Scripture Union Indonesia (a.k.a PPA), Jakarta Videos

Videos by Scripture Union Indonesia (a.k.a PPA) in Jakarta. Scripture Union Indonesia (a.k.a Pancar Pijar Alkitab) is Bible Ministry for children, youth, and ad

Kisah Para Rasul 12:20-23
Kesombongan Berakibat Malapetaka

Herodes adalah raja yang sombong. Ia seorang pemimpin yang lahir dari masyarakat yang tidak menghormati Allah. Oleh rakyatnya, ia diagung-agungkan seolah-olah ia adalah dewa mereka. Rakyat yang mendengarkan pidato Raja Herodes, memuja dan berujar: "Ini suara ilah dan bukan suara manusia!" (22).

Lebih jauh, Herodes bersikap tidak menghormati Tuhan. Sikapnya itu berakibat fatal. Saat itu juga putus nyawanya karena ditampar malaikat dan tubuhnya dimakan cacing-cacing (23). Oleh karena kesombongannya itulah, Herodes mengalami malapetaka.

Jika kita belajar dari kisah kematian Raja Herodes, ternyata pangkat, kedudukan, dan kekuasaan menjadi godaan yang dapat membuat seseorang melupakan Tuhan, bahkan membuat seseorang tidak menghormati Tuhan. Hal inilah yang perlu kita waspadai. Sifat sombong yang ada di dalam diri manusia dapat membuat jiwa kita menjadi retak sehingga menimbulkan celah bagi roh-roh penyesat untuk menguasai jiwa manusia. Kesombongan itulah pintu masuk roh-roh penyesat.

Begitulah tantangan dan godaan yang dihadapi oleh umat masa kini. Umat Tuhan berhadapan dengan roh-roh zaman yang menyesatkan. Roh-roh penyesat itu muncul dalam berbagai bentuk dan sering kali menguasai kehidupan orang percaya. Dengan demikian, godaan roh-roh penyesat menjadi peringatan bagi umat Tuhan masa kini. Godaan roh-roh penyesat perlu dihadapi dengan keteguhan iman, dibarengi dengan sikap taat dan hormat kepada kuasa Tuhan. Hanya kuasa Tuhanlah yang dapat membentengi hidup kita dari roh-roh penyesat yang jahat dan sering kali merongrong kehidupan kita.

Dengan adanya tantangan dahsyat seperti itu, kita harus bertekad mengandalkan kuasa Tuhan supaya kita tidak mudah goyah dan jatuh ke dalam godaan roh-roh penyesat melalui kekuasaan, pangkat, dan jabatan. Baiknya, kita selalu bersyukur bahwa semua yang kita terima dan raih dalam hidup ini bersumber dari Tuhan agar hidup kita terpelihara dan tidak mudah disesatkan. Berserah

Other Scripture Union Indonesia (a.k.a PPA) videos

Kisah Para Rasul 12:20-23 Kesombongan Berakibat Malapetaka Herodes adalah raja yang sombong. Ia seorang pemimpin yang lahir dari masyarakat yang tidak menghormati Allah. Oleh rakyatnya, ia diagung-agungkan seolah-olah ia adalah dewa mereka. Rakyat yang mendengarkan pidato Raja Herodes, memuja dan berujar: "Ini suara ilah dan bukan suara manusia!" (22). Lebih jauh, Herodes bersikap tidak menghormati Tuhan. Sikapnya itu berakibat fatal. Saat itu juga putus nyawanya karena ditampar malaikat dan tubuhnya dimakan cacing-cacing (23). Oleh karena kesombongannya itulah, Herodes mengalami malapetaka. Jika kita belajar dari kisah kematian Raja Herodes, ternyata pangkat, kedudukan, dan kekuasaan menjadi godaan yang dapat membuat seseorang melupakan Tuhan, bahkan membuat seseorang tidak menghormati Tuhan. Hal inilah yang perlu kita waspadai. Sifat sombong yang ada di dalam diri manusia dapat membuat jiwa kita menjadi retak sehingga menimbulkan celah bagi roh-roh penyesat untuk menguasai jiwa manusia. Kesombongan itulah pintu masuk roh-roh penyesat. Begitulah tantangan dan godaan yang dihadapi oleh umat masa kini. Umat Tuhan berhadapan dengan roh-roh zaman yang menyesatkan. Roh-roh penyesat itu muncul dalam berbagai bentuk dan sering kali menguasai kehidupan orang percaya. Dengan demikian, godaan roh-roh penyesat menjadi peringatan bagi umat Tuhan masa kini. Godaan roh-roh penyesat perlu dihadapi dengan keteguhan iman, dibarengi dengan sikap taat dan hormat kepada kuasa Tuhan. Hanya kuasa Tuhanlah yang dapat membentengi hidup kita dari roh-roh penyesat yang jahat dan sering kali merongrong kehidupan kita. Dengan adanya tantangan dahsyat seperti itu, kita harus bertekad mengandalkan kuasa Tuhan supaya kita tidak mudah goyah dan jatuh ke dalam godaan roh-roh penyesat melalui kekuasaan, pangkat, dan jabatan. Baiknya, kita selalu bersyukur bahwa semua yang kita terima dan raih dalam hidup ini bersumber dari Tuhan agar hidup kita terpelihara dan tidak mudah disesatkan. Berserah

Kisah Para Rasul 12:1-19 Kuasa Doa Setelah peristiwa Pentakosta, para rasul terus mengajar tentang keselamatan yang dikerjakan Allah dalam diri Yesus Kristus. Banyak orang menjadi percaya, walaupun banyak tantangan, penolakan, dan penganiayaan yang dialami oleh jemaat dan para rasul saat itu. Hal itu disebabkan kekristenan saat itu dianggap sebagai ancaman serius bagi orang Yahudi, termasuk Raja Herodes (1). Yakobus dibunuh (2) dan Petrus dipenjara dengan penjagaan yang sangat ketat, tujuannya untuk menyenangkan orang Yahudi dan menghambat pengajaran para rasul saat itu Penghambatan yang ada saat itu tidak memudarkan iman jemaat, tetapi mereka dengan tekun berdoa (5). Doa jemaat terkabul dengan dibebaskannya Petrus oleh malaikat Tuhan dari belenggu ikatan rantai dan penjagaan penjara yang sangat ketat. Hal itu menandakan bahwa kuasa penyertaan Tuhan nyata. Bagi umat Tuhan, saat kita merasakan hidup ini sudah tidak ada jalan keluar dan segala pintu kesempatan telah tertutup, keyakinan terhadap kuasa Tuhan dalam doa sangatlah penting. Doa adalah napas kehidupan setiap orang yang percaya kepada Tuhan. Hidup tanpa doa adalah hidup tanpa napas atau mati secara rohani. Doa merupakan kekuatan umat yang menyatukan mereka dalam tanggung jawab pelayanan dan kesaksian. Dalam doa ada kuasa yang besar. Melalui doa, kuasa Tuhan dihadirkan dan disaksikan dalam kehidupan. Mendoakan banyak hal menjadi irama napas yang teratur bagi umat dan pelayan. Semua terjadi di dalam seluruh tugas pelayanan dan kesaksian. Dalam doa, Roh Kudus akan membantu kita menyampaikan semua hal kepada Allah (bdk. Rm. 8:26). Ingat, Tuhan mendengarkan permohonan dan doa jemaat yang dipanjatkan dengan kesungguhan hati. Dialah Allah yang melakukan hal-hal yang lebih besar daripada apa yang kita doakan. Karena itu, baiklah kita menjadi pendoa yang setia dalam hidup beriman kita, dalam seluruh tugas pelayanan dan persekutuan, juga dalam kesaksian kita. Teruslah berdoa bagi sesama, bagi bangsa dan negara kit

Kisah Para Rasul 11:19-30 Penyertaan Tuhan kepada Gereja-Nya Gereja dimulai oleh Tuhan. Oleh karena itu, pasti akan disertai Tuhan. Gereja mula-mula mengalami banyak sekali penderitaan. Dikatakan dalam perikop ini bahwa umat Tuhan tersebar karena penganiayaan (19). Tentunya, hal ini melemahkan umat Tuhan. Pasalnya, kekuatan muncul dari kesatuan, sedangkan keadaan teraniaya memaksa mereka untuk berserakan. Meski demikian, mereka tetap melakukan penginjilan, sekalipun hanya dapat menginjili orang-orang Yahudi saja (19). Di sini, seolah-olah Injil menyebar secara lambat. Akan tetapi, Allah tetap menyatakan pemeliharaannya terhadap gereja-Nya. Dia bisa memakai siapa saja, termasuk orang-orang Siprus dan orang Kirene. Mereka justru menyebarkan Injil kepada orang-orang Yunani (20). Injil Tuhan kemudian semakin merambat. Setelah itu, Tuhan menyatakan penyertaan-Nya dalam bentuk yang lain. Dia mengutus Barnabas ke Antiokhia untuk menggembalakan umat Tuhan yang ada di sana (23). Karena jemaat Tuhan yang banyak, dia mengajak Saulus melayani bersama selama satu tahun (25-26). Dalam periode ini, mereka berdua dengan tekun mengajar umat Tuhan (26). Selain itu, mereka bahkan mengoordinasi bantuan-bantuan sosial untuk mendukung setiap umat Tuhan yang membutuhkan pertolongan (28). Semua itu adalah rangkaian pemeliharaan Tuhan terhadap gereja-Nya. Umat Tuhan dipelihara dan tetap melakukan penginjilan, sekalipun dianiaya. Umat Tuhan juga dipelihara melalui gembala yang diutus Tuhan, yang dengan setia mengajar dan membantu setiap mereka yang membutuhkan. Dengan demikian, kita belajar satu hal yang penting bahwa gereja Tuhan akan selalu dalam pemeliharaan dan penyertaan Tuhan. Oleh karena itu, jangan takut dengan penderitaan atau kesulitan yang ada. Gereja hanya perlu dengan setia memberitakan Injil dan menjalankan tugasnya. Kemudian, kita juga harus bersyukur dan menyadari bahwa setiap hamba Tuhan yang diutus oleh Tuhan untuk melayani di gereja kita adalah bentuk pemeliharaan Tu

Kisah Para Rasul 11:1-18 Merespons Positif Kehendak Allah Kerap kali kehendak Tuhan begitu sulit kita terima. Bagaimanapun juga, seharusnya kita merespons kehendak Allah secara positif. Perikop kali ini menunjukkan rasul-rasul yang lain tidak dapat menerima bahwa Petrus masuk ke rumah orang bukan Yahudi, bahkan memberitakan Injil kepadanya (2-3). Berita itu menimbulkan kegemparan dan para rasul berselisih pendapat dengan Petrus. Akan tetapi, Petrus dengan sabar menjelaskan kepada rasul-rasul lainnya. Petrus tidak berdebat secara teologis dengan mereka. Petrus menyaksikan penglihatan yang ia alami, dan bagaimana Tuhan menuntunnya kepada Kornelius, serta menjelaskan arti penglihatan itu bahwa Tuhan juga mengasihi bangsa-bangsa lain (5-17). Mereka menerima kesaksian Petrus dengan positif. Mereka pun dapat menyimpulkan secara tepat, yaitu Allah juga mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada kehidupan bangsa-bangsa lain (18). Dari perikop ini, kita dapat belajar tiga hal penting, yakni: 1. Jika kita di posisi sebagai orang yang menyampaikan kehendak Allah, dan ada pendengar yang meminta tanggung jawab, maka kita harus mau bertanggung jawab secara sabar dan lemah lembut. Sama seperti yang dilakukan oleh Petrus. 2. Jika kita di posisi sebagai penerima pesan perihal kehendak Allah, sekalipun kita tidak suka dengan isi pesan itu, kita harus merespons secara positif, bukan menyalahkan pesan atau orang yang menyampaikan pesan itu. 3. Kehendak Allah sudah pasti yang terbaik. Oleh karena itu, ketika rasul-rasul mengetahui bahwa penginjilan kepada Kornelius adalah kehendak Allah, mereka menjadi begitu tenang dan bersukacita (18). Hal itu mengindikasikan bahwa mereka tidak ingin melakukan sesuatu di luar kehendak Tuhan. Jadi, kita harus mencintai, mencari, mengenal, dan memercayai kehendak Tuhan, serta melakukannya dengan setia! Kita juga harus siap menyampaikan pesan kehendak Allah kepada orang-orang yang ada di sekitar kita. [YGM]

Kisah Para Rasul 10 Berita Injil Bersifat Inklusif Mengubah mindset seseorang bukanlah hal yang mudah. Apalagi, bila sudah mengakar secara turun-temurun. Pasal 10 menunjukkan adanya salah satu titik mula yang paling penting dalam sejarah gereja. Pada pasal inilah kita mendapatkan informasi tentang bagaimana Injil disebarkan ke seluruh dunia. Tampak dalam pasal ini, Injil disebarkan ke tempat lain. Menariknya, orang-orang Yahudi pada masa itu sangatlah eksklusif. Mereka tidak menjalin relasi dalam bentuk apa pun dengan bangsa lain (28). Demikian pula Petrus, dalam penglihatannya mengenai makanan-makanan yang najis, tiga kali dia menolak perintah Tuhan (16). Dari generasi ke generasi, orang Yahudi, termasuk Petrus, tidak pernah makan makanan najis tersebut. Sangat sulit untuk mengubah mindset tersebut. Demikian juga perihal penerimaan terhadap orang bukan Yahudi. Dari generasi ke generasi, mereka menolak bangsa lain, dan tidak menjalin relasi dengan bangsa lain. Mungkin, teologi orang Yahudi berpengaruh terhadap keyakinan bahwa Israel adalah bangsa istimewa yang dipilih menjadi umat Allah. Oleh karena itu, mereka pun heran ketika Allah mengasihi bangsa lain (34). Kita dapat belajar tiga hal dari pasal ini. Pertama, umat pilihan Allah dimaknai secara rohani, bukan politis. Dengan pemahaman ini, barulah Injil dapat diberitakan ke seluruh dunia, bukan dimiliki secara eksklusif. Kedua, ikatan kesatuan, bukan ikatan darah, seperti Petrus menerima Kornelius karena iman yang sama. Ketiga, Yesus Kristus sebagai pusat kebenaran. Ketika Kornelius menerima karunia Roh Kudus, dan dibaptis, Petrus memberitakan dan memberikan kesaksian mengenai Yesus Kristus. Artinya, pusat kebenaran bukanlah Taurat, melainkan Injil Yesus Kristus. Dapat kita simpulkan bahwa berita Injil bersifat inklusif. Oleh karena itu, kita harus mau memberitakan Injil kepada siapa pun, bukan hanya kepada suku tertentu. Selain itu, kita juga harus menghidupi kesatuan Kristen dalam perspektif kesatuan iman,

Kisah Para Rasul 9:32-43 Tidak Bergantung pada Manusia Tuhan kita adalah Allah yang menyejarah. Allah menyejarah melalui banyak mukjizat, bahkan saat ini pun mukjizat masih terjadi. Akan tetapi, kerap kali peristiwa mukjizat dimaknai secara keliru. Karena itu, penting untuk kita memaknai peristiwa mukjizat secara benar. Ada dua prinsip utama dalam perikop ini terkait mukjizat yang dilakukan oleh Petrus. Pertama, mukjizat tidak bergantung pada manusia, baik sebagai fasilitator maupun sebagai penerima mukjizat. Pasalnya, tanpa fasilitator sekalipun, mukjizat tetap bisa terjadi. Bacaan hari ini juga menunjukkan bahwa penerima mukjizat bersifat pasif (35, 42) sebab tidak disertai keterangan yang menunjukkan keaktifan. Dalam mukjizat pertama, Petrus berinisiatif menyembuhkan orang lumpuh (34). Kemudian, mukjizat kedua terjadi pada orang yang sudah mati (37). Meskipun kedua penerima mukjizat menunjukkan kepasifan, namun Allah memberikan kuasa kepada orang percaya (seperti Petrus) untuk menyatakan mukjizat. Pemberian kuasa itu berdasarkan kehendak Allah sendiri, bukan karena bergantung pada manusia. Kedua, mukjizat dikerjakan oleh Allah, dari Allah, dan untuk kemuliaan Alah. Sekalipun Allah menggunakan manusia sebagai alat-Nya, mukjizat harus menuntun orang-orang kepada Allah, bukan mengagungkan manusia. Hal demikian sesuai dengan bacaan hari ini sebab dikatakan banyak orang berbalik dan percaya kepada Tuhan (35, 42). Kedua mukjizat tersebut datangnya dari inisiatif Allah, oleh kuasa Allah, melalui perantaraan Petrus, dan untuk kemuliaan Allah. Dari kedua hal tersebut kita dapat belajar beberapa hal. Pertama, kita harus bersyukur karena kasih Allah yang tidak bersyarat. Pasalnya, jika kasih Allah menuntut adanya syarat, tak seorang pun di antara kita dapat memenuhi syarat tersebut. Kedua, ketika kita menerima berkat Allah, hal itu bukan berarti menjadikan kita lebih istimewa daripada orang lain. Pasalnya, semua itu adalah anugerah Allah semata. Ketiga, menerima mukjiza

Kisah Para Rasul 9:19-31 Pertobatan Radikal Kita sering memaknai kata radikal secara negatif. Padahal, radikal artinya mengakar/sampai ke akar. Dengan pengertian ini, seharusnya setiap anak Tuhan radikal dalam mencintai Tuhan. Rasul Paulus mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Hal itu berdampak besar dalam hidupnya. Setelah disembuhkan oleh Tuhan melalui Ananias, saat itu juga dia memberitakan Yesus sebagai Anak Allah (20). Saulus tentu sudah tahu konsekuensi yang akan ditanggung olehnya. Bahkan konsekuensi tersebut langsung dirasakan olehnya, yakni orang-orang Yahudi mengincarnya dan ingin membunuhnya (23); di lain pihak, murid-murid Tuhan juga mencurigainya serta tidak memercayainya. Akan tetapi, meskipun dia tahu betul risiko yang akan dia hadapi, dia dengan berani mengabarkan Injil Tuhan. Dari hal ini, kita belajar bahwa Tuhan dapat mengubah kehidupan seseorang secara radikal. Saulus yang dahulu 'radikal' dalam hal kebencian kepada orang Kristen, kini berbalik dan secara radikal menjadi pengikut Tuhan. Bahkan sampai akhir hidupnya, Saulus melayani Tuhan dengan setia. Melalui pelayanannya, Injil Tuhan menyebar secara pesat ke seluruh penjuru dunia. Pertobatan pasti menghasilkan perubahan. Kata "pertobatan" sendiri mengandung arti berbalik, artinya berputar 180 derajat. Jika dahulu menghadap ke barat, maka kini berputar haluan ke timur. Jika dahulu mengejar dosa dan dunia, kini berputar arah kepada pengejaran terhadap Allah. Namun, selama kita masih hidup di dunia, kita masih bisa jatuh lagi ke dalam pencobaan dan berbuat dosa. Bagaimanapun juga, kita adalah manusia berdosa. Akan tetapi, pertobatan adalah komitmen untuk tidak lagi menikmati dosa. Pertobatan membuat kita sadar tentang dosa, bahkan membenci dosa. Selain itu, pertobatan seharusnya membawa kita menyenangi kehendak Allah dan pekerjaan Allah. Oleh karena itu, kita perlu mengawasi diri agar pertobatan kita benar-benar menghasilkan perubahan. Adapun perubahan tersebut melingkupi: perubahan pikiran, peru

Kisah Para Rasul 9:1-19 Tak Ada yang Dapat Lepas Jika Allah berkehendak, maka tidak ada yang dapat lepas dari-Nya. Dalam perikop ini, kita dapat melihat bagaimana cara kerja Allah dalam memenuhi kehendak-Nya, sehingga pihak-pihak yang dikehendaki tak dapat lepas dari anugerah-Nya. Dalam hal ini, kita akan belajar dari tiga pihak yang disebutkan dalam perikop bacaan kali ini. Pihak pertama adalah Saulus, seorang yang sangat bengis. Kebenciannya terhadap umat Tuhan begitu dalam (1-2). Akan tetapi, ketika Allah menginginkannya sebagai 'alat', Saulus yang begitu bengis itu pun tak dapat lepas dari-Nya (15-16). Dari hal ini, kita belajar mengenai satu prinsip tentang anugerah bahwa anugerah tidak dapat ditolak (irresistible grace). Pihak kedua adalah jemaat Tuhan. Mereka adalah korban dari kebengisan Saulus. Akan tetapi, Tuhan Yesus tidak membiarkan mereka begitu saja tanpa penyertaan. Buktinya, Tuhan mengasosiasikan diri-Nya sendiri sebagai pihak yang teraniaya juga (4-5). Dari hal ini, kita belajar bahwa dalam kondisi apa pun Allah turut menyertai umat-Nya. Bahkan bukan hanya itu, Allah turut menderita bersama anak-anak-Nya. Pihak ketiga adalah Ananias. Tuhan menghendakinya menjadi 'alat' untuk bertemu dan menyembuhkan Saulus yang mengalami kebutaan. Meski pada awalnya dia menolak untuk pergi dan menyembuhkan Saulus, pasalnya Saulus terkenal sebagai penganiaya jemaat (13), akan tetapi Ananias tak dapat lepas dari kehendak Allah. Allah menghendakinya sebagai 'alat' yang melayani seorang 'alat Tuhan' yang lainnya. Jadi, dia harus pergi! Dari hal ini, kita belajar bahwa segala sesuatu ada dalam kendali Allah. Tidak ada seorang pun atau sesuatu apa pun yang dapat lepas dari kendali-Nya. Dari ketiga pihak tersebut, kita pun dapat belajar tiga hal: Pertama, jangan menutup pintu anugerah bagi siapa pun. Sekalipun kelihatannya orang tersebut sangat bengis. Kedua, jangan takut dengan kesulitan kehidupan, Dia adalah Allah yang selalu menyertai. Ketiga, jadilah 'alat Tuhan'

Mazmur 55 Butuh Penghiburan, Bukan Pembalasan Meski kita tidak diberi tahu apa motif Daud dalam menulis mazmurnya kali ini, aroma pengkhianatan kembali tercium. Setelah menggambarkan secara umum ancaman bahaya yang menyesakkan dadanya, Daud memfokuskan perhatian kepada seorang pengkhianat yang misterius. Namanya tak pernah terungkap, tetapi dikatakan bahwa dia dahulu adalah sahabat dan orang kepercayaan Daud (14). Mereka kerap beribadah bersama-sama (15). Tiba-tiba orang itu diam-diam menikam dari belakang. Daud terluka oleh perkataannya yang munafik: sopan dan lembut tetapi membinasakan (21-22). Bagaimana Daud merespons pengkhianatan yang keji itu? Sebagai ahli strategi dan pahlawan perang, tidaklah sulit bagi Daud untuk mengadakan serangan balik. Namun, ia memilih untuk berseru kepada Allah dan percaya bahwa Ia akan mendengarkan suaranya (17-18). Daud mengajak kita untuk melakukan hal yang sama. Bila kita dikhianati oleh orang yang dekat dengan kita, serahkanlah kemarahan dan kekhawatiran kita kepada Tuhan (23). Respons yang alami bila kita disakiti oleh seseorang adalah membalasnya. Kita merasa harus membalas, cepat atau lambat. Dunia mengajarkan, "Balas dendam paling baik disajikan dingin." Namun, mazmur ini mengajarkan kepada kita satu kebenaran yang krusial: ketika disakiti, musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Kita harus menundukkan naluri alami kita untuk membalas. Ada kalanya pengkhianatan menjadi situasi yang diizinkan Allah agar kita dapat makin menghayati karya salib Kristus. Pikirkan ini: jika seumur hidup kita tidak pernah dikhianati oleh orang dekat, bagaimana kita dapat menyelami sengsara Kristus? Ia, yang dikhianati oleh murid-Nya sendiri dengan sebuah ciuman, menyerahkan pengkhianat itu ke dalam tangan Bapa-Nya. Ia tidak melakukan pembalasan. Yang kita butuhkan ketika kita disakiti adalah penghiburan, bukan pembalasan. Berdoalah meminta penghiburan dari Allah. Ia, yang pernah dikhianati, berempati terhadap kesakitan kita. Damai seja

Mazmur 54 Beriman dengan Bersyukur Konteks dalam mazmur ini adalah pengkhianatan orang-orang Zif. Dua kali mereka membocorkan keberadaan Daud kepada Raja Saul yang ingin menghabisi nyawa Daud (1Sam. 23:19-20, 26:1). Hal yang paling menyakitkan hati Daud adalah orang-orang Zif sebenarnya merupakan bagian dari suku Yehuda (Yos. 15:24, 55), sama seperti Daud. Namun, mengingat perbuatan mereka, Daud menyamakan mereka dengan orang lalim yang tidak mengenal Allah (5). Pada waktu nyawa Daud terancam akibat ulah mereka, ia hanya bisa pasrah. Tidak ada strategi yang dapat menyelamatkannya. Harapan Daud untuk tetap hidup hanya disandarkan pada nama Allah dan keadilan-Nya (3). Dalam dua pengkhianatan orang Zif tersebut Allah menyelamatkan Daud secara ajaib (1Sam. 23:27-28, 26:7, 12). Bagaimana ia dapat membalas kebaikan dan pertolongan Allah yang dahsyat itu? Satu-satunya hal yang dapat ia lakukan adalah menjanjikan persembahan kurban syukur bila Allah menyelamatkan dia dari bahaya (8-9). Sebuah teladan iman yang luar biasa kita terima dari mazmur ini. Meski penyelamatan Allah belum terjadi, Daud bersikap seakan-akan itu telah terjadi. Karena itu, ia berjanji akan mempersembahkan syukur kepada Allah. Mungkinkah kita memiliki keberanian dan keyakinan yang sama ketika kita bergumul dengan masalah-masalah kita saat ini? Mungkin bisnis Anda terancam gulung tikar, mungkin seseorang mencoba merebut rumah Anda, mungkin Anda baru divonis kanker stadium lanjut, atau mungkin anak Anda sedang kritis di rumah sakit. Tidak ada yang dapat Anda lakukan untuk mengubah situasi gawat tersebut. Beranikah Anda untuk terus berharap pada nama Allah dan keadilan-Nya? Beriman adalah tindakan yang paling logis sebelum dan setelah tidak ada lagi yang bisa kita lakukan. Jangan beriman hanya supaya masalah-masalah Anda lenyap. Milikilah iman bahwa Anda akan kembali mempersembahkan syukur kepada Allah karena Ia akan melepaskan Anda dari kesesakan Anda. [PHM]

Mazmur 53 Umat Tuhan di Dunia yang Bejat Bacaan hari ini memiliki banyak kemiripan dengan Mazmur 14, dengan perbedaan pada ayat 6. Daud memulainya dengan hamartiologi (pelajaran Alkitab tentang dosa). Ia menyingkapkan kondisi berdosa seluruh umat manusia. "Semua", katanya, "telah menyimpang" dan "bejat" (4). Mereka menyangkali keberadaan Allah atau berharap Ia tidak ada (2; Mzm. 14:1). Itu mungkin terdengar seperti tuduhan yang berlebihan. Namun, Daud mengungkapkan bahwa buktinya dinyatakan oleh Allah sendiri. Ia mengamati dari surga dan mendapati bahwa tidak ada manusia yang benar-benar baik (3-4; Mzm. 14:2-3). Pada kemudian hari Paulus menegaskan seluruh kebenaran ini di dalam Roma 3:10-12. Menariknya, meski dunia dipenuhi orang-orang berdosa, Allah menganggap sebagian darinya adalah umat-Nya (5; Mzm. 14:4). Secara tersirat, itu menunjukkan bahwa mereka menjadi umat-Nya karena Ia telah membenarkan mereka demi kasih-Nya. Sayangnya, selama mereka masih ada di dunia, mereka terus-menerus ditindas oleh orang-orang yang bukan umat Allah. Kabar baiknya, Allah pasti akan membela umat-Nya. Ia berjanji akan membuat musuh mereka, yang juga adalah musuh-Nya, menjadi takut dan malu (6; Mzm. 14:5-6). Janji itu adalah dasar pengharapan dan sukacita kita (7; Mzm. 14:7). Apakah Anda sungguh-sungguh percaya pada janji itu? Sebaiknya demikian, sebab janji Allah adalah berita yang logis. Jika Allah berkenan mengangkat kita sebagai umat-Nya, sekalipun dahulu kita manusia berdosa, Ia tentu tidak akan membiarkan kita terus ditindas oleh orang-orang dunia yang berdosa. Atau, dalam kata-kata Rasul Paulus, "Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama Dia?" (Rm. 8:32) Kita patut bersyukur karena Allah mengangkat kita menjadi umat-Nya. Sisipkanlah ucapan syukur atas hal tersebut dalam doa kita hari ini. Ucapkanlah: "Terima kasih, Tuhan, Engkau memelihara umat-Mu d

Mazmur 52 Tragedi Dibalas dengan Tragedi Sungguh sebuah tragedi! Sebanyak 85 imam yang takut akan Tuhan, bahkan hampir seluruh penduduk Nob, dibunuh atas perintah Raja Saul; semua ini karena ulah satu orang Edom, yakni Doeg (1Sam. 22:9-19). Tragedi itu menginspirasi Daud menggubah mazmur ini. Jika dicermati, mazmur ini dapat dibagi menjadi tiga bagian. Di bagian pertama karakter sang pengkhianat dari Edom tersebut digambarkan secara terperinci (3-6). Dengan kata-kata penuh kemunafikan, ia menebar dusta dan kekacauan. Di bagian kedua, diuraikan hukuman yang akan menimpa orang seperti itu (7-9). Allah akan merubuhkan dia, menyeretnya keluar dari rumahnya untuk dibinasakan, dan menjadikannya bahan ejekan semua orang. Di bagian ketiga, nasib akhir orang fasik itu dibandingkan dengan sang pemazmur (10-11). Daud, target Saul yang sebenarnya, justru aman dan tenteram dalam perlindungan Allah. Orang yang tertawa pada akhirnya adalah dia yang berharap kepada Allah. Orang seperti Doeg dapat ditemukan dalam segala budaya dan tempat. Karakter seperti dia perlu disingkapkan di hadapan publik supaya diketahui segala kebusukannya. Sayangnya, hal itu tidak selalu terjadi dalam dunia nyata. Orang-orang saleh, seperti 85 imam Allah itu, justru kehilangan nyawa ketika sang pengkhianat bergelimang harta. Namun, Daud menyingkap sebuah rahasia mengenai keadilan Allah. Semua orang fasik, khususnya pengkhianat, akan merasakan dahsyatnya penghakiman Allah yang datang secara tiba-tiba. Mereka tidak akan sempat membela diri sebab Allah menjatuhkan mereka secara tragis. Tragedi dibalas dengan tragedi. Apakah penderitaan yang Anda alami saat ini adalah akibat dari ulah seseorang? Jangan membalasnya. Atau, apakah seorang pengkhianat sedang merencanakan sesuatu yang buruk terhadap Anda atau keluarga Anda saat ini? Jangan takut, dan tidak perlu berpikir berlebihan. Pastikan saja Anda selalu tinggal dalam hadirat Allah. Berdoa dan serahkan segalanya kepada Allah. Keadilan akan terbit laksan

Mazmur 51 Jiwa yang Merindukan Hisop Ilahi Sesuai dengan bagian pembukanya, mazmur ini digubah oleh Daud setelah Nabi Natan menyingkapkan dosa seksualnya. Yang menarik, Daud mengaitkan dosa itu dengan seluruh keberdosaan dirinya sejak ia masih ada dalam kandungan (7). Seolah-olah Daud mau mengatakan bahwa dosa yang ia lakukan telah membangkitkan kesadarannya akan dampak dosa asali. Kesadaran ini membuat Daud merasa tersiksa. Ia berduka sampai-sampai tulang-tulangnya serasa seperti remuk (10). Mengapa ia begitu sedih? Karena ia takut bahwa Allah akan meninggalkan dia yang telah cemar; ia cemas kalau-kalau Roh yang telah mengurapinya akan pergi darinya (13). Bagi Daud, satu-satunya solusi atas masalah dosa adalah kemurahan hati Allah. Tidak ada ritual agama yang dapat menghapuskan dosanya. Ia membutuhkan hisop ilahi, yaitu tindakan belas kasihan Allah yang menyucikan dirinya (9). Mazmur ini mengajarkan kepada kita pelajaran yang penting dan berguna bahwa Allah mencari "jiwa yang hancur" dan "hati yang remuk redam dan penuh penyesalan" karena dosa (19). Allah menghargai orang-orang yang menyadari betapa jahat dan kotor dosa-dosanya. Ia menyukai orang-orang yang mengakui betapa mereka memerlukan belas kasihan-Nya. Dengan cara berbeda, Tuhan Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur" (Mat. 5:4). Apakah Anda merasa gelisah atas kesalahan yang perlu Anda akui kepada Tuhan? Adakah kebiasaan buruk atau pikiran negatif yang membuat Anda berduka akhir-akhir ini? Jika ya, Anda membutuhkan hisop ilahi. Datanglah kepada Tuhan. Hanya Dia yang dapat menghapus dosa-dosa kita. Jangan tunggu sampai orang lain datang untuk menegur kita. Orang itu mungkin tidak akan muncul dalam waktu dekat atau bahkan dalam hidup kita. Namun, tangisilah dosa-dosa yang membuat kita menjauh dari Allah. Ratapilah ketidaksadaran kita yang membuat kita tergiur oleh hawa nafsu dan terasing dari Allah. [PHM]

Mazmur 50 Menyogok Tuhan Tidak sedikit orang yang berpikir bahwa dengan rajin mengikuti ibadah dan melayani setiap hari Minggu, hidup mereka akan menjadi lancar. Tidak jarang hal ini dimanfaatkan oleh pemimpin gereja yang korup dengan berjanji bahwa jika jemaatnya setia memberi persembahan, ada berkat berlimpah yang menanti mereka. Apakah memang seperti itu Tuhan yang kita sembah? Pastilah tidak! Jika itu yang para pemimpin agama dan umat Tuhan pikirkan, sang pemazmur menentangnya dengan keras. Karena Tuhan bukanlah Allah yang haus dan lapar akan pujian, penyembahan, dan persembahan dari umat-Nya, maka adalah sebuah kebodohan jika umat-Nya berpikir seperti itu (8-9). Tuhan adalah Allah pemilik alam semesta; dunia serta segala isinya adalah kepunyaan-Nya. Jika Ia menginginkan sesuatu, Ia tidak perlu meminta manusia untuk mempersembahkannya kepada-Nya (10-12). Tuhan memerintahkan umat untuk mempersembahkan kurban bakaran, tetapi semua itu bukanlah untuk memuaskan diri-Nya. Sejatinya, kurban bakaran merupakan tanda perjanjian yang membedakan umat-Nya dengan bangsa-bangsa lainnya. Pemberian kurban menandakan relasi yang dekat antara Tuhan dengan umat-Nya (5, 14-15). Tuhan tak mau umat-Nya terus menjalankan ibadah tetapi hidup dalam kefasikan. Allah yang mengasihi juga adalah Allah yang mau beperkara dengan umat-Nya yang memilih jalan kefasikan (7, 16-22). Allah rindu supaya umat-Nya memuliakan Dia dengan kurban yang diberikan sebagai ucapan syukur, bukan sogokan. Kurban tidak dapat membeli keselamatan, tetapi bagi orang yang mau hidup benar, Tuhan akan membukakan jalan keselamatan kepadanya. Janganlah berpikir bahwa kita bisa menyogok Tuhan. Sebaik dan sehebat apa pun, pelayanan kita tidak akan bisa membeli hati Tuhan. Itu karena sesungguhnya Ia sudah terlebih dahulu melayani dan mengurbankan diri-Nya bagi kita. Maka, sebagai umat yang dikasihi, mari kita belajar hidup sesuai dengan kerinduan-Nya, yakni dengan ucapan syukur yang tulus dan cara hidup yang benar. [J

Mazmur 49 Akhir yang Mana? Rasanya tidak adil ketika kita melihat realitas adanya orang-orang yang tidak hidup dengan benar justru mendapatkan kekayaan, ketenaran, dan kenyamanan. Ini akan makin menyedihkan ketika kita sudah berusaha setiap hari untuk hidup benar sesuai dengan firman Tuhan, tetapi malah mengalami kehidupan yang sulit, terjal, dan penuh masalah. Kita kerap kali mempertanyakan keadilan-Nya dan bahkan terlintas pikiran untuk berhenti mengikut-Nya. Pemazmur melihat realitas ini pada zamannya dan mencoba merenungkan semuanya (4-5). Memang ada orang-orang jahat yang memegahkan diri dengan kekayaan, kepandaian, dan kemuliaan yang merasa hidupnya aman (6-7). Akan tetapi, penulis di dalam perenungannya melihat hal yang lebih besar dan mau menguatkan pembaca yang barangkali memiliki pengalaman yang sama. Ia melihat bahwa sesukses, sehebat, dan semakmur apa pun seseorang, dia pasti akan berhadapan dengan akhir yang namanya kematian. Segala kemegahan yang dimilikinya tidak dapat membebaskan dirinya (8-15). Memang orang yang takut akan Tuhan juga akan menghadapi kematian. Akan tetapi, kematian itu bukanlah akhir yang membinasakan. Dikatakan bahwa Allah akan membebaskan mereka dari kematian (16). Ini menunjukkan adanya pengharapan, bahkan setelah kematian. Pengharapan inilah yang menjadi sumber kekuatan bagi orang percaya. Meskipun hidup mereka penuh dengan kesulitan dan terkadang kekecewaan saat hidup orang jahat terlihat lebih baik, mereka tetap bisa bertahan untuk hidup benar. Mereka tidak iri dan iman mereka tidak luntur karena mereka tahu bahwa ada pengharapan yang melampaui kematian baginya. Hendaknya pengharapan ini juga menguatkan kita untuk tetap memperjuangkan cara hidup yang benar. Tidak hanya itu, kita bisa mengingatkan orang-orang terdekat kita untuk tidak terlena dengan kebahagiaan dunia ini dan tidak melakukan kompromi iman demi kekayaan. Kepada apa atau siapa kita percaya, itulah penentu akhir hidup kita: kehilangan segala sesuatu atau kehid

Mazmur 48 Tak Hanya Perkasa Tak dapat dipungkiri bahwa ketika seseorang memiliki kelebihan di atas orang lain, ada rasa superioritas yang tanpa sadar disimpan di dalam hati. Semestinya, dengan membaca Alkitab, orang percaya akan diingatkan untuk bersikap rendah hati. Yang menyedihkan adalah dari ayat-ayat nas hari ini, sebagian orang justru menebalkan rasa superioritas. Maka, perlulah kita berhati-hati dalam membaca mazmur ini. Kuasa Tuhan, Allah yang kita sembah, tidaklah diragukan lagi, dan hal ini juga diyakini oleh penulis Mazmur 48. Tuhan adalah Allah yang berkuasa, dan di dalam konteks peperangan pada masa itu, Ia menyatakan kuasa-Nya dengan melindungi umat-Nya (1-4). Sekalipun realitas perang harus terjadi dan dialami umat-Nya, Dia bukanlah Allah yang haus darah yang mendorong umat-Nya untuk memerangi bangsa-bangsa. Justru kerap kali umat-Nya yang kecil harus bertahan di bawah gempuran bangsa-bangsa sekitar yang bersekutu untuk menyerang mereka (5). Namun, realitas keselamatan dari Allah bagi Israel yang kecil ini justru menunjukkan kepada bangsa-bangsa lain bahwa Tuhan, Allah Israel, adalah Allah yang perkasa dan dahsyat (6-8). Tak hanya itu, ketika Ia menyelamatkan umat-Nya, Allah menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang penuh kasih setia (10), juga sebagai Allah yang adil, yang akan mendatangkan penghakiman atas ketidakadilan (11-12). Ini juga yang tentunya harus dihidupi umat yang menyembah-Nya. Sekali lagi, Tuhan bukan hanya membela umat-Nya tanpa peduli perbuatan mereka. Ia adalah Allah yang perkasa, penuh kasih setia, dan juga adil. Ia membela umat-Nya ketika ada ketidakadilan yang terjadi, tetapi ketika umat-Nya bersikap tidak adil, Allah pastilah menegur dengan keras. Kita boleh bangga bahwa Allah kita perkasa dan dapat menolong kita dari segala tantangan, termasuk serangan orang lain. Namun, jangan lupa bahwa Dia juga adalah Allah yang penuh dengan kasih setia dan adil yang juga mau supaya melalui kita kasih setia dan keadilan-Nya dapat dirasaka

Mazmur 47 Umat dari Yang Maha Tinggi Orang Kristen terkadang sangat bangga dengan identitasnya, apalagi bila ia menggunakan keyakinan bahwa Allah yang dia sembah adalah Allah semesta alam yang berkuasa atas segalanya. Sedihnya, jika tidak berhati-hati, ia akan merasa superior, memandang dirinya sebagai yang paling dekat dengan Allah, dan bahkan bisa-bisa melihat orang lain di luar imannya lebih rendah daripada dirinya. Memang benar bahwa Tuhan adalah Allah Yang Maha Tinggi. Tuhan adalah Raja di atas segala raja (3). Ialah yang berkuasa untuk memerintah atas segala bangsa dan menentukan tanah pusaka umat-Nya (4-5). Semua ini tidak dapat diragukan lagi; Ia layak mendapat pujian, penyembahan dan pengabdian total dari umat-Nya (2, 6-8). Namun, jangan lupa bahwa Tuhan juga adalah Allah yang kudus (9). Tuhan tidak pernah berpihak pada ketidakadilan, apalagi jika hal itu dilakukan oleh umat-Nya yang Dia cintai. Jika dikatakan bahwa Allah menaruh bangsa-bangsa di bawah Israel (4), itu bukan karena Israel adalah bangsa yang terbesar dan terhebat, tetapi justru karena Tuhan melihat Israel sebagai bangsa yang sangatlah kecil dan lemah. (lih. Ul. 7:7-9) Tuhan adalah Allah yang berbelas kasihan terhadap Israel yang menderita penindasan di Mesir, juga yang merendahkan bangsa-bangsa yang melakukan kejahatan, kekejaman, dan ketidakadilan. Pastilah Dia menginginkan umat-Nya tidak melakukan hal-hal yang sama. Umat seperti inilah yang nantinya akan menyanyikan pujian penyembahan bagi kemenangan Tuhan atas segala kefasikan. Jadi, bila kita tidak menghidupi kekudusan Tuhan, kita tidak akan berhak untuk merayakan kemenangan ini. Kita tidak diajar untuk menjadi superior, malah kita diminta untuk mengingat diri sebagai umat yang mendapat belas kasihan dari Tuhan yang begitu besar. Jika kita mengaku sebagai umat-Nya, tetapi memperlakukan orang lain secara tidak adil, maka Allah kita yang adil bisa saja tidak membela kita. Karena itu, marilah kita setia mendengarkan dan mempraktikkan fi

Mazmur 46 Di Mana Kita Dapat Berlindung? Hidup kadang seperti peperangan; setiap hari kita dihadapkan pada tekanan dan kita harus terus bertahan. Tekanan ini bisa datang dari mana saja: keadaan dunia yang tidak menentu, relasi dengan orang-orang terdekat, juga pergulatan dalam diri kita seperti ketakutan dan trauma. Ketika tekanan sangat berat, kita membutuhkan tempat berlindung. Allah adalah tempat perlindungan yang teguh, itulah kata pemazmur (2). Ia pernah mengalami tekanan yang nyata, terjepit dalam kancah pengepungan dan peperangan, serta dihadapkan pada intimidasi. Namun, tak hanya itu, pemazmur juga telah mengalami kelepasan yang nyata; jika tidak, tentu bagian ini tidak ditulis. Secara imajinatif ia menggambarkan bahwa Allah yang dia percaya melampaui segala kedahsyatan alam yang mengerikan seperti gempa bumi, letusan gunung api, dan ombak badai (3-4). Ia bahkan mengajak kita untuk memiliki perspektif masa depan, melihat Tuhan sebagai pahlawan yang sangat perkasa, yang dengan gagah menghentikan peperangan dan mewujudkan kedamaian sempurna (9-10). Keyakinan akan Allah yang begitu perkasa, yang menyertai dirinya dan bangsanya, menjadi alasan untuk tidak takut (11-12). Allah yang perkasa seperti itulah yang kita juga percaya. Pengalaman nyata yang dialami di dalam keperkasaan Allah inilah yang menjadi dasar ketenangan kita ketika kita diperhadapkan pada tekanan-tekanan baru. Pemazmur telah mengalaminya sehingga ia dapat memiliki pengharapan di dalam dirinya dan bahkan dapat menguatkan orang lain. Ketika kita berada di bawah tekanan dan ketakutan, cobalah melihat kembali karya-karya kelepasan dari Allah yang pernah kita alami pada masa lalu. Kita juga dapat belajar membayangkan dan mengimani besarnya kekuasaan Allah yang telah dan dapat Ia wujudkan dalam hidup kita. Renunganlah apakah semua yang kita takutkan sebanding dengan kuasa-Nya? Berhati-hatilah karena kadang dalam tekanan, kita terbutakan dan tak dapat melihat keperkasaan dan penyertaan-Nya. [JHN]

Mazmur 45 Komitmen Pemimpin Dalam acara pernikahan, salah satu momen yang lazim adalah mempelai pria dan wanita diperkenalkan oleh orang-orang dekatnya. Umumnya, yang disampaikan adalah karakter sang mempelai. Demikian juga, mazmur ini mengenalkan mempelai pria yang adalah raja, dan mengundang mempelai wanita untuk menjadi permaisuri yang tunduk kepada raja. Pemazmur ini menyampaikan bukan hanya perawakan, gaya bicara, dan kekuatannya, tetapi juga komitmennya dalam kebenaran, perikemanusiaan, dan keadilan (3-6). Pemazmur tahu bahwa untuk itulah raja diangkat (7-8). Raja-dan para pemimpin umat Israel-diangkat untuk mencintai keadilan dan kebenaran (bdk. Ul. 16:18-20). Sehubungan dengan itu, pemazmur berseru kepada permaisuri, "lupakanlah bangsamu dan seisi rumah ayahmu" (11). Ini adalah ajakan agar permaisuri merelakan kepentingan dirinya, keluarganya, dan bangsanya. Ketika ia menjadi istri raja, permaisuri bersama-sama raja akan berbakti kepada Allah, juga berkomitmen dalam kebenaran dan keadilan. Dalam Alkitab, kebenaran dan keadilan diwujudkan dengan tidak menyembah berhala, tidak menindas orang lain, tidak mengambil untung dari kesusahan sesama, tetapi menjauhkan diri dari kecurangan dan melakukan hukum yang benar dengan setia (Yeh. 18:5-9). Pendeknya, tindakan orang yang benar dan adil akan menyejahterakan banyak orang dan bukan diri sendiri saja. Kepemimpinan yang benar dan adil bukan hanya tugas raja, tetapi juga pasangannya. Itulah komitmen yang tak dapat dipandang remeh. Dalam sejarah Israel, beberapa raja seperti Salomo, Ahab, atau Yoram terbuai dengan rayuan istri sehingga meninggalkan Allah dan menjadi lalim. Bacaan hari ini mengundang kita untuk berdoa bagi para pemimpin kita, termasuk presiden. Mari kita berdoa agar mereka dapat menyejahterakan Indonesia dan tidak terbuai dengan kepentingan sepihak. Mari kita berdoa agar mereka memimpin sebagai wakil Allah yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan di negeri kita. [JMH]

Mazmur 44 Ditinggalkan Allah? Ditinggalkan Allah adalah situasi menakutkan yang sulit dibayangkan dan diterima, bukan? Itulah keadaan umat Allah yang diekspresikan dalam mazmur ini. Umat Allah tak berdaya melawan para musuh sehingga mereka diejek, disindir, dicela, dan dinista (10-17). Allah seakan-akan melupakan mereka, serta tidak menjaga dan melindungi mereka (23-25). Keadaan ini sangat berbeda dengan apa mereka alami ketika Allah berada di pihak mereka (1-9). Allah membuat umat-Nya berhasil melawan musuh dan mendapatkan kemenangan. Dengan tangan Allah dan dalam nama Allah, umat menyanyikan pujian dengan gembira. Yang menarik adalah pemazmur memohon kepada Allah, "Bersiaplah menolong kami, bebaskanlah kami karena kasih setia-Mu!" (27). Pemazmur mendasarkan permohonannya pada kasih setia Allah. Kasih setia adalah istilah yang menggambarkan perbuatan Allah yang terus menggenapi janji-Nya. Allah telah mengikatkan diri-Nya dalam perjanjian bahwa Ia akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Nya. Sekalipun manusia ingkar janji, Allah terus menggenapkan perjanjian tersebut. Ia tidak hanya menghukum dosa, tetapi juga menyelamatkan umat-Nya. Kesetiaan Allah tidak bergantung pada kesetiaan manusia. Itu berlaku pula bagi umat Perjanjian Baru. Tak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Yesus Kristus. Penindasan, kesengsaraan, penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, dan pedang amat mengerikan, tetapi ini semua tak dapat menghalangi Allah dari menjadikan kita menang (Rm. 8:35-37). Itu bukan karena apa yang kita lakukan, melainkan karena Allah kita penuh kasih dan setia. Suka duka datang silih berganti dalam hidup kita. Siapa pun kita, tidak ada yang bisa memastikan bahwa hidup akan baik-baik saja dan semua hal akan berjalan dengan baik. Yang bisa kita pastikan adalah Allah ada bersama kita dalam setiap musim kehidupan kita. Kita tidak pernah ditinggalkan. Pada saat kita sedang terpuruk, ingatlah akan Anak-Nya yang telah diberikan bagi kita. [JMH]