Bakpia Patuk 75, yang pertama sejak 1948. Belum ke Yogya, jika belum beli Bakpia Patuk 75. Kemajuan
Awalnya, karyawan berasal dari sekitar wilayah Patuk.
g menggunakan pikulan. Pada tahun 1955 rumah tinggal keluarga Liem Bok Sing berpindah ke Jln AIP II KS TUBUN no. 75 yang terletak di wilayah pathuk Yogyakarta. Nomor rumah yang berupa angka 75 dan nama wilayah Pathuk kemudian menjadi merk dagang Bakpia Pathuk 75. Pada tahun 1971 setelah bapak Liem Bok Sing meninggal dunia, usaha dilanjutkan oleh putranya yaitu Bapak Yeni. Usaha agak berkembang karena Bapak Yeni mau menerima pesanan dari pelanggan. Agar dapat memenuhi pesanan Bapak Yeni menambah tenaga kerja menjadi 5 orang. Sewaktu usaha dijalankan oleh almarhum Bapak Liem Bok Sing, beliau tidak mau menerima pesanan dari pelanggan disebabkan keterbatasan tenaga kerja karena semua dikerjakan oleh keluarganya sendiri. Perkembangan
Sekitar tahun 80-an Bakpia Pathuk 75 mulai berkembang agak pesat, seiring dengan perkembangan kepariwisataan di Yogyakarta. Banyak pendatang (turis domestic) yang mencari oleh-oleh khas daerah Yogyakarta. Pemasaran Bakpia tidak dijual berkeliling lagi.Macam produk yang dijual ditambah dengan makanan kering yang khas dari sekitar Yogyakarta. Toko-toko di jalan Malioboro ikut memasarkan penjualan Bakpia Pathuk 75. Puncak perkembangan usaha sekitar tahun 90-an, selain pesanan dari hotel-hotel ada beberapa toko (tempat penjualan) oleh-oleh khas Yogyakarta meminta kepada Bakpia Pathuk 75 unyuk ikut menjualkan produk Bakpia Pathuk 75. Tempat-tempat tersebut antara lain:
“Tape Mataram” di Jln Mataram, “Ngudi Raos” di Jln Janti. KA Argolawu dan KA Argowilis di “Stasiun Tugu Yogyakarta” dan lain-lain. Agar dapat memenuhi pesanan , Bakpia Pathuk 75 menambah jumlah tenaga kerja menjadi 30 orang. Kemudian Patuk berkembang menjadi sentra rumah olahan bakpia, yang dikelola oleh masyarakat setempat, sehingga sulit mencari pekerja. Dalam perkembangnanya, karyawan berasal dari berbagai daerah sekitar Yogyakarta. Bahkan ada yang berasal dari luar Yogyakarta, seperti Salatiga. Jumlah karyawan menjadi semakin banyak, seiring dengan kemajuan yang dicapai. Pada tahun 1993 Bapak Yeni meninggal dunia, pimpinan usaha dipegang oleh Ibu Yeni. Konsumen yang datang ke Bakpia Pathuk 75 semakin banyak, sedangkan tempat usaha di Jln. KS Tubun sudah tidak memadai lagi. Maka di tahun 1994, Putra Ibu Yeni yaitu keluarga M. Hidayat membuka cabang di Jln. HOS Cokroaminoto 119 B Yogyakarta. Persaingan
Sejalan dengan pesatnya perkembangan Bakpia Pathuk 75, timbul pesaing-pesaing dari tetangga sekitar yang memulai memproduksi Bakpia dengan merk-merk yang menyerupai Bakpia Pathuk 75, dengan menggunakan nomer rumah masing-masing sebagai nama bakpianya. Awalnya hal tersebut tidak menjadi masalah bagi Bakpia Pathuk 75, tetapi lama kelamaan para pesaing mulai melakukan persaingan tidak sehat dengan mengisukan hal-hal buruk mengenai Bakpia Pathuk 75. Isu tersebut antara lain menyatakan produk Bakpia Pathuk 75 mengandung minyak babi. Selain itu, ada juga yang mengatakan Bakpia Pathuk 75 menggunakan pengawet dan sakarin. Selain menyebarkan isu, para pesaing juga menggunakan para pengemudi becak dan calo - calo perantara agar mereka membawa konsumen (terutama yang berasal dari luar Yogyakarta) untuk membeli produk mereka. Sebagai imbalan jasa, mereka diberi uang dengan perhitungan per dus Bakpia. Sebagai pengganti uang yang dikeluarkan untuk bonus tersebut, para pesaing menaikkan harga-harga produk yang dijual selain harga produk Bakpia. Komisi yang diberikan bisa mencapai 50%. Untuk memberikan komisi sebesar itu, maka harga jual dinaikan setinggi-tingginya dan menurunkan mutu barang dengan menggunakan bahan baku yang murah dan bermutu rendah. Situasi
Untuk mengantisipasi para pesaing, Bakpia Ptuk 75 hanya mempertahankan mutu olahan dengan mempertahankan keaslian bahan baku kacang ijo tanpa campuran bahan maupun pemanis buatan. Bakpia Pathuk 75 tidak memiliki media publikasi khusus atau promosi di surat kabar kecuali kalau ikut berpartispasi sebagai sponsor (donatur) kegiatan-kegiatan lokal. Dengan diperolehnya SERTIFIKAT HALAL dan LABEL HALAL, Bakpia Pathuk 75 dapat menangkal isu tentang produk Bakpia Pathuk 75 yang mengandung minyak babi, dan diharapkan dapat meningkatkan penjualan. Pada tahun 1997 sampai saat ini seiring dengan krisis moneter yang melanda Indonesia yang mengakibatkan naiknya harga-harga barang termasuk harga bahan baku Bakpia, juga tutupnya Perusahaan-perusahaan / Bank-Bank yang menyebabkan timbulnya banyak PHK, membawa dampak yang buruk bagi perkembangan Bakpia Pathuk 75. Produksi Bakpia Pathuk 75 menurun sampai 50% karena pengunjung daerah wisata di Yogyakarta tidak seramai dulu. Saat ini jumlah tenaga kerjanya tinggal 20 orang. Bakpia Pathuk 75 hanya dapat berharap agar keadaan di Indonesia membaik sehingga dapat membawa angin segar bagi perkembangan Bakpia Pathuk 75 dan perkembangan pariwisata pada umumnya.