CSGS
Nearby schools & colleges
Lenmarc Mall UG 11/15 , Jalan Mayjen Yono Suwoyo 9. prada kendal. dukuh pakis
60286
60222
Jalan Dharmawangsa Selatan
Jalan Dharmawangsa
Kampus B Dharmawangsa Dalam Surabaya
Dharmawangsa Dalam
60286
Jalan Airlangga, Bandar Surabaya
Jalan Airlangga, Bandar Surabaya
Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan
Jalan Airlanga
Jalan Airlangga
60115
You may also like
Untuk kolaborasi dan publikasi, silakan kontak kami di [email protected].
Cakra Studi Global Strategis (CSGS) adalah lembaga riset yang terfokus pada kajian global & strategis di bawah naungan Departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga.
Peneliti CSGS & Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga Fadhila Inas Pratiwi mempublikasikan artikel opini berjudul "Urgensi Memperkuat Keamanan Siber" di Jawa Pos 14 Juni 2024. Fadhila menyoroti kerentanan keamanan siber di 🇮🇩 yang terindikasi dari semakin meningkatnya kriminalitas di ruang siber. Karena itu, 🇮🇩 perlu mengamankan ruang siber melalui pendekatan menyeluruh, mulai dari top-down hingga bottom-up.
CSGS menerima kunjungan Scott Linton, pejabat Bagian Politik Kedutaan Besar 🇺🇸 di Jakarta. Hadir dalam pertemuan itu, beberapa peneliti CSGS A Safril Mb Radityo Dharmaputra Agastya Wardhana Probo Darono Yakti Ayub Mirdad. CSGS & Kedubes AS mendiskusikan sejumlah isu strategis seperti masa depan hubungan 🇮🇩🇺🇸, posisi 🇮🇩🇺🇸 dalam isu 🇵🇸, dan dampak ketegangan relasi 🇹🇼🇨🇳 terhadap kawasan. Ke depan, diskusi akan terus berlanjut melalui aneka agenda kolaboratif yang strategis.
[LATE POST: CSGS Lecture] CSGS merasa terhormat dengan kehadiran Konsul Jenderal 🇮🇩 di Kuching 🇲🇾 Sigit Witjaksono untuk menyampaikan kuliah tamu tentang dinamika perkembangan ekonomi di perbatasan 🇮🇩 & 🇲🇾. Kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi semua pihak dalam menyukseskan CSGS Lecture. Silakan hadir kembali dalam agenda-agenda kami berikutnya. Sampai jumpa 👋🏻
[LATE POST: CSGS Lecture] CSGS mengadakan CSGS Lecture dengan pembicara Director General Taiwan di Surabaya Isaac Chiu yang memaparkan industri semikonduktor 🇹🇼 dan pengaruh geopolitiknya di kawasan. Kami mengucapkan terima kasih atas partisipsi aktif semua peserta yang hadir dalam forum ini 🙏🏻
Peneliti CSGS & Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga A Safril Mb mempublikasikan artikel opini berjudul "Mengantisipasi Eskalasi Konflik Taiwan-Tiongkok" di Jawa Pos hari ini, 21 Mei 2024 👇
Mengantisipasi Eskalasi Konflik Taiwan-Tiongkok - Jawa Pos Seiring dengan pelantikan Lai Ching-te sebagai presiden Taiwan pada 20 Mei 2024, hubungan Taiwan dengan Tiongkok bakal kian konfliktual.
[Recent Condition in Ukraine: An Update with the Ukrainian Ambassador]
Hadirilah Webinar dengan tema Recent Condition in Ukraine: An Update with the Ukrainian Ambassador yang diadakan oleh FISIP UNAIR berkolaborasi dengan Prodi Hubungan internasional dan Cakra Studi Global Strategis. Webinar ini akan diisi oleh Dr. Vasyl Hamianin
(Ambassador of Ukraine to the Republic of Indonesia) dan dimoderatori oleh Radityo Dharmaputra, S.Hub.Int, M.Hub.Int., RCEES.,IntM.,MA.
Waktu pelaksanaan:
Kamis, 10 Maret 2022
Pukul 16.00 WIB / 10.00 UTC +1
Zoom ID: 93581895101
Passccode: fisip
Youtube Link: bit.ly/UkrainianAmbassadorFISIP
Agresivitas Rusia terhadap Ukraina menimbulkan perubahan yang cukup signifikan dalam kontestasi global. Negara-negara besar pun turut ambil bagian dalam menentukan nasib tindakan ini ke depan. Pemberian sanksi internasional yang dilimpahkan kepada Rusia lantas membawa Rusia pada kebuntuan. Rusia ibarat dikepung dengan sanksi dari berbagai negara. Bagaimana kelanjutannya?
Ikutilah CSGS Lecture Series: International Sanction and Russia-Ukraine Invasion pada:
Jumat, 11 Maret 2022
Pukul 19.00 WIB
Zoom Meeting: 91928969454
Passcode: csgs
Atau dapat mengakses youtube:
bit.ly/CSGS11Maret
[CSGS Lecture Series: Recent Development On Ukraine Situation]
Pada hari Rabu, 2 Maret 2022, Cakra Studi Global Strategis (CSGS) menyelenggarakan Lecture Series yang merupakan kelanjutan dari seri diskusi sebelumnya dengan topik bahasan “Recent Development On Ukraine Situation.” CSGS Lecture Series ini terbagi atas tiga segmen dan pokok bahasan utama, di antaranya; (1) perkembangan situasi terkini di Ukraina pasca 6 hari invasi Rusia; (2) tujuan utama Vladimir Putin di Ukraina; (3) respon NATO, Uni Eropa, dan AS terhadap konflik Rusia-Ukraina. Lecture series kali ini dimoderatori oleh Yohanes, Tim Research & Development CSGS. Diskusi berlangsung selama kurang lebih 90 menit dan dihadiri oleh lebih 130 peserta dari kalangan civitas akademik HI, hingga masyarakat umum.
Segmen pertama membahas mengenai perkembangan situasi terkini dari konflik Rusia-Ukraina. Diawali dengan pemaparan dari Radityo Dharmaputra, selaku Dosen Departemen HI UNAIR. Rusia terlihat semakin agresif di Ukraina dan menyebabkan eskalasi konflik dan ketegangan kawasan di Eropa Timur menjadi tak terhindarkan. Setidaknya ada empat hal krusial yang tak begitu banyak disorot oleh media internasional; (1) gelombang demonstrasi dalam skala besar yang terjadi di Rusia dan semakin melebar sebagai bentuk kecaman dan protes rakyat Rusia atas tindakan invasi Putin di Ukraina; (2) kecaman yang dilontarkan oleh elit-elit politik Rusia sebagai bentuk penentangan dari kebijakan invasi Putin di Ukraina, yang sebelumnya sangat jarang terjadi; (3) fenomena sosial yang terjadi terhadap komunitas Rusia di luar negeri, mereka secara serempak melakukan aksi pembakaran paspor sebagai bentuk kekecewaan mereka atas kebijakan invasi Putin di Ukraina; (4) potensi gelombang eksodus yang semakin besar, tercatat telah ada (ribuan) pengungsi di perbatasan Rusia-Ukraina.
Segmen kedua berfokus pada pembahasaan tujuan utama Vladimir Putin di Ukraina yang diklaim oleh beberapa pengamat politik internasional sebagai paradoks atau susah untuk ditafsirkan. Pembahasan tetap dipandu oleh Radityo Dharmaputra, selaku Dosen Departmen HI UNAIR. Pertanyaan yang sejak awal sangat sulit untuk dijawab secara pasti, karena memuat unsur ambiguitas posisi politis seorang Putin. Setidaknya ada empat posibilitas skenario; (1) jika tujuan utamanya adalah demiliterisasi, maka seharusnya langkah yang diambil Rusia adalah berlebihan, di saat Rusia dapat dengan strategis meletakkan pasukan di perbatasan sebagai upaya intimidasi; (2) jika yang dimaksudkan Putin adalah pendudukan Rusia atas Ukraina, maka itu adalah sebuah kesalahan besar, di saat Ukraina merupakan negara yang sangat luas dan bukan salah satu negara gagal di Eropa Timur dengan jumlah penduduk produktif yang sangat tinggi; (3) perspektif lain datang dari pengamat politik internasional yang menyatakan bahwa tujuan utama Putin di Ukraina adalah untuk menggulingkan rezim Volodymyr Zelensky, yang justru dinilai sangat tidak strategis karena hanya akan mendapatkan penolakan luar biasa dari masyarakat Ukraina dan berpotensi untuk melahirkan gelombang insurgensi; (4) jika tujuan Putin adalah untuk menguatkan pop**aritas politik identitasnya di kawasan domestik, maka sejak awal strategi yang digunakan adalah salah, karena Putin hanya akan mendapatkan kecaman dari dunia internasional dan memunculkan sentimen negatif terhadap Rusia.
Segmen ketiga berfokus pada pembahasan respon NATO, Uni Eropa, dan AS terhadap konflik Rusia-Ukraina. Pembahasan dipandu oleh Siti Rokhmawati Susanto, selaku Kepala Departemen HI UNAIR. Setidaknya terdapat dua premis pertanyaan yang diberikan oleh moderator; (1) apa perbedaan sanksi yang dijatuhkan oleh Barat terhadap Rusia dalam isu aneksasi Krimea oleh Rusia & invasi Rusia di Ukraina?; (2) seberapa signifikan pengaruh sanksi yang dijatuhkan oleh Barat terhadap Rusia?. Sejauh ini memang respon yang diberikan oleh NATO & Uni Eropa sangatlah di luar prediksi dengan memberikan dukungan dan bantuan yang sangat minimalis terhadap Ukraina. Secara de facto & de jeru memang Ukraina adalah negara berdaulat dan kebijakan invasi Rusia terhadap Ukraina adalah sebuah pelanggaran norma internasional. Tetapi hal tersebut tidak cukup kuat untuk menjelaskan bahwa NATO harus terlibat sepenuhnya dalam poros konflik Rusia-Ukraina, terlebih Ukraina adalah non-anggota (non-allies) yang justru hanya akan menciderai piagam NATO dan stabilitas regional di Eropa. Menjadi sangat rasional jika secara tiba-tiba Vlodymyr Zelensky mengajukan permohonan dalam keanggotaan Uni Eropa sebagai bargaining position untuk mendapatkan legitimasi penuh atas perlindungan secara militer di Eropa. Jika tidak ada langkah tegas dari Uni Eropa dan NATO secara praksis, Ukraina bisa saja akan berakhir seperti Suriah yang terjebak dalam lingkar proxy war. Terlebih strategi Rusia saat ini sangatlah menarik, dengan mengumpulkan pasukan pemberontak (Checnya & Belarusia) untuk membantu invasi Rusia di Ukraina dan sangat potensial untuk memperluas gerakan insurgensi di Eropa Timur. Sedangkan sanksi yang dijatuhkan oleh Barat terhadap Rusia atas pencaplokan Krimea terlihat tidak begitu signifikan, karena tidak sepenuhnya melumpuhkan perekonomian Rusia di saat Eropa sangat ketergantungan dengan importir energi Rusia. Adapun sanksi pemblokiran Bank Sentral Rusia menjadi terlihat signifikan, karena akan lebih banyak berdampak pada pertahanan ekonomi Rusia secara sistemik.
Selanjutnya pembahasan dipandu oleh Agastya Wardhana, selaku Direktur Pelaksana CSGS dengan fokus pembahasan posisi dan respons AS terhadap invasi Rusia di Ukraina. Sebuah perdebatan panjang ketika beranjak dari perspektif AS. Setidaknya ada empat argumentasi yang akan melatarbelakangi posisi AS; (1) komitmen AS secara tidak tertulis menyebutkan bahwa pasca perang dingin tidak akan melakukan ekspansi keanggotaan NATO; (2) komitmen AS terhadap Rusia dinilai merupakan bentuk kegagalan AS sebagai negara adidaya (superpower); (3) AS harus sangat berhati-hati dalam merespons konflik Rusia-Ukraina karena akan memperburuk skenario perang nuklir; (4) AS melalui kepemimpinan Joe Biden telah memilih posisi politik luar negerinya untuk berfokus pada China & Asia Pasifik, yang justru akan membuat AS terjebak dalam banyak kepentingan. Agastya Wardhana juga menambahkan, bahwa AS memang menerapkan kebijakan no fly zone di Ukraina akibat kalkulasi ketimpangan kekuasaan di Eropa Timur; jika satu pasukan saja diturunkan di Ukraina, maka Rusia akan menafsirkan itu sebagai deklarasi perang terhadap Rusia. Oleh sebab itu, sanksi yang diberikan harus memiliki tujuan yang jelas untuk memberikan dampak yang signifikan terhadap Rusia.
Pada sesi terakhir, terdapat pertanyaan yang sangat menarik dari Faisal; apakah invasi Rusia menjadi titik balik dari pop**aritas Vlodymyr Zelensky?. Pertanyaan dijawab oleh Radityo Dharmaputra bahwa memang invasi Rusia menjadi titik balik dari pop**aritas Zelensky. Menurut European Survey (2022), Vlodymyr Zelensky mengalami peningkatan pop**aritas pada level +91% dari yang sebelumnya adalah -31%. Hal itu didasari pada empati kolektif dari masyarakat Eropa dalam memberikan dukungan terhadap Ukraina dengan kepribadian patriotis Zelensky untuk ikut bertempur di medang perang. Kemudian moderator mempersilahkan masing-masing pembicara untuk memberikan closing mark sebagai kalimat penutup yang dapat disimpulkan melalui beberapa poin; (1) konstribusi Indonesia terhadap invasi Rusia atas Ukraina terkait konsistensi dalam penegakan kedaulatan negara sangat diharapkan; (2) Indonesia harus tegas dalam memposisikan dirinya; (3) yang dilakukan Rusia adalah sebuah pelanggaran hukum internasional; (4) merupakan tanggung jawab moral sebagai civitas akademik HI untuk melakukan edukasi terhadap masyarakat luas mengenai isu ini.
[CSGS Discussion Series: On Ukraine]
Pada hari Selasa 26 Februari 2022, Cakra Studi Global Strategis (CSGS) menyelenggarakan seri diskusi yang mengambil topik bahasan “On Ukraine.” Diskusi CSGS ini terbagi atas tiga segmen dan pokok bahasan utama, diantaranya; (1) situasi terkini Ukraina pasca invasi Rusia; (2) situasi mendatang yang dapat terjadi pada konflik Rusia-Ukraina; (3) peran masyarakat internasional dalam merespon konflik Rusia-Ukraina. Diskusi kali ini dimoderatori oleh Agastya Wardhana, Dosen Departemen HI Unair dan Direktur Pelaksana CSGS. Diskusi berlangsung selama kurang lebih 90 menit dan dihadiri oleh lebih dari 250 peserta dari kalangan dosen, mahasiswa, hingga masyarakat umum.
Segmen pertama membahas mengenai kondisi terkini dari konflik antara Rusia dan Ukraina yang kian memanas. Diskusi ini diawali dengan pemaparan dari Siti Rokhmawati Susanto, selaku Dosen Departemen HI Unair. Jika ditilik kebelakang, meskipun Ukraina merupakan bekas negara bagian Uni Soviet dan memiliki jalinan sosial-budaya yang erat dengan Rusia, namun konflik yang terjadi nampaknya tidak dapat terhindarkan. Eskalasi konflik dan ketegangan kawasan tersebut turut dipicu oleh invasi skala penuh yang dilakukan oleh Rusia baik melalui serangan darat maupun udara, yang telah menewaskan ratusan korban jiwa. Invasi yang telah mencapai Kyiv, ibu kota Ukraina juga dipicu dari kedekatan antara Ukraina dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO), dan Uni Eropa. Dijelaskan p**a bahwa Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky telah berupaya untuk mananyakan kesediaan negara-negara sekutu untuk membantu Ukraina dalam menghadapi serang dari Rusia. Negara-negara sekutu memang di satu sisi menyatakan dukungannya terhadap Ukraina, namun demikian, mereka tidak siap untuk membawa Ukraina ke dalam aliansi dengan NATO, atau bahkan mengirimkan kekuatan militer NATO ke wilayah Ukraina. Terlepas dari dukungan yang sangat rendah terhadap kebijakan invasi yang dijalankan Putin, konflik ini terjadi akibat akumulasi dari banyak faktor.
Segmen kedua membahas mengenai situasi mendatang yang dapat terjadi dalam konflik Rusia-Ukraina. Walaupun telah diluncurkannya serangan dari Rusia, namun hal tersebut tidak lantas menandakan perang antara Rusia dengan Barat. Sejauh ini, respon negara-negara Barat dikatakan masih mengikuti logic dari respon umum yang terjadi, seperti halnya pemberian sanksi ekonomi terhadap Rusia. Selanjutnya ialah apakah konflik Rusia-Ukraina dapat bereskalasi menjadi Perang Dunia Ketiga? Hal tersebut akan bergantung pada bagaimana dunia merespon serangan yang diluncurkan oleh Putin, khususnya seperti apa pendekatan resolusi konflik atau respon yang diambil oleh Barat. Joko Susanto, M.Sc. selaku Dosen Departemen HI Unair berpendapat bahwa perang akan meluas apabila insentif untuk menempuh perang lebih besar dibandingkan dengan biaya (cost) yang dihasilkan dari perang tersebut. Dalam kasus ini, negara-negara Barat masih memandang bahwa perang melawan Rusia untuk membela Ukraina akan lebih besar biayanya dibandingkan dengan insentifnya.
Baik AS maupun negara-negara kawasan Eropa masih berpikir ulang untuk bertaruh melawan Ukraina dan lebih memilih menunggu serta tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang melaju pada garis depan peperangan. Jadi, apabila di lihat dalam konteks yang lebih luas, secara umum, respon masyarakat internasional tidak telalu menganggap serangan Rusia ke Ukraina sebagai hal yang serius, seperti yang diseriuskan banyak pihak. Beberapa peserta diskusi turut meyakini bahwa sejatinya masih dibutuhkannya banyak variabel untuk menjadikan konflik ini sebagai Perang Dunia Ketiga. Dengan demikian, disimpulkan bahwa perang antara Barat dengan Rusia masih belum terjadi, dan mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Singkatnya, negara-negara Barat masih menekankan pendekatan wait and see, dan menggarisbawahi keenganannya untuk masuk lebih jauh dalam membantu Ukraina.
Segmen ketiga membahas mengenai peran masyarakat internasional dalam merespon konflik Rusia-Ukraina. Dalam sesi ini, Radityo Dharmaputra selaku Dosen Departemen HI Unair menyatakan bahwa hingga saat ini negara-negara dunia masih belum banyak memberikan respon yang “bermakna”. Dalam artian bahwa, negara-negara masih hanya mengeluarkan narasi-narasi seperti “mengutuk peperangan” ataupun “mengecam tindakan yang melanggar kedaulatan maupun teritorial negara lain.” Bahkan, Indonesia sebagai very un-involved party tidak memberikan respon yang begitu jelas mengenai konflik yang terjadi. Posisi yang dikatakan tidak tegas dan tidak jelas ini tentu menjadi kritikan bagi para akademisi Hubungan Internasional, mengingat dalam setiap konflik yang terjadi, akan selalu ada korban jiwa dan pihak-pihak yang sangat menderita.
Pada akhir sesi, muncul pertanyaan menarik dari Radityo Dharmaputra, yang menanyakan mengapa konflik ini terjadi sekarang, tepatnya di tahun 2022. Menjawab dengan singkat namun padat, Radityo menyatakan bahwa build-up dari konflik ini telah terjadi sejak pecahnya Uni Soviet. Namun pada saat itu, masih terjadi krisis ekonomi di Rusia bahkan kawasan tersebut. Sejak saat itu p**a telah mulai muncul intensi dari negara-negara kawasan Eropa Timur untuk bergabung bersama NATO. Namun, baru ketika di tahun 2021, Rusia menunjukkan sikap yang lebih agresif, yang turut disebabkan atas beberapa fakta-fakta yang dipertimbangkan. Salah satunya ialah perubahan kepemimpinan politik yang terjadi di negara-negara Barat. Lebih jelasnya, pembahasan mengenai Ukraina, Rusia, dan NATO akan lebih lanjut di bahas pada CSGS Lecture Series (Rabu, 2 Maret 2022).
[CSGS: Recent Development on Ukraine Situation]
Situasi Ukraina yang semakin memanas menjadi perbincangan hangat di tingkat internasional. Sikap Rusia yang dinilai provokatif juga turut mendorong adanya ugensi diskursus, khususnya terkait isu Perang Dunia ketiga.
Jangan lupa ikutilah diskusi lanjutan terkait Ukraina saat ini dalam CSGS Lecture Series: Recent Development on Ukraine Situation pada
Rabu, 2 Maret 2022
Pukul 19.00 WIB
Via Zoom Meeting
Meeting ID: 929 0665 5593
Passcode: csgs
Youtube Live: bit.ly/CSGSonUkraine
Sampai jumpa!👋
CSGS Discussion: On Ukraine
The attacks that occurred in Ukraine has created a lot of debate that arose in the international level.
What happens in Ukraine? What's next? And What we should(and could) be done?
Don't forget to attend tonight's discussion:
February 25, 2022
19.00 WIB
Via Zoom
—
Meeting ID: 960 7377 2958
Passcode: csgs
[CSGS Discussion Series: Di Ambang Perang? Konflik Rusia-Ukraina, Asertivitas Moskow, dan Opsi Strategis Masyarakat Internasional]
Pada Jumat, 11 Februari 2022, Cakra Studi Global Strategis (CSGS) menggelar seri diskusi dengan topik “Di Ambang Perang? Konflik Rusia-Ukraina, Asertivitas Moskow, dan Opsi Strategis Masyarakat Internasional”. Seri diskusi ini diadakan untuk membahas perkembangan terbaru di perbatasan Rusia dan Ukraina yang semakin memanas dan mengarah pada babak baru ketegangan politik dan militer antara kedua negara. Persepsi ancaman tidak hanya dirasakan oleh pihak Ukraina dan blok barat, namun juga dirasakan oleh Rusia karena Ukraina sedang berada di gerbang ekspansi keanggotaan NATO. Sesi diskusi kali ini dimoderatori oleh Demas Nauvarian, staf riset CSGS dan mahasiswa Magister Hubungan Internasional Universitas Airlangga. Kegiatan ini merupakan sebuah diskusi lepas yang dihadiri berbagai elemen dari dalam maupun luar lingkungan Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga. Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar tiga puluh peserta dari kalangan dosen serta mahasiswa sarjana dan magister.
Sesi diskusi dibagi menjadi tiga segmen pembahasan. Segmen pertama membahas tentang pertanyaan-pertanyaan mendasar, yaitu apa yang sebenarnya terjadi di perbatasan Ukraina dan Rusia dan mengapa Rusia bersikap asertif di perbatasannya dengan Ukraina. Beberapa poin penting dari segmen tersebut antara lain adalah bahwa kondlik Ukraina-Rusia dapat dilacak sejak tahun 2013, bahkan sejak masa Perang Dingin. Terdapat argumen yang juga melihat bahwa Rusia sengaja memelihara konflik di negara-negara satelitnya, termasuk Ukraina, agar negara-negara tersebut tetap patuh pada Rusia. Selain itu, asertivitas Rusia di perbatasan juga dapat dilihat sebagai respons terhadap perluasan keanggotaan NATO sebagai perluasan value dan kepentingan politik yang dianggap mengacam Rusia. Satu hal yang dapat disimpulkan dan menjadi pertanyaan lanjutan dari segmen tersebut adalah isu ini sudah ada sejak lama, namun mengapa baru muncul sekarang?
Selanjutnya segmen diskusi kedua membahas tentang bagaimana nasib Ukraina pasca-mobilisasi pasukan Rusia dan mengapa isu konflik Rusia-Ukraina baru muncul sekarang. Alasan mengapa eskalasi konflik tersebut baru terjadi sekarang telah dijawab oleh para peserta diskusi dengan menggunakan peringkat analisis individu pemimpin, yaitu Putin; kelompok, yaitu Putin dan orang-orang terdekatnya yang diyakini ingin meninggalkan legacy; politik domestik Rusia; serta identitas, yaitu narasi persamaan identitas antara Rusia dan Ukraina. Berkaitan dengan nasib Ukraina, terdapat argumen yang meyakini bahwa kekuatan militer Rusia tentu menjadi ancaman bagi Ukraina. Namun juga terdapat argumen yang meyakini bahwa semakin Rusia mendekat secara agresif ke Ukraina, semakin Ukraina memposisikan diri ke Barat.
Sebagai penutup, segmen ketiga membahas tentang bagaimana respons masyarakat internasional, terutama NATO dan Amerika Serikat terhadap perkembangan ini. Dalam hal ini, Amerika Serikat diyakini memandang bahwa status quo merupakan opsi yang lebih baik karena sudah ada NATO yang dapat menjalankan peran deterring di kawasan. Namun pada dasarnya, tidak terdapat banyak opsi yang dapat diambil oleh masyarakat internasional terhadap perkembangan konflik tersebut. Diskusi CSGS ini dapat disimak secara lebih lanjut di kanal YouTube CSGS Fisip Universitas Airlangga melalui tautan berikut https://www.youtube.com/watch?v=gt54biB9jmM
[CSGS Discussion Series: Afganistan; Critical Juncture and the Future of Nation-State]
Pada hari Selasa 12 Oktober 2021, Cakra Studi Global Strategis (CSGS) menginisiasi terselenggaranya seri diskusi dengan topik bahasan “Afganistan: Critical Juncture and the Future of Nation-State.” Diskusi terbagi menjadi beberapa sub-topik, diantaranya; (a) Rethinking the Top Peace Building Model; (b) The Future of Afganistan, dan; (c) Role of International Society. Diskusi dipandu oleh Putu Shangrina Pramudia, Tim Riset CSGS HI-UNAIR. Diskusi berlangsung selama 90 menit dan dihadiri oleh; (a) Yullius Purwadi Hermawan (Pemateri I), Dosen tetap HI UNPAR Bandung dan pegiat bidang riset dan Abdimas: Kerja sama Pembangunan Triangular dan Selatan-Selatan; (b) Mohammad Ayub Mirdad (Pemateri II), alumnus Pascasarjana UNAIR dan pegiat bidang riset di Regional Economic Development Institute (REDI) Surabaya; (c) dosen serta mahasiswa departemen Hubungan Internasional, Universitas Airlangga.
Diskusi diawali dengan pemaparan dari Yullius Purwadi Hermawan yang menyatakan bahwa fenomena Afganistan telah menarik perhatian dunia internasional dalam proses perdamaian selama kurang lebih 20 tahun terakhir. Ketika AS memutuskan untuk menarik pasukan militernya dari Afganistan, terdapat proyeksi bahwa Taliban akan memenangkan perang dalam kurun waktu 90 hari. Dan secara mengejutkan bahwa Taliban dapat memenangkan perang dan berkuasa atas pemerintahan Afganistan hanya dalam kurun waktu 10 hari. Hal ini disebabkan oleh kesalahan kalkulasi kekuatan pertahanan Afganistan dan Taliban yang mengungkapkan bahwa pertahanan Afganistan setidaknya jauh lebih unggul dari Taliban. Kalkulasi tersebut terbantahkan dengan data aktual yang menyatakan bahwa pasukan Taliban terdiri dari 200.000 (ghost soldiers) dan pasukan pemerintah Afganistan hanya terdiri dari 50.000. Yullius Purwadi Hermawan juga menambahkan, bahwa kejatuhan Afganistan atas Taliban dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, diantaranya; (a) kegagalan dinas intelejensi; (b) korupsi; (c) pemerintahan yang tidak efektif; (d) kekuatan Taliban dalam aspirasi (simple will power).
Diskusi dilanjutkan dengan pemaparan Mohammad Ayub Mirdad yang menyatakan bahwa tonggak permasalahan Afganistan dan Taliban adalah basis dari pendekatan historis dan kultural yang menyebabkan kontradiksi model kolektif dari sistem nasional dan kegagalan pemahaman multikulturalisme. Pemateri II juga melanjutkan, bahwa seharusnya ada kerja sama multi-aktor secara kolektif untuk menekan terjadinya dominasi dan ketimpangan antar etnis grup di Afganistan, secara terkhusus dalam sistem politik di Afganistan yang hanya didominasi oleh satu etnis grup (Pasthun) dan mengesampingkan kesejahteraan dari banyak etnis grup yang lain. Mohammad Ayub Mirdad juga melanjutkan pemaparannya, bahwa sejak 1940’s perempuan afganistan telah menujukkan peningkatan signifikan dalam peranan pekerjaan, pendidikan, aktivis sosial, jurnalistik, dan perlahan mulai memahami peran vital mereka dalam kehidupan berbangsa dan benegara.
Selain itu, diskusi juga semakin menarik dengan adanya tanggapan dari Baiq Wardhani, selaku Direktur pelaksana CSGS, bahwa terdapat empat hal yang harus digaris bawahi dalam melihat perkembangan isu di Afganistan, yaitu; (a) situasi kolinialisasi internal (dominasi/hegemoni kelompok Pasthun dalam politik identitas); (b) peperangan asimetris yang berbasis pada disparitas etnis dan kegagalan negara dalam memberikan fungsinya; (c) peran Indonesia yang semakin aktif dalam melanjutkan legasinya untuk pembangunan Selatan-Selatan karena adanya inklusi soft power (kedekatan identitas dan emosional sebagai negara muslim); (d) kelembagaan misogini/kekerasan berbasis gender yang didorong oleh faktor budaya dan fundamentalisme islam untuk melakukan penyangkalan terhadap fungsi perempuan di bawah kekuasaan Taliban. Kemudian dilanjutkan dengan tanggapan Vinsensio MA Dugis yang menyatakan bahwa setidaknya ada lima perspektif untuk mengkaji perihal masa depan Afganistan di bawah rezim Taliban, yaitu; (a) Kegagalan strategi Amerika sebagai donor terbesar di Afganistan; (b) Pemerintahan yang tidak efektif; (c) Keterlibatan semua aktor internasional dan nasional dalam kejatuhan Afganistan; (d) Revitalisasi peran NGO’s pasca kejatuhan Afganistan; (e) Titik balik dari kepentingan China di Afganistan di bawah rezim Taliban. “CSGS Discussion Series: Afganistan; Critical Juncture and the Future of Nation-State” dapat disimak kembali dalam Kanal Youtube CSGS [https://www.youtube.com/watch?v=R8SEFoTaZAE&t=173s].
[CSGS Lecture Series - Afghanistan: Critical Juncture and the future of Nation-State]
Afghanistan has become the battlefield for one of the longest war ever waged in modern history. The war had become ever more complex due to the presence of foreign powers, with the US' historic presence becoming a major driver in the war. In 2021, the President of the US, Joseph R. Biden Jr., concluded the US' troops withdrawal from Afghanistan, ending what once was considered a never-ending war. However, conflict and violence keep erupting in the area. The war was a counter-insurgency project towards the Taliban terrorist movement, and now, the Taliban rules the state.
With the exception of the recent Myanmar coup, the world has not seen such rapid revolution in a very long time. The global community asks altogether on the future of Afghanistan as a state and its people. The revolution ended up in a democratic backsliding that changed the social order of Afghans, specially to vulnerable social groups such as children and women.
How much does the revolution shift Afghan social and political order? How do various state and non-state actors respond to the revolution? What can the global community do to ensure a peaceful future for the state and nation of Afghanistan?
Join us as we unravel these questions on CSGS Lecture Series - Afghanistan: Critical Juncture and the future of Nation-State
With our speakers:
1. Yulius Purwadi Hermawan, Ph.D. (Universitas Katolik Parahyangan)
2. Dr. Mohammad Ayub Mirdad (Universitas Airlangga)
Discussant:
Baiq Wardhani, Ph.D. (Cakra Studi Global Strategis, Universitas Airlangga)
Tuesday, 12 October 2021
19.00 WIB (GMT+7)
Via Zoom
ID: 951 0089 3677
Passcode: csgs
Link: https://zoom.us/j/95100893677?pwd=UDJYSUZJVnhBMkZPQlBwK29WTFdOZz09
[CSGS Discussion Series: Twenty Years of 9/11 Tragedy and the Future Challenges of International Relations]
Pada hari Selasa 15 September 2021, Cakra Studi Global Strategis (CSGS) menyelenggarakan seri diskusi yang mengambil topik bahasan “Twenty Years of 9/11 Tragedy and the Future Challenges of International Relations.” Terdapat beberapa pokok bahasan dalam diskusi ini, diantaranya; (1) dampak peristiwa 9/11 pada dunia; (2) pelajaran dari momen 20 tahun tragedi 9/11; (3) tantangan-tantangan baru pasca 9/11 dan refleksinya pada studi ilmu Hubungan Internasional. Diskusi kali ini dimoderatori oleh Agastya Wardhana, Dosen Departemen HI Unair dan Direktur Pelaksana CSGS. Diskusi berlangsung selama kurang lebih 90 menit dan dihadiri oleh dosen serta mahasiswa dari departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga.
Diskusi diawali dengan pemaparan dari Baiq Wardhani, sebagai Dosen Departemen HI Unair. Dalam pemaparannya, Baiq Wardhani menyatakan bahwa tidak ada jawaban tunggal dalam memandang implikasi dari fenomena 9/11. Hal ini dikarenakan, baik maupun tidak baiknya suatu fenomena sejatinya dapat dilihat dari berbagai faktor. Dari sisi positif, muncul awareness atau kesadaran akan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai global order. Sedangkan disisi lain, fenomena 9/11 telah meningkatkan adanya intoleransi, antagonisme dari berbagai aktor, hingga munculnya isu-isu yang pada awalnya tidak menjadi fokus dari kajian Hubungan Internasional. Pemaparan argumen dilanjutkan oleh Yohanes William Santoso; Putu Shangrina Pramudia; Demas Nauvarian, sebagai Staf Riset CSGS yang mengemukakan pendapat serupa, yang mana 9/11 telah menjadi turning point dari kebangkitan illegitimate actor yang memiliki peran signifikan dalam mengubah konstelasi politik keamanan internasional dan 9/11 telah menjadi titik balik dari isu-isu internasional. Baik Yohanes, Nina maupun Demas menyepakati bahwa terdapat isu-isu kompleks yang muncul pasca 9/11 yang turut menjadi pelajaran penting bagi dunia. Mulai dari islamophobia dan xenophobia, justifikasi bagi AS untuk menginvansi negara-negara di kawasan Timur Tengah hingga krisis berkepanjangan yang dimunculkan dari dijalankannya misi Global War on Terror (GWOT). Pernyataan ini lantas dilengkapi oleh Ahmad Safril Mubah, selaku Dosen HI Unair yang menyatakan bahwa pasca 20 tahun 9/11, masih sangat banyak kelompok-kelompok yang menggunakan agama sebagai alat efektif untuk menggapai kepentingan mereka.
Selain itu, Fadhila Inas Pratiwi, selaku Dosen HI Unair memberikan pemaparan mengenai semakin intensnya arus persebaran informasi yang seringkali memunculkan nilai-nilai radikalisme di kalangan masyarakat. Beliau turut menegaskan pentingnya edukasi masyarakat agar tidak mudah untuk jatuh dalam gerakan-gerakan terorisme. Hal ini juga sejalan dengan pendapat M. Muttaqien, selaku Dosen HI Unair yang turut menyoroti kemunculan isu-isu dengan kompleksitas tinggi dari propaganda media pasca 9/11. Vania Aretha, Yosia Bagus Wiyono dan Anggi Nicolin, sebagai Staf Publikasi CSGS turut menambahkan bahwa tragedi 9/11 telah berhasil mengubah sistem, tata-kelola, hingga hambatan besar pada mobilisasi manusia dikarenakan adanya tingkat rasisme yang tinggi yang selanjutnya menjadi tantangan bagi freedom of movement. Sejalan dengan pemaparan-pemaparan sebelumnya, mereka turut menegaskan bahwa dunia semakin terbagi dikarenakan isu-isu islamophobia, rasisme terhadap kelompok tertentu, dan lainnya.
Diskusi semakin menarik dengan munculnya gagasan dari Vinsensio Dugis dan Radityo Dharmaputra, sebagai dosen HI Unair, yang menyatakan bahwa 9/11 telah mengubah banyak konstelasi, mulai dari interaksi antar aktor, cara aktor dalam melihat dan menilai sebuah situasi, isu identitas, dan lainnya. Pada akhir diskusi, moderator menyimpulkan bahwa 9/11 sesungguhnya merupakan fenomena yang telah mengguncang konstelasi politik internasional. Agastya Wardhana, selaku moderator turut menambahkan bahwa, bisa jadi saat ini dunia tengah dihadapkan pada kondisi yang sama, hanya saja dengan momentum yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan Pandemi COVID-19, yang mana perubahan-perubahan yang muncul akan berjangka panjang dan memiliki kemungkinan bahwa dampaknya akan lebih konsekuensial dibandingkan dengan isu-isu lainnya. Fenomena 9/11 dikatakan lebih berdampak besar bagi negara-negara barat yang merasa terancam, sedangkan Pandemi COVID-19 telah hadir dengan memberikan ancaman menyeluruh, baik negara maju maupun negara berkembang sekalipun.
Click here to claim your Sponsored Listing.
Category
Contact the school
Website
Address
Jalan Dharmawangsa Dalam
Surabaya
60286
Ruko Golden Palace Blok A No. 7 Jalan HR. Muhammad
Surabaya, 60226
Arva School of Fashion is Surabaya’s premier fashion institution. Arva students and alumni are highly recognized for fashion
Jalan Perumnas Tandes 1
Surabaya, 60185
Web: http://www.sman11sby.com Twitter: @sman11sby
Surabaya
We are Yong Chun Chinese Language Center, providing a comprehensive teaching method for mandarin lan
Jalan Tembok Dukuh 60i
Surabaya, 60173
DIAN INSTITUTE in East Java Surabaya , Sidoarjo, Kediri, Pare and Madura
Jalan Siwalankerto 121/131
Surabaya, 60236
BEM UK Petra adalah Lembaga Kemahasiswaan tingkat Universitas yang membawahi 2 bidang yaitu Bidang 1 (Bhakti Negara, Penalaran, Seni Budaya, Olahraga, Kesejahteraan beserta UKM-UKM...
Cempaka 10-12
Surabaya
This page is dedicated to our children lovely school. This is a page for all parents of MSCS. Feel f
Jalan Simo Kwagean 47
Surabaya, 60252
WE EXIST FOR EXALT THE SAVIOUR, EQUIP THE SAINTS, AND EVANGELIZE THE SINNERS.
Jalan Klampis Jaya 11
Surabaya, 60117
Jika temen temen kangen bisa kunjungi http://smpgiki3surabaya.wordpress.com/ smpgiki3surabaya.page4.me
Kalijudan 34-B
Surabaya, 60114
SMK Gama Cendekia adalah sekolah menengah vokasi dengan 4 program keahlian yaitu : Farmasi, Keperawa
Kedinding Tengah Sekolahan NO. 40
Surabaya, 60128
Sebagai wadah bagi siswa siswi, alumni, guru, serta masyarakat pemerhati pendidikan, khususunya untuk kemajuan SMP Taruna Jaya 1 Surabaya, agar dapat saling berbagi pengetahuan dan...