaskan secara gratis kepada masyarakat luas.
Taufiq mengaku risau dengan generasi muda yang tidak lagi mengenal hakekat dan kekejaman kaum komunis. Dalam sebuah buku saku berjudul Tiga Dusta Raksasa Palu Arit Indonesia: Jejak Sebuah Ideologi Bangkrut di Pentas Jagad Raya, (Jakarta: Titik Infinitum, 2007), Taufiq menyajikan data yang menarik: Komunisme adalah ideologi penindas dan penggali kuburan massal terbesar di dunia. Dalam mengeliminasi lawan politik, kaum komunis telah membantai 120 juta manusia, dari tahun 1917 sampai 1991. Itu sama dengan pembunuhan terhadap 187 nyawa per jam, atau satu nyawa setiap 20 detik. Itu dilakukan selama ¾ abad (sekitar 75 tahun) di 76 negara. Karl marx (1818-1883) pernah berkata: "Bila waktu kita tiba, kita tak akan menutup-nutupi terorisme kita."
Vladimir Ilich Ullyanov Lenin (1870- 1924) juga menyatakan: "Saya s**a mendengarkan musik yang merdu, tapi di tengah revolusi sekarang ini, yang perlu adalah membelah tengkorak, menjalankan keganasan dan berjalan dalam lautan darah." Satu lagi tulisannya: "Tidak jadi soal bila ¾ penduduk dunia habis, asal yang tinggal ¼ itu komunis. Untuk melaksanakan komunisme, kita tidak gentar berjalan di atas mayat 30 juta orang."
Lenin bukan menggertak sambal. Semasa berkuasa (1917-1923) ia membantai setengah juta bangsanya sendiri. Dilanjut kan Joseph Stalin (1925-1953) yang menjagal 46 juta orang; ditiru Mao Tse Tung (RRC) 50 juta (1947-1976); Pol Pot (Kamboja) 2,5 juta jiwa (1975-1979) dan Najibullah (Afghanistan) 1,5 juta nyawa (1978-1987). Buku saku lain tentang komunis me yang ditulis oleh Taufiq Ismail adalah Komunisme=Narkoba dan Komunis Bakubunuh Komunis, serta Karl Marx, Tukang Ramal Sial yang Gagal (Jakarta: Infinitum, 2007).
Sepatutnya, bangsa Indonesia mau belajar dari sejarah. Ketika agama dibuang; Tuhan disingkirkan, jadilah manusia laksana binatang. Anehnya, kini ada yang mulai berkampanye tentang perlunya "kebebasan beragama" harus mencakup juga "kebebasan untuk tidak beragama". Dalam kondisi seperti ini, Islam dan kekuatan anti-komunisme lainnya, diharapkan memainkan perannya yang signifikan. Jangan sampai elite-elite muslim lupa diri; sibuk memikirkan kepentingan diri dan kelompoknya; sibuk saling caci; tanpa sadar komunisme dalam kemasan baru semakin mendapat simpati masyarakat. Na'udzubillahi min dzalika.
KOMUNISME
Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi
Di Barat ketika Katolik tidak bicara kehidupan di dunia, Protestan mulai menyoal "Mengapa agama tidak menjamin kemakmuran hidup". Mereka pun bekerja keras untuk hidup makmur. Hidup makmur tidak cukup, makmur harus dijamin oleh kapital yang besar dan bertahan lama. Mereka pun terbukti sukses. Max Weber mencatat, bahwa ternyata di abad ke 16, di Jerman, kapitalis dan pengusaha besar serta pekerja yang terampil di perusahaan-perusahaan modern adalah kaum Protestan.
Jadi kapitalis-kapitalis itu hanya ingin hidup makmur. Tapi makmur ternyata perlu sistim dan kekuasaan yang melibatkan masyarakat. Dari sini sistim sosial, sistim pasar, sistim pemerintahan pun berkembang bersama kapitalisme. Singkatnya lahirlah kapitalisme sebagai sistim ekonomi dan sosial. Tujuan akhirnya kemakmuran.
Kemakmuran gaya kapitalisme bukan tanpa cacat. Maka pada awal abad ke 19 lahirlah gerakan sosialisme. Robert Owen (1771-1858) di Inggris dan Saint Simon (1760-1825) di Perancis adalah diantara perumusnya. Ide dasarnya tetap bagaiman hidup makmur.
Tapi makmur ala sosialis mengutamakan kebersamaan. Sistim dikontrol dan dicengkeram penguasa. Pribadi dikalahkan oleh rakyat dan buruh. Sosialisme pun diikuti oleh komunisme. Paham yang dicetuskan oleh Karl Marx ini memusuhi kapitalisme dan segala sistimnya. Kapitalis-kapitalis itu dianggap menindas kaum buruh.
Pimpinan Negara adalah borjuis dan kaum buruh adalah proletar. Keduanya diteorikan sebagai musuh abadi. Jika kapitalis bersaing dengan sistim pasar bebas, komunis melawan dengan cara apapun. Jika kapitalis menciptakan persaingan dengan cara kejam, komunis tidak kalah kejamnya menciptakan konflik dan jika perlu pertumpahan darah untuk mencapai tujuan.
Jika kapitalis tidak lagi mementing kan Tuhan, kaum komunis mengingkari adanya Tuhan. Jika kapitalis dengan sis tim ekonominya menciptakan masya rakat elitis, komunis menciptakan masya rakat tanpa kelas. Masalahnya, kapitalisme menghasilkan pertumbuhan ekonomi tapi melupakan pemerataan. Sedangkan komunisme mengobesikan pemerataan tapi tidak memikirkan partumbuhan.
Kini kapitalisme menguasai sistim ekonomi Negara-negara Eropah dan bahkan sistim ekonomi dunia. Namun, kesejahteraan dan kemakmuran yang dibawa sistim ini ternyata hanya dinik mati oleh segelintir orang. Sistim eko nomi kapitalis ternyata berdampak buruk pada tata sosial-politik. Persaingan pasar berdampak pada persaingan politik dan persaingan politik-ekonomi berujung pada pertumpahan darah p**a.
Sedangkan komunisme sebagai sistim social ekonomi, belum memberi kan apa-apa kepada rakyat yang diperjuangkannya. Obsesi untuk bisa makmur bersama gagal. Hampir semua Negara komunis adalah miskin (proletar), sedang kan para pemimpinnya ternyata tidak beda dari borjuis-borjuis kapitalis.
Cita-cita ideologi komunis adalah membela rakyat kecil. Tapi di negerinegeri yang rakyatnya telah makmur, komunis kehilangan misinya. Dalam kondisi seperti ini perjuangan komunis bukan lagi membela rakyat lemah, tapi menghancurkan kapitalisme.
Menghancurkan kapitalisme tidak perlu menunggu hingga ia matang, kata Lenin, tapi setiap ada kesempatan kaum buruh harus merebut kekuasaan. Perebutan kekuasaan ujung-ujungnya adalah pertumpahan darah. Kapitalisme dan komunisme sama-sama anyir berbau darah.
Diakui atau tidak kapitalisme telah terbukti membawa kemakmuran materi lebih baik dari komunisme. Namun, ia telah gagal membawa sistim sosial-po litik yang membawa ketenangan jiwa dan kedamaian ruhani. Dengan kapitalisme dunia semakin tidak aman dan damai.
Jika komunisme ingin menggantikan peran kapitalisme dalam memakmurkan rakyat, maka komunisme akan mengganti kemakmuran dengan pemerataan. Pemerataan tidak akan menghasilkan kemakmuran. Jika komunisme tidak mampu memberi kesejahteraan dan kemakmuran material kepada rakyat du nia, bagaimana mungkin dengan atheismenya ia akan menjanjikan ketenangan jiwa dan kedamaian ruhani.
Di banyak negeri Islam, para tokohnya mengagumi sosialisme. Mereka berteriak seperti menemukan sesuatu "Islam adalah kiri". "Nabi adalah pelindung orang lemah", Nabi adalah pelindung anak yatim (sosial) alias orang miskin dan ia akan bersama mereka di sorga. Masih banyak lagi dalih untuk justifikasi kiri Islam.
Tapi orang lupa bahwa Islam bisa berbau kapitalis. Saudagar kaya (kapi talis) yang jujur, misalnya, akan berada di surga bersama para nabi dan syuhada. Nabi pun menyukai Muslim yang kaya dan kuat. Orang akan lengkap rukun Islamnya jika ia kaya dan mampu membayar zakatnya.
Masyarakat dunia kini sedang meng alamai kekeringan nilai, kehausan spiritual, dan kekosongan moral. Sistim apapun untuk mengatur kesejahteraan material, baik kapitalisme maupun komunisme, tidak akan menyelesaikan nestapa manusia modern. Dunia mulai menyadari ketidak mampuan kapitalis dan kegagalan komunis. Tapi mengapa Muslim dengan secara cerdas tidak segera menjadikan Islam sebagai alternatif dari dua sistim yang gagal itu.
--------------
Dimuat di Republika online dan ISLAMIA Republika, Kamis 19 Mei 2016.