HKBP Singapore

Pada saat pecahnya Perang dunia ke-2 di Singapore, banyak orang Batak yang kembali ke Indonesia. Karena itulah pada tahun 1942 sampai dengan tahun 1945 “The Batak Bible Fellowship” terhenti.

Pada Tahun 1946, seorang pemuda batak bernama Armen Hutagalung yang berasal dari Sibolga meninggal dalam suatu kecelakaan di Jalan raya. Sebagai seorang Batak dan penganut agama Kristen, maka selayaknya di makamkan secara Kristiani. Orang-orang Batak yang pada saat itu mengurus pemakaman almarhum berusaha mencari Pendeta Batak yang dapat melayani proses pemakamannya. Mereka adalah Sdr Sorta Lumbantobing, Sdr Krisman Pohan, Sdr ES Lumbantoruan dan Sdr PAM Lumbantobing. Mereka akhirnya pergi ke Gereja Tamil Methodist Church meminta bantuan untuk mengebumikan almarhum Armen Hutagalung. Pada waktu pengebumian tersebut sekitar 200 orang Batak hadir. Setelah acara pengebumian selesai, Pendeta yang melaksanakan acara pengebumian tersebut menanyakan apakah semua orang yang hadir di pemakaman itu beragama Kristen? Setelah diberitahu bahwa semua yang hadir adalah beragama Kristen, maka Pendeta tersebut menananyakan, “Mengapa kalian tidak mempunyai Gereja?”. Akhirnya Pendeta tersebut memanggil empat orang perwakilan dari orang Batak untuk ikut beliau ke Methodist Church. Di gereja tersebut Pendeta mengajak mereka supaya mulai hari minggu yang akan datang, semua orang Batak Kristen berkumpul di Tamil Methodist Church untuk mengadakan kebaktian. Inilah kebaktian minggu perdana orang Batak di Singapore. Kebaktian ini dipimpin oleh Sdr E S Lumbantoruan dan Sdr Krisman Pohan. Sejak saat itu kebaktian berbahasa Batak berjalan secara berkesinambungan di gereja ini.

Pada tahun 1948 ketika terjadi pemberontakan komunis di Malaya, maka semua organisasi-organisasi apapun harus didaftarkan. Oleh karena itu, kebaktian Batak ini mendaftarkan diri dengan nama Huria Kristen Batak Protestan. Sdr E S Lumbantoruan dilantik sebagai ketua dan sintua pertama di HKBP Singapore. Beliau memegang jabatan tersebut mulai tahun 1948-1961.

Setelah didaftarkan secara resmi ke pemerintah Singapore, HKBP menjalani pelayanannya secara organisatoris dipimpin oleh sintua dan jemaat secara bergantian, yang dipilih setiap bulan Januari setiap tahunnya. Pada tahun 1954 HKBP Pusat mengutus seorang pendeta yaitu Bpk Pdt J Siahaan melayani di HKBP Singapore. Sejak saat itu, gereja HKBP Singapore resmi menjadi Ressort dengan pagarannya HKBP Tanjung Pinang dan HKBP Tanjung Balai Karimun. Kemudian pada tahun 1959 Pimpinan HKBP Memutasikan Pdt J Siahaan ke HKBP Semarang. Beliau digantikan oleh Pdt O P T Simorangkir. Tetapi oleh karena pemerintah Singapore tidak memberikan ijin kepada beliau untuk tinggal di Singapore, maka Pdt O P T Simorangkir akhirnya dipindahkan ke Tanjung Pinang. Sehingga sabungan Ressort yang tadinya di Singapore, akhirnya dipindahkan ke Tanjung Pinang.

Pada tahun 1955 seorang ibu dari suku India mewariskan sebidang tanah kepada gereja-gereja Lutheran di Singapore. Gereja-gereja yang berhak mewarisi tanah tersebut adalah Lutheran Church of Malaya and Singapore, Evangelical Church of Malaya and Singapore, dan Huria Kristen Batak Protestan Singapore. Ketika diteliti lebih lanjut ternyata di tanah yang diwariskan itu tidak layak didirikan bagunan gereja, maka disepakatilah untuk menjual tanah tersebut dan uangnya dipakai untuk membeli sebidang tanah di Duke’s Road. Disitulah di bagun gereja, yang pembangunannya selesai pada tahun 1961. Di gereja ini jugalah HKBP mengadakan kebaktian dan kegiatan pelayanan lainnya.

Pada tahun 1963 HKBP Singapore sepakat untuk pindah dari Duke’s Road, karena jarak gereja ini sangat jauh dari rumah-rumah jemaat. Akhirnya HKBP kembali mengadakan aktifitas ibadah di Tamil Methodist Church 8 Short Street. Dan di tempat inilah sampai sekarang HKBP Singapore mengadakan ibadah.

Sebelum perang dunia ke-dua, sudah ada seorang misionaris dari orang Batak yang melayani ke orang asli Senoi di Malaya. Beliau adalah Bpk Pdt BWF Napitupulu yang kemudian belajar ke India. Beliau mendapat dukungan dari Bpk A Simanjuntak.

Sekitar tahun 1962, misi penginjilan ke orang asli (pribumi) kembali dilanjutkan dengan menjalin kerjasama dengan gereja Lutheran Church of Malaya and Singapore, Evangelical Lutheran Church of Malaya and Singapore dan Huria Kristen Batak protestan (HKBP) Singapore. Gereja-gereja ini memiliki kesepakatan untuk mendukung kegiatan misi tersebut dalam hal dana. Sedangkan tenaga missionaries adalah dari HKBP. Akhirnya HKBP Mengutus Bpk St B.A Sihombing dan Sintua Mayur Pane untuk pergi ke Tapah, Perak Malaysia. Misi ini juga didukung oleh LWF (Lutheran World Federation) dan satu organisasi misi di Jerman.

Pada masa terjadinya pemisahan antara Malaysia dan Singapore tahun 1965, maka keluarlah peraturan baru dari pemerintah Malaysia yang menekankan bahwa missionary dan Pendeta baru tidak diperbolehkan lagi masuk ke Malaysia untuk menginjili. Karena itulah Bpk St B.A Sihombing dipanggil pulang ke Singapore, sedangkan Bpk St Mayur Pane dibenarkan pemerintah Malaysia untuk tetap tinggal di Malaysia dengan alasan karena beliau sudah berkeluarga dan menikah dengan orang asli Malaysia.

Dengan adanya kesepakan dengan ketiga gereja pendukung misi ke orang Asli, maka Bpk Daniel Napitupulu dikirim untuk belajar theology ke Sipoholon. Setelah selesai belajar, kemudian beliau dikirim kembali ke Perak untuk melanjutkan misi di Tapah.

Atas persetujuan diantara Lutheran Church of Malaya and Singapore, Evangelical Lutheran Church of Malaya and Singapore dan HKBP Pusat akhirnya pekerjaan misi ini diserahkan kepada Lutheran Church of Malaya and Singapore. Sebanyak 563 orang telah dibaptis selama pelayanan misi ketiga gereja ini.

Dengan berakhirnya masa Konfrontasi banyak orang Batak yang datang bertugas ke Singapore. Hal ini sangat mendukung pertambahan anggota jemaat HKBP Singapore. Pada tahun 1973 diadakan Natal Bersama Umat Kristen di Singapore di Trinity Theological College. Dalam perayaan ini HKBP Singapore menyumbangkan Koor.

Pada tahun 1982 atas perkenanan Tuhan, menetapkan salah seorang dari anggota jemaat HKBP untuk belajar theology di Trinity Theological College. Beliau adalah Bpk A Silitonga. Beliau Lulus dari TCC dengan gelar Bachelor Of Theology. Bpk Pdt A Silitonga melayani di HKBP Singapore sampai tahun 1993.

Pada tanggal 10 Februari 1996 HKBP Singapore telah menyediakan mess untuk pelaut-pelaut Batak. Mess tersebut beralamat di 119B Tanjong Katong Road, Singapore. Pada saat itu ada 200 orang pelaut yang telah terdaftar dan berhak untuk tinggal di mess tersebut, mereka bukan hanya yang berasal dari Batak Toba, tetapi juga dari suku lainnya termasuk dari batak Karo. Mereka dilayani oleh HKBP sampai akhirnya terbentuk “Persekutuan Pelaut Batak di Singapore”.

Pendeta-pendeta yang pernah melayani di HKBP Singapore

1. Pdt. J Siahaan

2. Pdt. OPT Simorangkir

3. Pdt. A Silitonga

4. Pdt. B Nainggolan

5. Pdt. Apeliften Sihombing

6. Pdt. Basa Rohana br Hutabarat

7. Pdt. Timbul Hutahaean

8. Pdt. Donda br. Simanjuntak

9. Pdt. Nikson Samosir

10. Pdt. Frans Iwanda Sianipar (Sekarang)

#hkbp #hkbpsg #batak #bataksingapore #trekking #walking #goodhealth #recreation